Share

8

Author: qeynov
last update Last Updated: 2025-05-19 10:36:33

“Ay, kalau kita itung-itung lagi, udah berapa kali ya kita ciuman bibir?”

Navara meremas pinggiran buku yang gadis itu pegang. Gallen random, itu benar sekali. Tidak ada keraguan jika menyangkut kerandoman tanpa batas seorang Gallen. Hanya saja Navara kali ini benar-benar jengah dengan hal tersebut.

“Lima belas kali sejak kita kissing pertama kali?”

Ya Tuhan, tak bisakah Gallen menutup rapat mulutnya? Dibalik buku yang dirinya baca, wajah Navara telah memerah. Ia berharap Gallen menghentikan tingkah-nya ini.

Usai memergokinya berganti baju, yang dilakukan Gallen adalah mengangkat perihal-perihal sensitif yang pernah mereka lakukan berdua. Ia benar-benar malu.

“Nggak deh, lebih. Eh kalau gue nyuri-nyuri, dihitung ciuman nggak sih?!”

Eh apa?

Navara menurunkan buku ditangannya. “Kapan lo jadi Sweeper?”

Sweeper banget?” tanya Gallen balik, yang malah tak menjawab pertanyaan Navara. “Kan gue tuh anak yang baik. Ya kali lo samain sama tokoh paling sial di Dora The Explorer sih!” Ucapnya tak terima. Musang yang satu itu masalahnya tidak pernah beruntung dalam aksi copetnya. Gallen tidak mau nasibnya seburuk pencuri gadungan yang memerlukan training itu.

“Ya apa lagi namanya kalau bukan Sweeper, Gall? Tukang nyolong!” Navara menutup bukunya, meletakkan bacaannya itu ke atas meja. “Kapan lo nyolong-nyolong nyium gue?” Kini kedua tangannya terlipat di depan dada.

“Pas lo tidur, hehehe,” cengir Gallen, menggaruk tengkuknya. Itulah yang membuat dirinya sangat suka sekali menginap di kamar Navara. Selain memiliki guling hidup, ia juga bisa mencuri-curi ciuman setiap malamnya.

Nikmat mana lagi yang ingin didustakan coba?!

“Sumpah ya, lo!” Navara meraih bukunya, ia hendak melemparkan buku tersebut ke arah Gallen sebelum pintu kamarnya terbuka.

“Nava mau apa?” tanya sang bunda melihat posisi anaknya yang serupa atlet lempar lembing. “Nggak boleh tau Nav begitu sama suami. Dosa, Sayang. Turunin, Nak,” ujarnya memberikan Navara pengarahan.

Perihal putrinya dan Gallen yang sering adu mulut, bahkan tak jarang tangan, Vania— Bunda Navara hanya bisa elus dada. Keduanya kerap tak pernah akur, seperti kucing dan tikus. Meski begitu Vania tahu jika keduanya saling sayang.

“Dengerin tuh kata Bunda. Dosa! Mau lo masuk neraka?!” Gallen menjulurkan lidahnya. Ia merasa di atas awan karena mendapatkan belaan.

“Gallen juga, bikin istri marah-marah juga bisa bikin masuk ke neraka. Kurang-Kurangin, Gallen.”

Lidah Gallen auto masuk kembali ke dalam mulut. Ia pikir dirinya tak akan kena sasaran selanjutnya, ternyata hanya menunggu giliran saja.

“Bunda kok kedengeran suara mobilnya?” Navara mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Kebiasaannya mencium tangan orang tua terus berjalan meski dunia tergerus oleh hal-hal kekinian. Baginya itu merupakan hal dasar yang harus selalu dilakukan seorang anak untuk menghormati orang tuanya.

“Ya gimana mau denger orang kalian gontok-gontokan di dalam kamar. Ada badai juga pasti nggak bakalan ngeh sih.”

Gallen terkekeh. Pemuda itu setuju dengan pengandaian ibu mertuanya.

“Kalian ganti baju gih. Bunda beli martabak telur tadi pas pulang. Jangan lanjutin lagi berantemnya.” Peringat Vania hendak undur diri. Ia juga ingin membersihkan tubuhnya setelah bekerja di luaran.

“Siap Bunda!” Gallen melompat turun dari ranjang Navara. Ia berjalan menuju balkon, tetapi langkahnya dicegah oleh Vania.

“Lewat pintu Gallen. Kamu ini ah! Nanti dikira maling tau rasa loh! Mau kamu diarak buat yang kedua kali?!”

“Yah Bunda. Lama! Gallen irit tenaga.”

