21.00 WIB
Hampir setengah jam Jeni menunggu Louis di depan cafe tempat ia bekerja, namun seperti biasa Louis terlambat menjemputnya. Bahkan beberapa kali panggilan dari Jeni sama sekali tidak diterima olehnya. Hal itu membuat Jeni kesal, dan memutuskan untuk menghubungi Tania, sahabatnya. Jeni bermaksud untuk meminta Tania menjemputnya, namun justru Tania sudah memanggil Jeni melalui video call terlebih dahulu.
“Tumben Tania VC. Ada apa?” Gumam Jeni dalam hati.
Daripada menebak tidak jelas, Jeni pun langsung mengswipe up icon biru.
“Ada apa Tan?” tanya Jeni yang tiba-tiba saja jantungnya sedikit berdegup kencang seakan merasakan bahwa ada kabar buruk untuknya.
“Jen, kamu udah putus sama Louis kan?” tanya Tania tiba-tiba.
“Maksud kamu?”
Tania terdiam, ia seakan ragu menjelaskannya pada Jeni.
“Kenapa kamu tanya seperti itu? Apa yang terjadi?” cecar Jeni yang kini jantungnya semakin berdegup kencang.
“Tidak apa-apa Jen. Kamu dimana sekarang? Aku jemput.” Elak Tania.
“Tan plis jawab! sebenarnya ada apa?” tanya Jeni panik.
“Nanti kamu pasti tahu sendiri, kamu masih di cafe “Sky” kan? Aku kesana sekarang.”
Jeni mengangguk. Setelahnya Tania mematikan video callnya. Entah kenapa jantung Jeni berdegup semakin kencang dengan perasaan yang sangat panik. Ia yakin Tania pasti melihat sesuatu yang berhubungan dengan Louis.
“Louis, apa kamu sedang bersama perempuan lain sekarang? Hingga kamu sampai lupa menjemputku dan tidak mau menjawab satupun panggilanku.” Gumam Jeni begitu sedih.
Jeni kemudian mencoba menghubungi Louis kembali, namun lagi-lagi ia harus menelan kekecewaan karena Louis lagi-lagi tidak menerima panggilannya. Jeni jadi semakin deg-degan dan penasaran, sementara Tania juga tidak kunjung datang.
“Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi? Apa benar Louis sedang bersama perempuan lain?” batinnya.
Tak terasa air mata Jeni tumpah, ia tidak bisa membayangkan kalau seandainya benar bahwa Louis memang sedang bersama perempuan lain. Jeni sangat mencintai Louis dengan sepenuh hatinya, bahkan ia tidak pernah menolak apapun yang Louis minta. Jeni hanya ingin membuat Louis bahagia dan tidak bosan dengannya karena mereka sudah menjalani hubungan hampir 7 tahun lamanya, sejak masih duduk di bangku akhir sekolah menengah pertama sampai detik ini menjelang skripsi.
“Jen!” Seru Tania yang sambil mengklakson ke arah Jeni yang sedang melamun.
Sontak Jeni langsung menghapus air matanya dan menyelinap masuk ke dalam mobil Tania.
“Tan, sebenarnya ada apa dengan Louis?” tanya Jeni saat mereka sedang dalam perjalanan.
“Kamu hafal password kamar apartemen Louis kan?” tanya Tania yang semakin membuat Jeni penasaran.
Jeni mengangguk, perasaannya semakin berkecamuk.
“Baik, kita kesana sekarang.” Jawab Tania menggebu dengan melajukan mobilnya begitu kencang.
“Louis selingkuh?” tanya Jeni dengan perasaan yang tidak karuan.
“Kamu lihat aja sendiri Jen, aku gamau menuduh seseorang tanpa bukti.” Jawab Tania sedikit jengkel.
