Mag-log in“Gallen.. Main, yuk!!”Gallen membuka matanya cepat. Ia mengubah posisinya menjadi terlentang, lalu mendudukan dirinya.“Main?”“Iya,” jawab Navara.“Yuk!!”Tangan Gallen melepas kaos yang dirinya kenakan.Kapan lagi Navara meminta duluan. Biasanya harus dibujuk-bujuk dulu, barulah dia mendapatkan jatahnya.“Kamu ngapain buka baju?”“Loh, lepas celananya aja?” tanya Gallen dengan tampang yang sulit untuk dijelaskan.“Hah? Makin nggak bener kamu deh!”“Mau main kan?”Gallen bingung. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran istrinya. Bukan kah wanita itu mengajaknya bermain?! Bagaimana bisa mereka ‘main,’ kalau tidak melepaskan pakaian. Gallen belum pernah menemukan ada keajaiban seperti itu selama menonton film dewasa.“Gini aja, Gallen! Aku pengen main basket di depan.”“Ba-Basket?!” Beo Gallen, terperangah.Jadi istrinya ingin main bola basket?Bukan main yang menghasilkan keringat dan desahan di atas ranjang?“Aaahh! Ngantuk Nav! Capek banget aku!”Gallen kembali merebahkan tubuhnya. Se
“Ay, kamu beneran nggak capek?”Di kabin depan, Gallen memutar tubuhnya, menghadap ke belakang. Navara tampak kuyu— mungkin efek kelelahan karena belum sempat beristirahat.Wanita bernama Kristina itu menolak niat baik mereka. Orang kepercayaan sang kakek memberikan kabar usai menempuh cara terakhir— yakni membongkar identitas mereka sebagai keluarga Melvin.Hal ini tentu saja membuat Navara bersedih. Ada banyak kesulitan yang menimpa wanita itu. Sebagai sesame perempuan yang mengandung keturunan Dipraja, Navara ingin membantu Kristina untuk mendapatkan hak-haknya. Setidaknya hak tersebut harus didapatkan oleh anak yang Kristina lahirkan nanti.“I’m okay, tenang aja. Masih jauh ya ini?”“Sebentar lagi kita akan sampai, Non.” Jawab supir papa Gallen. Mereka kini sedang berada dalam perjalanan menuju titik lokasi yang tangan kanan kakek Gallen kirimkan.“Mantu Mama yang sabar ya.. Nanti kita bujuk Mbak itu sama-sama.” Ucap mama Gallen, menggenggam jari-jari Navara.“Kalau dia tetep ngga
Kristina Agista— Perempuan yang sebentar lagi menginjak usia 24 tahunnya itu mengusap peluh dahinya. Ulasan senyum dibibirnya tak dapat menyembunyikan beratnya derita yang hidupnya jalani. Wajah pucatnya menampakkan segalanya tanpa perlu orang lain dengar kisah tentangnya.Ana— begitu dirinya dipanggil di lingkungan barunya tinggal. Ia hamil tanpa seorang laki-laki yang mau mempertanggung jawabkan perbuatannya.Pria itu berusia jauh lebih muda dibandingkan dirinya. Dia merupakan salah satu anak didik yang menyewa jasa bimbelnya. Sudah dua tahun lamanya ia mengajar anak itu.Dia adalah anak orang kaya dengan ambisi yang kuat. Dia cerdas. Memiliki kemampuan cepat dalam menyerap pelajaran. Mengajar anak itu bisa dikatakan sebagai keberuntungan. Uang yang dirinya terima bisa digunakan untuk membayar uang kuliah dan membantu kedua orang tuanya.Awalnya semua baik-baik saja sampai hari naas itu menghampirinya. Seperti biasa di hari dan jam yang sama, ia datang ke apartemen si pemuda. Tapi d
Gallen membuka pintu rumah sang opa. Pemuda itu disambut oleh beberapa pelayan yang langsung membungkukkan tubuh mereka.“Mas Gallen.. Tuan Besar dan Mbak Navara sudah menunggu.” Mendengar ada nama sang istri disebut, kontan saja alis Gallen mengerut.“Nava disini?”“Betul Mas. Supir Tuan yang menjemput Mbak Navara dari rumah tadi.”Gallen mulai bertanya-tanya. Sebenarnya apa alasan yang membuat kakeknya mengundangnya pulang ke rumah utama keluarga Dipraja. Pria itu bahkan diam-diam memanggil Navara tanpa sepengetahuan dirinya.“Bikinin saya soda gembira ya..” Pinta Gallen, masih sempat untuk memberikan perintah kepada pelayan kakeknya.“Carikan soda untuk membuat minuman yang Mas Gallen mau.”Pemuda itu terkekeh. Di rumah kakeknya, dialah rajanya. Barang yang tidak ada, pasti akan tetap diada-adakan. Namanya juga cucu kesayangan. Berbeda dengan kediaman milik orang tuanya yang memperlakukan dirinya selayaknya anak tiri. Mumpung berada disini, maka sekalian saja dipuas-puaskan.“Nav..
“Calon bapak, perasaan komuknya suram amat?!” Boy menarik kursi dihadapan Gallen. Pemuda itu langsung meluncur ketika Gallen menghubunginya. Jadilah Gallen tak perlu menunggu terlalu lama. Mereka sama-sama bertolak, meninggalkan kediaman masing-masing dijam yang sama.“Nawhy, Bos?”“Navara ngidamnya nyiksa,” adu Gallen. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk membagi beban hidup. Meskipun Navara melarang, kebiasaan tersebut begitu sulit untuk dihilangkan.“Minta daging onta? Apa tireks?” Kekeh Boy, menjahili sahabatnya. Tidak tahu saja Boy jika nyonya muda Dipraja itu, bahkan meminta sesuatu yang jauh lebih horor, dibandingkan dua daging yang dirinya sebutkan.“Dia tiap liat muka gue muntah, Boy. Ngidam nggak bisa deketan sama gue!!” Mengatakan kronologi yang menimpanya saja, Gallen sudah kesal setengah mati. Terlebih tadi ketika mengalaminya langsung. Rasanya ia ingin gantung diri di atas pohon cabe-cabean.Mata Boy membola. “Demi apa lo, Bos?!” Pekiknya seakan menolak untuk percaya. I
“Stop! Berhenti disana!” Teriak Navara membuat langkah kaki Gallen terhenti diambang pintu kamar mereka. Perempuan itu membekap mulutnya, merasakan mual setelah melihat wajah sang suami.“Ay, why?” tanya Gallen, tak mengerti.“Jangan deket-deket Gallen, muka kamu jelek. Bikin pengen muntah!”What the hell!!Katakan jika Navara sedang melakukan shooting reality show. Wanita kesayangannya itu pasti membual. Wajahnya adalah aset paling diminati oleh para perempuan di seluruh muka bumi. Hampir tak ada siswi di sekolah mereka, yang tidak menggilainya. Termasuk Navara! Istrinya! Catat!“Kamu kenapa sih?! Aku nggak operasi plastik. Masih seganteng Oppa-Oppa di drakor kesukaan kamu.”“Hoek!!”Benar saja, ketika Gallen berada beberapa sentimeter di hadapannya, desakan dari dalam perut Navara keluar mengotori ranjang. Perempuan hamil itu benar-benar muntah.“Hiks, udah aku bilang, kamu jelek. Keluar huhuhu.. Hoek!” lagi Navara muntah.“Aku bantu bersihin, Nav..”Navara mengulurkan tangannya, hen


![Without You [Indonesia]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)




