CYRUS POV
"Kau masih hidup?" tanyaku seraya bangkit dari duduk dengan tatapan penuh kebencian ke arahnya.
"Selama kau hidup, bagaimana aku bisa mati? Kau adalah jiwaku"
Sebuah senyuman kecut ku tunjukkan kepadanya. "Jiwa mu yang telah kau bunuh dengan tangan mu sendiri Cyrus yang kau kenal sudah mati, maka seharusnya kau juga mati bersamanya"
Dia tidak membalas perkataan ku, hanya senyuman tanpa rasa malu sedikitpun.
"Pergilah, aku tidak ingin melihat mu di sini"
Tidak merasa tersinggung karena telah mengusirnya, ia malah pergi dengan suka rela dan sempat-sempatnya ia tersenyum penuh kebahagiaan di hadapan ku.
Untuk memastikan kalau ini bukan khayalan kepalaku, dengan perasaan penuh amarah ku raih dokumen yang sudah di tandatangani olehnya. Dan benar saja, namanya tercantum di bawah tanda tangannya.
"Argh!" ku lempar kertas itu agar namanya menjauh dari diriku.
Kenapa ia harus kembali? Kenapa ia harus hadir di dalam hidup ku lagi? Kenapa ia harus berada di sisi ku lagi? Kenapa?!
"Emperor?" Rayden berdiri di ambang pintu dengan ekspresi khawatir.
"Kenapa kau membawanya kemari?" tanyaku dengan nafas terengah menahan amarah.
"Dia menyelamatkan mu dari maut"
"Tapi dia yang membunuhku 5 tahun yang lalu!" hatiku seperti terbakar saat ini. Darah ku mendidih, amarah ku tiada tara mengingat perlakuannya kepada ku 5 tahun yang lalu. "Aku tidak pernah menyembunyikan apapun darimu, dan kau tahu itu" kini mataku terasa panas, rasanya air akan segera keluar dari mataku untuk mengurangi rasa panasnya.
"Aku tahu itu, tapi kau hanya perlu berterimakasih kepadanya dan mengusirnya pergi dari sini. Kau cukup melakukan itu"
"Persetan dengan semua itu" gumamku seraya membelakanginya. Aku tidak ingin ia melihat ekspresi ketidak berdayaan di wajahku.
"Apa ini?" Rayden pasti sudah menemukan kertas kusut yang ku lempar tadi.
"Cyrus, apa ini? Ini.. Kau mengajukan kontrak kerja yang.. Dia bahkan tidak bisa di pecat kecuali sesuai keinginannya? Bagaimana bisa kau memberikan kontrak seperti ini kepadanya? Apa dia mengancam mu selama kalian berbicara? Apa dia.."
"Dia tidak melakukan ataupun mengatakan apapun"
Langkah Rayden berhenti ketika ia berdiri di hadapanku. "Lalu kenapa kau memberikan ini kepadany? Dan bagaimana dia bisa menandatanganinya?"
Ku pejamkan mata ku, menyesali atas kebodohan yang telah ku lakukan. "Ku buat dokumen itu sebelum ia datang dan ku berikan tanpa menatap wajahnya sedetikpun"
Saat ku buka mataku, Rayden sedang menatapku dengan tatapan tak percaya. "Apa? Apa yang kau lakukan?" ku hanya terdiam seraya menggelengkan kepala dengan pelan. "Oh tuhan! Kau.. Kenapa kau tidak menoleh kearahnya? Kenapa kau begitu bodohnya?"
"Ya, makilah diriku. Pukulah diriku. Hanya dengan begitu aku bisa sadar atas kesalahan ku dan tidak akan pernah mengulanginya lagi"
"Apa dengan pukulan dari ku bisa memperbaiki segalanya?" Rayden mendekat kearah ku. "Satu-satunya cara untuk tidak mengulangi kesalahan adalah dengan menerima kesalahan mu dan perbaiki semuanya sampai keadaan membaik"
"Aku rasa, aku tidak akan bisa memperbaikinya"
"Setiap manusia selalu memiliki kesempatan kedua, dan kesempatan itulah waku yang tepat untuk memperbaiki kesalahan" Rayden meletakkan tangannya di bahu ku. "Aku bersama mu. Kau tahu itu"
Rayden benar, hanya aku yang dapat memperbaiki segalanya. Jika aku yang memberikannya kesempatan untuk kembali ke kehidupan ku, maka hanya aku yang dapat menjauhkannya dari kehidupan ku.
*******
Setelah semua keributan yang terjadi di kehidupan ku, hanya segelas wine dan angin sejuk yang dapat menenangkan ku.