Sudah kesekian kalinya memergoki Louis dengan perempuan lain, tapi Jeni tidak pernah percaya. Untuk itu kali ini Tania ingin memperlihatkan sendiri pada Jeni bahwa Louis bukan laki-laki yang baik untuknya.
“Baiklah, semoga tuduhan kamu salah.” Kekeh Jeni.
Tania hanya tersenyum simpul mendengarnya, ia yakin kali ini Jeni akan begitu kaget karena laki-laki yang selama ini ia puja-puja ternyata sama buruknya dengan tingkah ayahnya.
Tak berselang lama, mobil Tania akhirnya sampai di gedung apartemen “Elite City” tempat tinggal Louis. Jeni kemudian turun dari mobil dengan perasaan campur aduk, jantungnya semakin berdegup tak karuan, hingga berkali-kali ia berusaha menghela nafas untuk mengontrol emosinya.
“Kamar Louis ada di lantai berapa?” tanya Tania.
“Lantai delapan,” jawab Jeni singkat.
Tania hanya manggut-manggut. Jeni dan Tania kemudian masuk ke dalam pintu lift menuju lantai delapan.
“Louis plis, tolong jangan hancurkan kepercayaanku padamu.” Pinta Jeni dalam hati.
5
6
7
8
Pintu lift kemudian terbuka, Jeni yang tidak sabar dengan apa yang sebenarnya ingin dimaksud Tania, langsung buru-buru keluar dari pintu lift dan setengah berlari menuju kamar Louis.
Dengan sedikit gemetar, tangan Jeni lincah menari di layar sentuh pintu smart lock kamar Louis untuk menekan angka demi angka agar pintu bisa terbuka, dan saat pintu sudah terbuka. Jeni langsung berlari masuk ke kamar Louis dengan hati tak sabaran.
“Louis!” teriak Jeni.
Apartemen Louis tampak sepi, Jeni kemudian langsung menerobos ke kamar dan tanpa permisi membuka pintu kamar Louis yang tidak dikunci.
Jeni kemudian menghela nafas lega saat melihat Louis yang ternyata sedang tertidur pulas.
“Kamu lihat sendiri kan Tan, Louis sedang tidur,” ucap Jeni yang tampak merasa menang.
Tania hanya diam, ia merasa Louis sedang mempermainkan dirinya karena jelas-jelas tadi Tania melihat secara gamblang bahwa Louis sedang menggandeng mesra seorang Renata masuk ke dalam gedung apartemen itu.
“Tapi Jen, aku melihatnya sendiri. Louis sedang bergandengan mesra dengan...”
“Cukup Tania!” seru Jeni geram.
“Jeni, aku tidak bohong.” Bentak Tania kesal.
“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kalian di apartemenku dan teriak-teriak seperti ini?” timpal Louis yang pura-pura baru bangun tidur.
“Tidak Louis, maafkan kami. Ini semua hanya salah paham.” Jelas Jeni.
Tania menatap Louis penuh kebencian, ia bersumpah dalam hati bahwa ia akan mengajak Tamara untuk menjebak Louis, Tania tidak tega melihat Jeni yang terus-menerus dibodohi oleh Louis.
“Oh ya Jen, maaf aku tidak menjemputmu. Aku ketiduran, maaf ya.” Ujar Louis yang pura-pura merasa bersalah pada Jeni.
“Iya, tidak apa-apa.”
“Louis, aku tahu semua kebohonganmu. Mungkin kali ini aku tidak bisa buktiin itu ke Jeni, kamu boleh menang sekarang, tapi jangan harap kemenangan akan selalu berpihak pada orang licik sepertimu.” Ujar Tania berang.
“Aku gak ngerti maksud kamu apa. Jelas-jelas aku baru bangun tidur.” Elak Louis.
“Bulshit!” umpat Tania yang kemudian nyelonong keluar dari apartemen Louis.
“Louis, aku minta maaf atas kejadian ini. Aku pulang dulu ya.” Pamit Jeni.
