Sesampainya di tempat makan, Lula dan Fitri segera memesan 2 porsi makanan dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka. Mereka berdua memilih tempat duduk lesehan karena lebih nyaman untuk makan sembari berbincang.
Meski bukan tempat yang mewah, tapi tempat itu sangat ramai pengunjung. Warung tenda yang hanya buka tiap malam hari itu, terletak di lahan parkir depan pasar. Mereka berjualan disitu karena pada malam hari pasar tutup sehingga bisa mereka gunakan untuk berjualan. Hanya beralaskan tikar - tikar yang memanjang untuk duduk para pembelinya. Namun, tempat itu sudah menjadi tempat makan favorit Lula sejak ia kos di dekat situ. Tak jarang, ia selalu makan bersama Fitri atau Risti ditempat itu hingga penjualnya sudah hafal dengan menu yang biasa Lula pesan.Akhirnya makanan yang ditunggu-tunggu pun datang, mereka berdua segera menyantap habis makanan tersebut tanpa sisa. Makanan yang mereka jual memang memiliki rasa yang enak. Tak heran, jika pelanggannya sangat banyak. Seusai makan mereka lanjutkan untuk saling berbincang."Mba maaf aku mau tanya." tanya Fitri sembari meletakkan gelas minumnya. Ia terlihat seperti penasaran dengan sesuatu."Iya Mba?" Lula menimpalinya."Maaf ya Mba sebelumnya, tadi pagi aku dengar ada suara pria yang datang mengetuk pintu kamar kamu. Aku sedikit mendengar perbincangan kalian dari dalam kamarku. Ada masalah apa Mba?" tanya Fitri dengan nada pelan. Ia sungkan menanyakan hal itu pada Lula. Tapi dia sendiri khawatir sekaligus penasaran."Oh itu Mba, tadi itu polisi yang datang memeriksaku karena kemaren aku sempat menerima paket dari Langit. Kamu tahu Langit kan Mba?" jelasnya. Lula menceritakan kejadiannya pada Fitri."Iya tau Mba, kok bisa polisinya nyari kamu? Emang mas Langit ngirim apa?" Tanya Fitri penasaran. Raut wajah Fitri terlihat terkejut."Dia ngirim narkoba Mba, Aku gak tahu sampai akhirnya polisi datang dan memberitahuku tadi. Aku sempat gak percaya, tapi itulah kenyataannya." Lula menjawab tanpa semangat, ia menundukkan kepala. Seharian itu ia sudah berkali-kali cerita pada teman kantornya."Asstagfirulloh, tega banget dia Mba. Aku tadi sampe kaget, ketakutan dan gemeter Mba. Pas mau keluar buka pintu buat berangkat kerja aja deg-deg an takut banget. Sampe-sampe dengan bodohnya, aku turun dan sampai bawah baru sadar kalo helm ku masih ketinggalan diatas. Akhirnya aku naik lagi ambil helmku cepat-cepat." jelas Fitri dengan ekspresi wajah serius dan polosnya."Hahahahaaaaaa, Ya Ampun." seketika Lula tertawa mendengar cerita Fitri seakan ia lupa dengan permasalahannya. Lula merasa kejadian itu sangat lucu ketika Fitri lupa membawa helmnya. Lula membayangkan kejadian yang dialami Fitri pagi tadi."Beneran Mba, aku takut banget denger suara kayak gitu." Fitri kembali meyakinkan Lula. Sedangkan Lula masih menahan tawa membayangkan ekspresi Fitri yang ketakutan.Selesai berbincang untuk waktu yang cukup lama dan perut yang sudah kenyang, akhirnya mereka kembali ke kamar kos masing - masing bermaksud untuk segera beristirahat karena paginya mereka harus kembali kerja.Keesokan paginya, Lula memulai aktivitas seperti biasa. Ia bangun dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.Sesampainya di kantor, Pak Zack menghampirinya dan mengatakan kalau nanti siang temannya yang merupakan seorang pengacara akan datang ke kantor untuk menemuinya."La, nanti siang sehabis makan kamu cepat kembali ke kantor ya! temanku