Entah kenapa rasanya seperti sulit untuk melangkah ke depan. Rasanya seperti aku hanya berlari di tempat. Atau lebih buruk lagi, aku hanya berdiam diri sembari menatap lurus tanpa arah.
Dari balik kaca jendela, dapat ku lihat wanita yang begitu ku benci berjalan di taman castle dengan sekeranjang sprei. Jika boleh ingin rasanya ku tembak kepalanya itu dari atas sini, tapi tidak mungkin aku melakukannya meski kebencian ku kepadanya begitu besar.
Wanita itu terus melangkah hingga akhirnya ia semakin menjauh dan masuk ke tempat khusus untuk mencuci. Masa bodo dengannya, lebih baik aku menyibukkan diriku dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Bagaimana jika aku berpesta malam ini? Itu akan lebih baik untuk menghilangkan sakit kepala ku ini.
Sebelum malam tiba, ku sibukkan diriku dengan menjawab semua dokumen keluhan masyarakat serta beberapa undangan sebagai perayaan ku sebagai emperor. Hingga akhirnya tanpa di sadari langit biru cerah kini telah berubah menjadi biru gelap penuh bintang.
"Kau akan pergi sendiri?" tanya Rayden yang tengah melihatku bersiap.
"Ya, tidak mungkin aku membawa mu"
"Seluruh masyarakat akan tahu kalau yang berada di tempat mereka saat ini adalah the emperor"
Ku tatap wajah kesal Rayden dari pantulan cermin. "Kenapa? Kau khawatir aku menimbulkan kekacauan di kota sendiri?" kancing terakhir kemeja ku berhasil terpasang dengan baik. "Jangan khawatir, aku tidak akan ketahuan. Lagipula aku tidak akan bersenang-senang di kota sendiri"
Rayden mengerutkan dahinya. "Kau akan pergi ke luar kota? Di malam seperti ini? Itu pun seorang diri"
"Tidak keluar kota, hanya di perbatasan kota. Mereka biasanya tidak terlalu memperhatikan orang-orang yang berada di kedai karena banyak imigran yang datang untuk singgah"
"Tak hanya imigran, tapi seluruh penjahat, buronan pun ikut berkumpul di tempat seperti itu"
Semakin lama aku semakin kesal dengan sikap protektif Rayden. "Ck, tenanglah. Aku ini ahli dalam berperang, jadi tidak akan ada yang bisa menyakiti ku. Tugas mu adalah tetap di dalam castle dan perhatikan apa yang terjadi selama aku tidak ada. Dan juga pastikan tidak ada yang menyadari ketidak beradaan ku, paham?"
Aku tidak perlu menunggunya menjawab pertanyaan ku atau sekedar menganggukan kepalanya, karena itu tidak mungkin terjadi.
"Tidak akan lama, tengah malam nanti aku akan kembali dalam keadaan baik-baik saja" ujarku seraya pergi keluar kamar melalui jendela yang sudah ku pasangi kain panjang yang terikat di pagar balkon.
Oh aku sangat menyukai sensasi seperti ini. Dimana aku berpakaian sederhana dengan topi fedora yang menambah pesona ku malam ini.
Kuda yang telah di persiapkan Rayden sebelumnya, kini ku pakai untuk pergi ke kedai di perbatasan kota. Aku akan bersenang-senang malam ini. Semoga saja ada wanita yang dapat menghiburku sejenak.
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, kini aku berada di depan kedai yang penuh penghuninya. Mulai dari pria yang menutupi sebelah matanya, pria berbadan besar dengan banyak bekas jahitan hingga pria mabuk yang di temani banyak wanita cantik.
Ku putuskan duduk di salah satu kursi kosong di depan meja bar.
"Pesan sesuatu teman?" matanya terbelalak ketakutan ketika aku menoleh kearahnya. "The empe-"
"Jangan katakan itu" ku potong ucapannya sebelum banyak orang yang menyadari kehadiran ku. "Berikan aku minuman terbaik mu"
"Baik..."
"Lord, cukup panggil aku dengan lord"
"Baik lord, sesuai keinginan mu" dia pergi untuk mengambilkan minuman ku, sementara aku menatap sekeliling untuk melihat adakah yang bisa menghibur malam ku atau tidak.
"Hai Lord" suara wanita yang tiba-tiba berbisik di telinga ku cukup membuatku sedikit terkejut.
"Kau mengagetkan ku" keluh ku.
"Oh, maafkan aku lord. Aku lihat kau datang seorang diri. Mau ku temani?"
"Perlukah kau menemaniku?" tanyaku menjual mahal.