“It’s okey. Hati-hati!” ujar Louis yang sambil mengelus-elus puncak kepala Jeni.
Jeni tersenyum dan mengangguk, ia kemudian keluar dari apartemen Louis dan berlari menyusul Tania.
“Tania, tunggu!” teriak Jeni.
Tania tak peduli dengan Jeni. Ia buru-buru masuk ke dalam pintu lift. Sementara pintu lift langsung menutup sehingga Jeni tidak bisa masuk dan menyusul Tania. Jeni melenguh nafas berat, selain karena ia kelelahan berlari Jeni juga masih bingung terhadap Tania yang selalu menuduh Louis selingkuh.
“Maafin aku Tan, aku yakin maksud kamu baik, tapi kenapa tuduhan kamu selalu salah? Apa memang Louis yang begitu pandai mengelabuhi semua orang?” gumam Jeni dalam hati.
Halo readers. Selamat datang di n***l perdanaku di Goodn***l. Semoga kalian suka ya 😊 jangan lupa kritik dan sarannya agar author bisa lebih lagi cara menulis dan menuangkan ide ceritanya. Thank you 😊
Bisa sapa author di IG @ritahawa_
Jeni dan Louis tidak bisa menahan tawa dan mereka berdua mengangguk setuju demi menyenangkan putri kecilnya.“Berhentilah tertawa Ma, Pa. Ayo kita sarapan!” Louis mengerutkan keningnya dan dia menoleh ke arah Jeni. Maksudnya Jeni saja baru bangun tidur, siapa yang menyiapkan sarapannya? Tidak mungkin Aluna sendirian.Seolah mengerti pemikiran Louis, Jeni menjelaskannya, “Aku menyewa Bibi untuk memasak setiap pagi di sini.” “Kenapa tidak kamu sendiri yang memasak?” “Karena aku harus menulis setiap pagi, aku merasa itu waktu yang paling tepat untukku.” Louis tampak tidak setuju.“Lalu bagaimana kalau kita sudah menikah lagi? Apa kamu tidak akan memasak untukku?” tanyanya cemberut.Jeni tersenyum lembut dan ia mengelus wajah Louis dengan gemas, “Itu lain lagi.” Louis berubah senang sehingga ia ingin sekali menarik Jeni dalam pelukannya dan memagut bibirnya seperti semalam.Namun pemikiran itu segera diusir cepat oleh Aluna ya
Jeni dengan cepat menepis tangan Louis, lalu merubah posisinya lagi dan kali ini memunggunginya.Louis tak menyerah, ia justru semakin berulah. Aluna di gendongnya pelan-pelan dan dipindah ke tempatnya dengan guling besar di sisinya agar tidak terjatuh, sementara Louis saat ini menempati posisi Aluna hingga berada sangat dekat dengan Jeni. “L... Louis, tolong jangan macam-macam!” Cegah Jeni dengan suara pelan namun sebenarnya ia sangat ketakutan.Padahal Louis hanya memeluknya dari belakang dan membenamkan kepalanya ke punggung Jeni sambil mencuri aroma khas lily of the valley pada tubuh Jeni yang membuat Louis sangat nyaman.“Louis, lepas!” desis Jeni dengan suara setengah berbisik karena takut membangunkan putrinya.Namun, pelukan Louis semakin erat hingga bokong Jeni bisa merasakan sesuatu yang tegang di tengah Louis. Ia bergidik ketakutan dengan degup jantung tak karuan, ia sudah lama sekali tidak mengalami sentuhan seperti ini karena Steven