Vania menggelengkan kepalanya, “lewat pintu atau Bunda kunciin rumahnya?” Ancam Vania membuat pundak Gallen terkulai lemah. Padahal ia malas bertemu mamanya. Wanita itu pasti akan menceramahinya karena tak langsung pulang ke rumah usai pulang sekolah.

“Tasnya dibawa..”

“Iya Bunda.”

Benar saja, sampai di rumah, Gallen disambut dengan nyanyian sepanjang sungai Musi. Rebeca menarik daun telinga Gallen dengan mulut nyap-nyap. “Sekaya apa kamu, Gallen?! Seenak jidatnya mobil ditinggal dalam keadaan hidup! Kalau komplek kita nggak aman, raib itu Civic terbaru.”

“Mama jangan cari-cari dong. Ya masa iya Gallen lupa matiin mesin mobil.”

“HEH!” Rebeca melepaskan jewerannya, “kamu ngatain Mama bohong?” Sentaknya semakin marah. Ia memasukan tangannya ke dalam saku dres yang dirinya kenakan, “nih pelototin kunci mobil punya siapa! Pak RT yang nganterin ke Mama!!”

“PELOTOTIN GALLEN DIPRAJA!!”

RETE BINGCIT!! DIA LAGI DIA LAGI— Gemas Gallen mengepalkan tangannya. Hidupnya perasaan sial terus jika berkenaan dengan ketua rukun tetangga di kompleknya. Pria itu seakan tak mengizinkannya hidup tenang. Sepertinya dia dendam karena anaknya ditolak mentah-mentah. 

‘Gara-Gara pesona gue, hidup gue mengsial! Kapan lunturnya ini cahaya Ilahi!’ 

“Ya maaf, Mah! Gallen kepanasan! Mantu Mama tadi dianterin sama Mevin.”

“Melvin, Gallen! Seenak jidatnya kamu ganti nama anak orang. Dimarahin Om, tau rasa kamu.”

“Yeee! Suka-Suka Gallen lah! Namanya juga orang lagi esmosi, Mama!!”

“Terserah! Terserah!! Mama capek mikirin kamu!!” Rebeca mengambil telapak tangan Gallen, menyerahkan kunci mobil anak itu, “sekali lagi kamu sia-siain mobil kamu, Mama beliin odong-odong buat gantinya!!”

“Hamil apa ya nyokap gue? Sensi mulu perasaan!” 

“Mama denger ya!!!” 

Teriakan sang mama membuat Gallen terlonjak. Ia pikir mamanya budek.

“Nyokapnya Sergio nggak kaleng-kaleng kupingnya. Cocok jadi tukang cilok!” Ucapnya ngasal.

“GALLEEENN!!!”

“Iya Mama!! Nggak ngomong lagi!” Jawab Gallen. Ia lalu kabur ke kamarnya. Niatnya pulang kan untuk ganti baju.

Gallen mematut tubuhnya di depan cermin. Ia membenarkan jambul kesayangannya. “Ganteng banget emang gue, pantes Navara mau kawin,” celotehnya dengan kepercayaan diri setinggi langit. Ia menyemprotkan parfum, berharap Navara akan menempel padanya layaknya prangko.

“Ayang i’m coming!!”  

Gallen membuka pintu rumah Navara. Ia berjalan penuh senyum mengingat ini merupakan makan keluarga pertama setelah dirinya menikah. “Bun.. Daa..” Rahangnya ingin terjatuh saat melihat mamanya juga berada di ruang makan rumah bunda mertuanya.

“Mama ngapain di sini?” Serang Gallen, tak suka menyaksikan pemandangan dihadapannya. Bisa-Bisanya wanita itu mendahuluinya. 

“Dih! Suka-Suka Mama dong,” Rebeca mengembalikan kata-kata Gallen tadi di rumah, “hak Mama ada dimana aja. Ini kan rumah besan Mama, kok kamu sewot sih!”

“Aduh, nggak sama Navara, nggak sama Mamanya, ribut terus Gallen perasaan,” ucap Vania sembari mencomot tisu di dekat Rebeca.

“Ya gitulah, Van, yang begini kok kamu jadiin mantu sih. Mending kan si Gio. Kamu tinggal nunggu dia lulus aja,” Vania memanas-manasi Gallen. Ia sangat menikmati ekspresi kekesalan anak keduanya. Bocah bengal itu memang pantas dijahili. 

“Mama jangan durhaka ya sebagai Ibu!! Bang Gio nggak cocok sama Nava! Dia ketuaan!! Nava ntar ditinggal meninggal duluan!”

“GALLEN!!” Bentak Rebeca ketika anak pertamanya di doakan cepat menghadap sang kuasa. Kadang-Kadang mulut Gallen perlu untuk diberikan sesajen.