Jika di lihat dia wanita yang cantik dengan rambut merahnya yang ikal. Pakaiannya terlihat mewah tapi begitu lusuh. Apakah itu pemberian seseorang? Tapi wajahnya terlihat seperti bukan dari kalangan wanita penghibur seperti yang lainnya. Apa dia baru dalam hal ini? Apa ada yang menyuruhnya?
"Siapa nama mu?" tanyaku.
"Apa aku harus memberitahukannya?"
"Tentu, jadi saat aku merasa puas akan pelayanan mu maka aku dapat menyebut nama mu" bisikan ku membuatnya tersenyum malu.
"Saphire, nama ku Saphire"
"Nama mu begitu indah seperti kecantikan mu. Saphire, seperti nama batu permata yang mahal harganya"
Dia semakin mendekat ke arah ku dan berbisik. "Tentu aku begitu mahal karena hanya aku yang dapat memuaskan mu malam ini.. Lord"
"Ini minuman anda, Lord" segelas minuman memabukkan kini sudah berada di tangan ku. Akan kah aku merasa senang malam ini? Tentu saja aku akan merasa begitu bahagia hingga melupakan seluruh kesedihan ku.
"Bagaimana jika kita menentukan tempatnya seraya meminum minuman enak itu?"
"Tentu Saphire, dengan senang hati" ku letakkan gelas kosong itu di atas meja dan meletakkan beberapa uang ku di sampingnya, lalu ku berjalan bersama Saphire menuju lantai dua kedai itu.
Di sepanjang lorong begitu banyak wanita dan pria yang sedang berbincang, bahkan tak sedikit yang melakukan lebih dari itu. Dan langkah kami berhenti di salah satu pintu kayu di ujung lorong. Saphire meminta ku masuk terlebih dahulu, lalu ia menutup pintunya begitu rapat hingga rasanya tidak akan ada nyamuk yang dapat masuk di antaranya.
Seperti malam-malam sebelumnya.. Malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah terlupakan untuk ku.
"Kau begitu lihai dalam melakukannya. Sudah berapa lama kau melatih keahlian mu ini?"
To Be Continued
VALERIE POVDengan bantuan Cyrus dan Rayden, kami semua berhasil tiba di rumah dengan selamat. Perlahan tubuh Alessio direbahkan di atas tempat tidur. Rasa sakitnya pasti sudah berkurang akibat obat yang diberikan Alexa. Wajahnya kini tidak terlalu pucat, dan keringat dingin perlahan mulai berkurang. "Obat ini harus di minum dua jam sekali. Dan obat oles ini, sebisa mungkin di gunakan saat obat yang sebelumnya telah kering." Dua botol dengan cairan hijau diletakkan di atas laci. Yang membedakan hanya tekstur cair dan kental dari masing-masing botol. "Terimakasih," ujarku yang menemukan bahwa sejak tadi Alexa masih menatap Alessio dengan sedih. "Sebaiknya kita kembali." ujar Cyrus yang mencoba mengajak Alexa keluar dari kamar ku. "Tidak bisakah, aku disini malam ini?" pertanyaannya membuat semua orang sedikit terkejut. Bagaimana bisa seorang gadis tinggal bersama pria yang sudah menikah? Terlebih mereka hanya sebatas teman. Apa yang akan dibicarakan semua orang yang mengetahuinya?
Valerie POVSinar senja yang menyinari mereka, menambah keindahan dan keromantisan ketika mereka saling menatap. Ku sadari posisi ku saat ini. Siapa aku di dalam kehidupannya? Hanya seorang wanita yang pernah menyakiti hatinya begitu dalam, hingga ia harus menjauhkan diri dari semua orang.Sampai saat ini, aku masih menyesali hal tersebut. Tapi saat ini, hati ku yang sakit melihatnya."Mau sampai kapan kau menatap mereka?" suara Alessio dari sampingku. Sejak kapan ia berdiri disana?"Kau tidak punya pekerjaan? Enak sekali jadi dirimu, bisa bersantai saat yang lain sibuk memasak untuk makan malam." ia berlalu pergi melewati ku.Dengan cepat aku berjalan di sampingnya. Tak terima dengan apa yang baru saja ia katakan. "Bersantai? Aku bekerja sejak pagi, tapi kau yang datang di waktu yang tidak tepat. Jadi kau hanya melihat ku yang sedang beristirahat, bukan yang sedang bekerja." Tiba-tiba ia berhenti dan menoleh ke arahku. "Sejak kapan kau bicara panjang seperti ini?" Aku seperti s
