Sisa hari itu berlalu begitu cepat, tak terasa malam hari dan saat ini Louis sedang makan malam bersama kedua orang tuanya di rumah.
Ada yang ingin Louis katakan pada papinya, namun entah kenapa tenggorokannya seperti tercekat, akhirnya Louis mengisyaratkan matanya untuk menyuruh maminya.
“Pi,” tegur Monica di sela makan malam itu.
“Iya.”
Aditya Saloka menjawab tanpa menatap, ia terlalu fokus pada makan malamnya karena seharian tadi ia begitu sibuk hingga tidak memperhatikan perutnya yang belum terisi apapun selain air mineral.
“Louis, sebenarnya mau bicara sama Papi, kalau dia ingin melamar pekerjaan di perusahaan Papi,” lanjut Monica.
Aditya Saloka hampir tersedak, ia buru-buru meraih minumnya dan kemudian menghentikan aksi sendok garpunya.
“Benar begitu Louis?” tanyanya dengan tatapan penuh selidik.
Pasalnya selama ini Louis selalu menolak dengan dalih ingin menyelesaikan kulia
***Pagi-pagi sekali Tania tiba di rumah Tamara, pada saat itu Tamara sedang sarapan sendirian di ruang makan dan ia dikagetkan oleh kepulangan Tania, Tamara sangat senang dan ia memeluk Tania dengan erat.“Aku kangen sama kamu Tan.”“Aku juga, kamu baik kan?”Tamara mengangguk, namun ia berubah murung saat ingat masalah Jeni, Tania segera bereaksi untuk bertanya kepada Tamara, “Kenapa kamu tiba-tiba sedih?”“Ayo kita sarapan dulu, aku janji nanti akan cerita semuanya sama kamu Tan.”Tania mengangguk setuju karena perutnya sudah keroncongan akibat perjalanan pagi-pagi menuju ke Jakarta.Mereka sarapan berdua kemudian Tamara menggiring Tania ke kamarnya ketika selesai sarapan.“Ada yang ingin aku ceritain sama kamu Tan, tapi kamu jangan kaget ya?”Tania mengangguk ragu-ragu meski dalam hatinya justru sangat deg-degan.“Ini soal Jeni Tan, jadi ternyat
“Nanti malam saya akan mengudang semua dewan eksekutif perusahaan juga beberapa perusahaan lain untuk makan malm di ballrom hotel Saloka, saya akan mengumumkan berita baik ini kepada mereka semua, meski Louis belum lulus kuliah tapi saya percaya dia bisa sama hebatnya sepertimu Stev, kalian penerus keluarga Saloka yang luar biasa, sembari mengawasi kinerja kalian, saya juga ingin mengembangkan perusahaan Saloka secara global, saya akan lebih memperhatikan beberapa perusahaan yang ada di luar negeri,” lanjut Aditya Saloka begitu semangat.Steven menanggapi hal itu dengan suka cita, akhirnya Saloka Group dipercayakan padanya, setidaknya ia sudah mewujdukan impian almarhum sang ayah.Sementara Louis merasa tidak senang karena Axel Corp hanya perusahaan kecil baginya, ia lebih menginginkan kedudukan di Saloka Group, maka ia tidak bisa menahan diri untuk tidak protes kepada ayahnya.“Maaf Pi, tapi kenapa saya harus ditugaskan di Axel Corp? Bukankah
“Aku pasti akan membalas perasaan Steven, dan aku sudah pernah mengatakan itu padanya, namun aku rasa saatnya belum tepat untuk sekarang, Louis menuduh bahwa anak ini adalah anak Steven, aku rasa itu tidak adil, Steven bahkan selalu menjaga dan menghormatiku.”“Jadi Louis mengira bahwa anak ini adalah anak Steven? Brengs*k sekali dia,” Tania bersungut marah.Jeni mengangguk membenarkannya.“Apa karena itu juga Louis mencelakaimu Jen?”“Iya Tam, Renata seakan sudah mencuci otak Louis, makanya dia semakin membenciku.”Tania dan Tamara memeluk Jeni, mereka seakan ikut merasakan kesedihan sekaligus kekecewaan yang dirasakan oleh Jeni.Lama mereka berpelukan dan pada akhirnya mereka mengajak Jeni pulang, Jeni menyetujuinya dan mereka keluar dari rumah sakit.Di parkiran, mereka bertiga sudah ditunggu oleh sopir Tamara dan mobil alphard siap melaju ke Graha Ayu Residence.Mereka tiba di