“Makanya jangan pancing-pancing Gallen!” Ucap Gallen sedikut pun tak merasa bersalah. Sudah tahu dirinya sangat mencintai Navara— Mau itu kakak kandungnya sendiri, ia tak akan rela melepaskan gadis yang baru dirinya persunting. Tidak sekali pun untuk abangnya.

“Baperan kamu.” 

“Emang,” sahut Gallen. 

Navara melambaikan tangannya, meminta Gallen untuk duduk disampingnya. Perdebatan antara Gallen dengan mamanya tak akan berhenti kalau tidak ditengahi. “Martabak,” tuturnya, mengangkat piring kecil yang dirinya persiapkan untuk Gallen.

“Daun bawangnya udah dibuangin kan?” 

“Nggak usah ngajakin war! Nggak ada yang namanya martabak telor tanpa daun bawang! Makan cepet!!” Hilang rasa ingin bermanis ria pada Gallen. 

Gallen memberengut. Ia mendekatkan bibirnya ditelinga Navara, “bau bawang loh kalau kita kissing ntar, Ay. Gosok giginya harus ekstra,” bisiknya pelan agar mamanya yang rusuh tak mendengar kalimatnya.

“Gue gosokin sampe gigi lo rontok!” Geram Navara yang malah membuat Gallen terkekeh.

“Romantis banget anjay bini gue. Gosok gigi aja ampe mau dibantuin. Oh, nikmatnya menikah.” Selorohnya tak tahu malu. 

Belum..

Belum saja Gallen merasakan pusing karena indahnya berumah tangga. Anak itu hanya tahu caranya bersenang-senang. Ia belum memangku tanggung jawab selayaknya seorang kepala rumah tangga pada umumnya. Semoga saja ia tidak kaget, apalagi gantung diri melihat nominal-nominal yang setiap bulannya keluar dari saldo rekeningnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Young Marriage    26

    Gallen misuh-misuh. Pemuda itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang, menyalip beberapa kendaraan lagi yang ia rasa menghalangi jalannya ketika membelah jalan tol.Mamanya tak membuat soal tidak mengizinkannya menginjak lantai rumah. Ia sudah mencoba sampai lebih dulu di kediamannya, tapi ternyata wanita itu menelepon satpam. Melarangnya untuk masuk. Alhasil ia harus rela diusir dari rumahnya sendiri.Parah, kan?!“Bisa-Bisanya gue nggak boleh ketemu Navara!” Dumel Gallen, memukul stir mobilnya. Ck! Seumur-umur hidup Gallen, ia berpisah dengan Navara hanya ketika pulang dari rumah ibu mertuanya. Itu pun sesaat saja— karena setelahnya, Gallen akan mencoba terus mencari segala cara agar mereka berduaan. Makanya mereka dinikahkan oleh tetangga.Sampai di depan gerbang tinggi kediaman sang opa, Gallen menekan klaksonnya. Ia terlihat tidak sabaran. Menekannya panjang membuat penjaga lari tergopoh-gopoh.“Lama banget sih lo,” teriak Gallen sambil melongokkan kepalanya. Ia sedang ke

  • Young Marriage    25

    Mulut laknat Gallen menimbulkan petaka. Di Hari pertama keduanya kembali bersekolah, teman satu angkatan menghujat kebocoran informasi yang mereka dapatkan. Pihak sekolah pun bereaksi keras terhadap aduan yang mereka terima. Setelah jam ujian selesai, Navara serta Gallen dipanggil menghadap, guna memberikan klarifikasi terkait pergaulan bebas keduanya.“Nav, tenang. Kamu mending fokus ke ujian kita.”“Tenang kamu bilang, Len?”Sungguh Navara tak habis pikir. Bagaimana dirinya bisa fokus, jika kedatangannya untuk melaksanakan ujian pertama, justru disambut hujatan teman-teman seangkatan mereka. Semua karena Gallen. Pria itu tak ada habisnya membuat ulah.“Lagian kamu ngapain pake cerita ke Boy sama Sahrul sih, Len?! Apa pentingnya ngasih tau mereka kalau kita udah ke tahap itu?!” bentak Navara, tak lagi dapat mengendalikan kontrol dirinya.Ia kecewa— sangat kecewa. Gallen seperti anak kecil. Pemuda itu tak pernah bisa dewasa dalam menyikapi apa pun. Seharusnya dia tahu jika tidak semua