“Aluna, apa kamu tidak menyayangi uncle?” Tanya Jeni waktu itu sebelum akhirnya ia benar-benar menyetujui permintaan Steven untuk bercerai.Jeni masih ingin mempertahankannya, meski godaan dari Louis luar biasa. Jeni yang masih sangat mencintai Louis selalu saja hampir goyah dengan perhatian yang Louis berikan selama di Singapura. Tapi ia benar-benar masih meneguhkan hatinya untuk Steven, ia pantang menjanda kedua kalinya, juga karena Steven sudah berbaik hati padanya selama ini saat ia berada di posisi terburuk. Tapi jawaban Aluna membuat seolah dirinya tertampar keras oleh sebuah kenyataan.“Sayang Ma, tapi Aluna lebih sayang sama Papa.”“Kenapa? Uncle juga sangat baik sama Mama dan Aluna.” Aluna mengangguk-angguk membenarkannya, tapi gadis cilik itu memutar otaknya untuk menemukan jawaban yang tepat.“Tapi Aluna ingin Mama dan Papa,” lirihnya.Meski hanya pernyataan singkat dengan menekankan kata ‘ingin’ itu sudah sangat jelas di mata Je
“Ehem...” Deheman Steven sukses membuat keduanya melepas dengan gugup. Terutama Jeni, ia menoleh ke arah Steven dengan pandangan horor, sangat takut sehingga ia mengigit bibir bawahnya, tidak berani mengatakan apapun meski hanya sedikit penjelasan.“Itu tidak seburuk yang kamu lihat Stev.” Perkataan Louis setidaknya sedikit membantunya untuk menjelaskan pada Steven yang saat ini menahan ribuan emosi dengan tatapan tajamnya. Steven mengangkat sudut bibirnya membentuk seringai sinis. Setelahnya ia mengangkat satu tangannya di udara dan berbalik, ia terlihat sangat kecewa.“Jaga Aluna sebentar.” Seru Jeni sambil buru-buru mengejar Steven.Louis hanya diam dan merasa iba dengan Jeni. Jika saja ia tidak meninggalkan Jeni waktu itu, Jeni pasti masih menjadi miliknya sampai sekarang dan tidak perlu mengalami posisi yang sangat sulit seperti ini. Louis menghela nafas sebelum akhirnya menjatuhkan dirinya di sofa dan memijat pelipisnya.Di koridor r
Jeni dan Louis kembali saat Aluna sedang menangis keras. Melihat hal itu Jeni Louis sangat panik dan ia setengah berlari untuk menghampiri Aluna. “Steven, Aluna kenapa?” Jeni bertanya heran sambil memeluk Aluna yang terisak. Steven hanya diam dan menatap Aluna dengan rasa bersalah. “Apakah kamu mencoba bertengkar dengan putri kecilku Stev?” Tuduhan Louis sontak membuat Steven berubah emosi dengan cepat, ia menatap Louis geram. “Una, mau Papa.” Teriak Aluna sebelum Steven bisa menjelaskannya. Louis tersenyum ke arah Steven penuh kemenangan dan langsung menghampiri putrinya. “Ya Sayang, apa uncle menyakitimu?”Steven memelototi Louis tajam dan nafasnya terengah-engah karena terlalu banyak emosi yang ia tahan hanya demi janjinya terhadap Jeni. Menyadari tatapan tajam di balik punggungnya, bibir Louis berkedut membentuk senyum samar, ia sangat senang dengan posisinya saat ini karena Aluna lebih menginginkannya. “Papa, una mau de
Louis datang dengan sekantung belanjaan di kedua tanganny, Jeni yang sangat kelaparan langsung antusias begitu melihatnya. “Beli apa aja?” “Semua kesukaan kamu.” Bibir Jeni berkedut dan membentuk senyuman tipis. Entah kenapa hatinya berbunga-bunga padahal jelas dia istri Steven sekarang. Baru sadar kalau dia istri Steven, Jeni cepat-cepat menepis pemikiran tentang Louis, ia membuka kantung makanan itu dan lagi-lagi hatinya goyah, rasanya ingin melonjak seperti anak kecil yang diperbolehkan makan es krim favorit oleh ibunya. Jeni jadi berubah sangat plin-plan, hatinya terlalu lemah untuk Louis. Louis tersenyum senang mendapati kebahagiaan Jeni. “Lengkap kan? Itu bukti aku tidak sepenuhnya melupakanmu Jen, hanya saja kemarin... Mungkin Renata menyihirku.” Jeni hampir tersedak salivanya sendiri dan ia tidak tahu harus tertawa atau menangis sekarang.“Dan sekarang menurutmu sihir itu sudah hilang?” sahut Jeni menggoda. Louis men