akan menemuimu." seru Pak Zack."Ah, baik Pak. Nanti bapak temenin saya kan? saya takut sendiri Pak." ucapnya dengan wajah memelas."Iyaaa, nanti ku temani." jawabnya singkat lalu berlalu pergi meninggalkan meja Lula."Makasih ya Pak, maaf merepotkan bapak." ucapnya setengah berteriak dengan penuh senyuman diwajahnya.Waktu menunjukkan pukul 12.00 wib, Lula segera pergi ke mushola. Setelah selesai sholat, dengan cepat ia segera menuju foodcourt bersama dengan Bianca dan Fafa untuk makan siang.Hari itu Lula sedikit lebih cepat menghabiskan makan siangnya daripada hari biasanya yang ia habiskan untuk berbincang bersama teman-temannya setelah makan, karena mengingat sudah ada janji dengan Pak Zack dan temannya."Buru-buru amat La?" tanya Bianca heran. Ia memperhatikan gerak gerik Lula yang terlihat buru-buru saat makan."Iya Mak, aku harus segera menemui teman Pak Zack selesai makan." Lula menjawab pertanyaan Bianca dengan makanan yang penuh di mulutnya."Ooohhh, jadi ketemu hari ini to?" Tanya Fafa. Ia ingat perbincangan Lula dan Pak Zack dihari sebelumnya."Iya jadi Mak, aku naik duluan ya Mak. Daaaa!" Lula terlihat sudah menghabiskan makanannya. Ia kemudian pamit untuk kembali kekantor terlebih dulu pada kedua temannya yang masih sibuk menyelesaikan makan siang mereka.Sesampai di kantor, Lula langsung menuju ke dalam ruangan Pak Zack bermaksud mencari tahu ada tidaknya beliau diruangannya.Tok! Tok! Tok!CeklekLula membuka pintu ruangan Pak Zack setelah mengetahui beliau sudah menunggu diruangannya."Ayo La! temanku sudah menunggu di lobby." ajak Pak Zack.Lula masih berdiri di depan pintu, ia segera mengikuti langkah kaki Pak Zack yang keluar untuk menemui temannya.Sesampainya di Lobby, Lula melihat seorang pria duduk sendirian di sofa. Ya, dia adalah teman Pak Zack.Pak Zack segera menjabat tangan temannya tersebut di ikuti oleh Lula. Beliau segera mendudukkan badannya di depan temannya, sedangkan Lula duduk di sebelah Pak Zack. persis seperti seorang anak yang mengikuti bapaknya."Mas kenalkan ini Lula. Anak yang aku ceritakan kemaren." ucap Pak Zack pada Temannya."Iya Zack." jawab Pak Henry sembari tersenyum ke arah Lula."Nama saya Henry La." kata Pak Henry pada Lula."Jadi gimana ceritanya? coba jelaskan padaku!" tanya Pak Henry.Lula menjelaskan permasalahannya panjang lebar pada Pak Henry secara rinci."Saya harus bagaimana Pak jika seperti ini keadaanya?" tanyanya dengan ekpresi wajah yang memelas."Kamu tenang aja, saya akan bantu kamu. Siapa nama polisi yang datang ketempatmu? Aku kenal atasannya cukup dekat. Nanti aku akan bicara pada atasannya agar mereka bekerja dengan benar dan tak berani macam-macam sama kamu." kata Pak Henry meyakinkan Lula."Baik Pak, sebelumnya terima kasih banyak karena telah menyempatkan waktu bapak untuk menemui dan mendengarkan permasalahan saya." kata Lula sambil tersenyum."Iya santai saja, aku sudah berteman cukup lama dengan Pak Zack. Jadi jangan sungkan untuk meminta bantuanku. Nanti aku akan mempertemukanmu dengan atasan polisi yang datang ketempatmu ya? agar dia bisa lebih tahu kejadian yang sebenarnya." titah Pak Henry."Nanti berikan nomormu padaku! jadi sewaktu-waktu kamu bisa mengabariku. Terus beri kabar padaku dan hati-hati ya La, jangan gegabah dan tetap tenang!" himbau Pak Henry pada Lula."Baik Pak." Lula menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan Pak Henry.Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!