  • Young Marriage    24

    Bulu halus disekujur tubuh Navara bangkit berdiri. Gadis muda itu terus memejamkan mata, dengan gidikkan yang tak pernah berhenti.Gallen memang sudah tidak waras. Bisa-Bisanya pemuda itu mengajaknya menonton film dewasa. Seumur hidupnya, baru kali ini Navara melihat bagaimana proses bercinta seseorang. Benar-Benar menjijikan. Terlebih ketika dua alat reproduksi manusia dipampangkan tanpa sensor.Astaga! Navara ingin menangis rasanya.“Ay, buka dong matanya. Kita belajar bareng.”Bisikan ditelinga kanannya membuat Navara meremang. Suara berat Gallen semakin membuatnya merinding disko. Ia tahu kalau Gallen sudah berhasrat setelah dua film porno mereka saksikan. Namun mentalnya yang semula siap, justru menguap begitu saja. Ia jijik dengan proses tersebut.“Kamu harus ikutan belajar, Ay. Biar kita pro, terus nggak salah-salah.” Menggigit bibir bawahnya, Navara merasakan sensasi berbeda ketika tangan Gallen meremas salah satu bukit kembarnya. Darah di dalam tubuhnya seakan mengalir begit

  • Young Marriage    23

    “Selamat datang di Indongapert, Mas!” Pekik petugas minimarket ketika pelanggan yang baru saja memasuki kiosnya, menyambar barang belanjaan orang lain. Pelanggan tersebut adalah Gallen. Ia berniat membeli seluruh persediaan alat pengaman dan tak berniat membaginya kepada siapa pun.“Punya gue ini!” Seru Gallen mengamankan salah satu brand pengaman, yang akan diserahkan pembelinya pada kasir minimarket. “Apaan-Apaan lo?! Gue duluan! Lagian itu masih banyak!” tunjuk orang itu ke arah rak display. Dia berusaha mengambil kembali barang belanjaannya. “Ck! Lo aja pindah Indomaret laen, Bro! Semua yang ada disini mau gue borong!” Ucap Gallen terdengar sangat mengesalkan. “Mbak bungkus, kalau masih ada stok di gudang sekalian aja,” titahnya membuat semua mata terbelalak. “Woy, Mas! Mau lo apain dah kondom sebanyak itu?” “Ya buat ena-ena sama bini gue-lah! Ya kali gue tiupin satu-satu biar jadi balon,” sengit Gallen. Pertanyaan yang cukup bodoh menurutnya. Kontrasepsi dibuat apa kalau buk

  • Young Marriage    22

    “Ay,” panggil Gallen. Pemuda itu ingin mengadu sekaligus membahas mengenai masalah rumah tangga mereka.“Cacingnya tabrakin dulu ke tembok dong!” Pintanya agar Navara tak lagi bermain. Gallen heran, ada banyak permainan seru, tapi kenapa istrinya masih bertahan memainkan cacing yang tidak bisa berubah jadi naga itu.“Apa?!”Gallen tersenyum saat ponsel Navara diturunkan. Gimana dirinya mau tidak cinta setengah mati, sedang mode serius pun, Navara tetap memprioritaskan dirinya. Definisi nggak salah jatuh cinta sih ini.Sebelum membuka sesi curhat dong mah-nya, Gallen terlebih dahulu mencari posisi enak. Pemuda itu membaringkan tubuhnya melintang melawan arah ranjang dengan berbantalkan paha Navara.“Masa ya, Ay. Tadi Abang tuh sempet nanya, kita udah ML apa belum.” Gallen memulainya. Berharap setelah ini dirinya dapat mendapatkan haknya yang tertunda.“Main Mobile Legend? Kan aku nggak bisa, Len.”Gemas akan jawaban sang istri yang berbeda server dengan maksud kalimatnya, Gallen mengu

  • Young Marriage    21

    “Gimana kabar kamu?!”Gallen menjawabnya singkat. Seperti apa yang abangnya lihat, ia baik-baik saja. Lubang telinga, mata, hidung sampai ubun-ubunnya tetap utuh. Tidak berkurang walau kakak lelakinya itu jarang pulang.Jawaban singkat sang adik membuat Sergio mendengus. Ia tahu adiknya memang manusia baperan tingkat dewa, apalagi kalau itu menyangkut Navara. Gallen selalu takut kalah saing. Padahal apa yang perlu ditakutkan, Navara saja sudah dia nikahin.Ck! Bocil memang meresahkan. Pikirannya yang rumit merepotkan diri sendiri. Seperti kasus Gallen contohnya.“Masih ngambek gara-gara omongan Abang tadi?!”‘Pake nanya segala! Percuma kuliah di Harvard kalau IQ-nya tetep jongkok!’ Dumel Gallen dalam hati. Jari-Jarinya tetap fokus, menggulirkan aplikasi hiburan yang ramai digunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini— yang jelas aplikasi tersebut bukan OnlyFans.“Kamu udah gede, Gallen. Masa yang begituan aja ngambek, sampai nggak mau diajak ngomong..”“B aja tuh. Gallen nggak ngambek.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status