Jeni hanya memaksakan tersenyum mendengar rencana mereka, lagipula ia juga tidak peduli lagi dengan Louis.Jika dia masih mau bertanggungjawab, Jeni akan tetap menerimanya dengan suka cita, jika tidak dia hanya pasrah.“Ya sudah kalau begitu terserah kalian, terimakasih sudah mau membantuku. Aku ke kamar dulu ya, kepalaku sangat pusing.”Tamara dan Tania mengangguk mengijinkannya.Jeni kemudian bangkit dari duduknya dan pergi ke lantai dua menuju kamarnya, rumah Tamara sangat luas jadi meski ia hanya numpang di sana untuk sementara waktu, baik Jeni maupun Tania menempati kamar sendiri-sendiri.Jeni kemudian menonaktifkan ponselnya begitu ia merasa sangat mengantuk dan ingin istirahat.Semantara di taman belakang, tanpa sepengetahuan Jeni, Tania dan Tamara yang masih asik mengobrol, menelfon Steven dan memyuruhnya ke rumah Tamara.Steven yang saat itu sedang dalam perjalanan pulang, mengaku tidak keberatan saat dihubungi, m
“Saya dijebak Om, saya....”“Louis! Kalau kamu masih berani bohong, Papi tidak akan segan mencabut semua fasilitasmu,” teriak Aditya Saloka murka.Louis mendesis geram, diam-diam ia mengepalkan tinjunya dengan erat, rahangnya menegang dan sorot mata kebencian ia tujukan pada Jeni dan teman-temannya.“Mami yakin Louis tidak salah Pi,” timpal Monica.“Diam!” bentak Aditya pada istrinya.“Kalau kamu tetap tidak mau mengakuinya, Papi sendiri yang akan menjebloskan kamu ke penjara!” seru Aditya Saloka yang seakan habis kesabarannya.Louis menunduk, ia malu pada keluarga Renata sekaligus murka, tubuhnya gemetar hebat, ia kemudian mengangkat wajahnya dan memandang ke arah Renata yang tampak menahan Louis untuk mengakuinya.Louis jadi semakin bimbang.“Ayo cepat katakan Louis!” paksa Aditya Saloka lagi.“I... iya Pi, Louis minta maaf kepada semuanya, L
Keesokan harinya, Steven datang ke rumah Tamara untuk menjemput Jeni dan mengantarnya pergi ke toko bunga, selain itu juga, Steven ingin tahu hasil menjebak Louis kemarin karena Steven sangat sibuk hingga ia sama sekali tidak ada waktu untuk bertanya soal itu.“Jadi, bagaimana reaksi Om Aditya dan juga lainnya Jen?”“Mereka sangat syok, dan keluarga Renata membatalkan pertunangan juga pernikahan Louis.”Steven tersenyum puas dan dengan tidak sabar ia berkata, “Lalu apa hukuman yang Om Aditya berikan untuk Louis?”Jeni tak langsung menjawab, ia melirik ke arah Steven dengan berbagai kekhawatiran yang tampak di matanya yang indah.“Kenapa kamu diam Jen? Aku bahkan sudah tidak sabar untuk mendengarnya.”“Steven, aku minta maaf, dari awal aku sebenarnya tidak menginginkan rencana ini, aku sudah melupakan Louis, tapi kalian selalu memaksaku.”“Maksud kamu?”Stev
“Apa yang membuatmu trauma?”Jeni menggeleng, ia tidak mungkin menceritakan semuanya pada Louis soal Renata yang berkali-kali ingin mencelakainya.“Jeni, aku calon suamimu,” ujar Louis meyakinkan Jeni agar berkata jujur.Ekspresi Jeni berubah, tidak menyangka Louis akan mengatakan itu padanya, maka ia memberitahukan yang sebenarnya tentang Renata yang berkali-kali ingin membuatnya keguguran.“Jadi semua ini karena Renata?”Jeni mengangguk.“Tapi aku tidak suka kamu tinggal di rumah Tamara, aku tahu mereka tidak suka padaku, aku janji akan menjagamu Jeni, kamu harus percaya padaku, kamu mau kan aku carikan kos?”Jeni menghela nafas, pada akhirnya ia pasrah dengan Louis dan mengangguk.Mereka kemudian tiba di sebuah kos ‘La Venna’, sebuah kos dengan bangunan minimalis modern, sepertinya kos ini baru saja dibangun beberapa bulan lalu karena semuanya masih terlihat baru.
“Jeni kamu kenapa?” terdengar suara panik Steven di seberang telepon.“Perutku sakit Stev.”“Kamu dimana sekarang?”“Kos La Venna kamar nomor 05, Stev tolong cep....”Jeni tidak bisa mengatakan apapun lagi, ia pingsan di depan kamarnya dengan kondisi pintu terbuka.Sementara di apartemennya, Steven semakin panik, ia berkali-kali meneriaki Jeni namun sia-sia, Steven kemudian mengambil kunci mobilnya dan bergegas ke sana.***“Tolong... tolong! Ada yang pingsan.” Teriak seorang perempuan berusia sama dengan Jeni, ia baru pulang kerja hendak ke kamarnya, namun justru perempuan itu medapati Jeni tergeletak pingsan di tengah pintu.Menit berikutnya, beberapa penghuni kos lain berkumpul dan kemudian memanggil ibu kos.“Kenapa dia bisa pingsan?”“Saya tidak tahu Bu.”Ibu kos kemudian memanggil suaminya dan membawa Jeni ke rumah sak