Louis tersenyum tipis dan tidak mengatakan apapun lagi, ia mengikuti Jeni untuk menyandarkan punggungnya ke sofa lebih nyaman sambil menoleh ke samping memperhatikan Jeni yang saat ini tengah tertidur.“Kenapa dia sangat cantik sekarang? Apa karena dulu aku tidak pandai merawatnya?” batinnya.“Aku janji Jen, begitu Tuhan mengijinkanku untuk kembali padamu suatu saat nanti, aku akan menjadikanmu perempuanku selama sisa hidupku.” Lanjutnya.Jeni yang sebenarnya tidak berniat tidur, bisa merasakan tatapan Louis yang begitu intim padanya jadi dia sengaja membuka mata.“Kenapa kamu melihatku seperti itu? Aku sepupu iparmu sekarang.” Jeni mencoba mengingatkan Louis dengan kesal.Louis menarik sudut bibirnya membentuk senyuman jahat yang membuat Jeni bergidik, jadi ia langsung bangkit dan pindah duduk di samping tempat tidur Aluna. Ia membuka ponselnya dan mengecek pesan yang ia kirimkan pada Steven kemarin, masih tidak
Hari ini adalah hari ulang tahun Aluna, meski tanpa perayaan mewah dan resmi seperti ulang tahun sebelumnya, namun Jeni masih berusaha menyenangkan putri kecilnya yang saat ini masih terbaring lemah di rumah sakit.Ia beserta mamanya dan Louis datang dengan membawa kue ulang tahun berlapis dan beberapa kado kecil. Aluna sangat senang dan wajahnya berubah kembali ceria meski masih terlihat pucat.“Selamat ulang tahun Aluna kesayangan Mama, cepat sembuh ya.” Jeni mencium kening Aluna begitu lama dengan air mata yang tiba-tiba mengalir pelan di pipinya.“Una duga cayang Mama. Yup yu.”Jeni terkekeh pelan sambil menyeka air matanya, “Love u too.”“Selamat ulang tahun anak Papa yang cantik, cepat sembuh ya.”Louis yang berada di sebelah lainnya langsung menciumi pipi Aluna. Aluna sangat senang dan wajah anak itu benar-benar berbinar bahagia.“Una cayang Papa,” balasnya.Lou
Steven tidak berani membantah apapun dan langsung menuruti keinginan Jeni untuk membawa ke rumah sakit tempat Aluna dirawat. Meski dalam hatinya ada sedikit kekecewaan mengingat hari ini adalah hari pertamanya dan Jeni sebagai pasangan suami istri.Tentu ia sama dengan laki-laki pada umumnya yang masih menginginkan kebahagiaan sebagai pengantin baru. Untuk itu dia diam-diam mendengus getir saat dalam perjalanan ke rumah sakit.“Stev, cepatlah! Apa kamu sengaja melakukannya?” Jeni berteriak kesal menyadari Steven mengosongkan pikirannya dan melajukan mobilnya dengan malas-malasan.“Aku minta maaf.” Lirih Steven.Setelah itu Lamborghini tiba-tiba melaju seperti mobil pembalap dunia, alhasil mereka tiba di rumah sakit dengan sangat cepat.Begitu Lamborghini baru saja terparkir, Jeni langsung berlari tanpa mempedulikan Steven, di pikirannya hanya ada Aluna dan Aluna.“Bagaimana keadaan Aluna, Ma?” Jeni bertany