CYRUS POV"Apa kau ingin melakukan hal buruk di wilayah ku?" Tawanya membuatku semakin kesal dan bingung. "Hal buruk? Bukankah aku adalah penyelamat di negeri ini? Bagaimana bisa kau ..." Ia menghela nafas. "Ini sudah musim semi. Banyak bunga yang baru terbentuk dengan warna yang indah. Dan aku rasa, kau adalah bunga itu." Entah karena terlalu banyak alkohol yang ku minum, atau memang ia berbicara omong kosong. Aku tidak dapat mengerti yang ia katakan. "Terserah kau saja, tapi ingat. Jangan lakukan hal yang tidak baik di dalam castle. Mungkin bagi mu, itu hanyalah tempat tinggal, tapi bagiku, castle layaknya kuil. Harus tetap suci dan bersih dari tindakan tidak pantas.""Ya, mari kita jaga wilayah masing-masing."Minuman keras ia teguk tanpa ragu. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang membuat siapapun yang melihatnya, akan merasa curiga kepadanya. Niat hati ku datang kemari untuk menghilangkan seluruh perasaan resah dan beban yang ku rasakan sejak beberapa terakhir, tapi dengan b
CYRUS POVTidak ku sangka, Alessio memang serendah itu. Bagaimana mungkin ia mengkhianati Valerie disaat seperti ini. Dia adalah suaminya, Valerie yang baru sembuh membutuhkan dukungannya, tapi dia malah bersama wanita lain. "Menjijikkan.""Apa ada yang salah?" Aku tersadar setelah mendengar suara Rayden. Kertas di tanganku sudah tidak berbentuk akibat kepalan kuat yang ku lakukan sejak tadi. "Apa sesuatu yang buruk tertulis disana? Emperor terlihat kesal." "Tidak." ku rapihkan kembali sebisanya. "Tidak ada apa-apa." Rayden hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. "Rayden," aku sempat ragu untuk mengatakannya. "Apa ... Kau dengar kabar dari Valerie?" "Kabar apa yang ingin emperor dengar darinya?" "Maksudku, ini sudah tiga hari sejak ia sakit. Menurutku, dia sudah baik-baik saja hingga dapat membantahku saat di rumah bibi, lalu kenapa ia tidak masuk bekerja?" "Aku bukan pengasuhnya, jadi cukup sulit untuk menjawab pertanyaan emperor." Aku tau dia hanya bercanda, tapi mat
CYRUS POV "Apa yang kalian lakukan?!" Valerie keluar rumah dengan penuh amarah. "Apa kalian tau bibi sedang sakit saat ini!" Ku masukkan kembali pedang ke tempatnya. "Justru itu aku ingin melihatnya! Kenapa tidak ada satupun dari kalian yang mengerti?!" "Kami bukan tidak mengerti" Alessio berdiri diantara aku dan Valerie. "Kami sedang melindungi emperor di negeri ini dari penyakit mematikan" "Bibi adalah keluargaku" "Dan Bibi adalah penyelamatku" tungkas Alessio. "Bibi bukan hanya keluarga mu, tapi dia keluarga semua orang di sekitar sini. Banyak orang memohon untuk bisa menjenguk tapi kami menolaknya, lalu untuk apa kami membiarkan emperor masuk ke dalam? Bagaimana jika daya tahan tubuh emperor lemah hingga menyebabkan kematian? Apa emperor kami adalah seseorang yang sangat tidak bertanggung jawab?" Setelah keributan panjang, akhirnya kuping dan otak ku kembali bekerja. Aku mendengarkan semua ucapan Alessio. "Kami akan melaporkan perkembangan kesehatan dari bibi Selena, tapi em
CYRUS POVKedua mataku terbuka dengan jantung yang berdegup kencang, dan keringat yang membahasi seluruh tubuhku.Sebisa mungkin aku mengatur nafas dengan menyandarkan tubuhku di kursi yang sedang ku duduki. "Astaga" kepalaku mulai terasa berat meski keringat perlahan mengering akibat hembusan angin dari jendela yang terbuka. Tok tok tok"Masuk" jawabku seraya menopang kepala dengan kedua tangan. "Emperor.." "Ada apa?" tanyaku tanpa menoleh."Ini tentang virus yang menyebar di kota" dengan cepat aku menatap Rayden yang kini berdiri di hadapanku. "Penyebarannya begitu cepat hingga 89% warga sudah terkena virus tersebut. Bahkan.. Kurang lebih 150 jiwa meninggal dunia" "Meninggal?" dengan perasaan bingung, aku bangkit dari duduk. "Aku tidak mendengar kabar itu. Jumlah yang tidak sedikit untuk ditutupi" "Bukan ditutupi, tapi banyak yang tidak membicarakannya dan memilih fokus pada yang masih hidup" Rayden meletakkan laporan keluhan dari beberapa perdana menteri. "Beberapa menteri sud