Azka terkejut dengan kedatangan Josh ketika baru saja melangkah ke dalam apartemennya, Azka menarik Josh untuk segera masuk ke dalam karena tidak ingin orang tahu mengenai keanehan pada dirinya.
Azka menutup pintu dan langsung mencium bibir Josh dengan penuh gairah, Josh mengalungkan tangannya pada leher Azka. Mereka ciuman dengan penuh gairah saling bertukar saliva membuat mereka larut dalam gairah.
"Kamu menggairahkan," goda Josh sambil membuka celana Azka.
Azka menikmati permainan lidah yang dilakukan Josh tapi dalam benak Azka adalah Rena yang melakukannya, bayangan Rena yang melakukannya dengan bibir mungilnya. Tidak berapa lama Azka mencapai pelepasannya hanya dengan membayangkan Rena, Josh menatap Azka dengan penuh gairah seketika Azka sadar siapa yang memainkan penisnya.
"Cepat sekali keluar, kamu sudah tidak tahan ya?," Azka hanya diam tidak menjawab.
Josh berdiri melangkah ke kamar mandi membersihkan cairan Azka di mulutnya, Azka menatap punggung Josh yang masuk ke dalam. Azka menghela nafas panjang setelah pelepasannya dan berarti setelah ini mereka berdua akan melakukannya.
"Kamu mau ke mana?" ketika melihat Josh pakaian rapi.
"Aku hanya ingin memberikan kepuasan saja."
Azka menatap curiga "lantas kamu tidak?."
Josh menggelengkan kepala "aku tahu jika kita selama ini hanya melakukan ini, saling memuaskan dengan mulut tidak memasukkan."
"Apa ingin lebih?."
Josh menggelengkan kepala "aku nggak mau kita saling kehilangan hanya karena egois, jika bertanya tentu mau tapi aku tidak akan melakukan jika bukan dari hatimu paling dalam."
"Lantas kamu akan ke mana?."
"Menghabiskan waktu bersamamu dan sekarang bersihkan benda kamu itu, aku akan menyiapkan makan untuk kita."
Azka dan Josh menghabiskan waktu dengan menonton dan makan camilan yang selalu tersedia di tempatnya, tidak jarang mereka saling berciuman dan memuaskan dengan cara seperti sebelumnya.
Azka beruntung bersama Josh karena sangat mengerti dirinya dan rasanya Azka tidak ingin berpisah dari pria yang mengisi hari-harinya selama ini, ada saat dirinya susah ketika jauh dari keluarga hanya saja sudut hatinya entah bagaimana memikirkan wanita bernama Rena yang baru ditemuinya.
Azka sudah tidak sabar untuk berdua dengan Rena, rasanya menunggu saat tersebut sangat lama. Permintaan Azka membuat pimpinan perusahaan hanya bisa menghembuskan nafas panjang, apalagi Azka rela gajinya dipotong.
"Hanya demi barang ini rela gaji dipotong, mentang-mentang kaya," sindir Brian.
Azka hanya diam tidak menghiraukan Brian dan berharap pekerjaannya segera selesai, berharap bisa bersama Rena besok dengan alibi membeli kebutuhan studio.
Azka pulang cukup larut karena memang banyak yang harus diselesaikan, sebenarnya bisa saja dirinya sampai pagi tapi mengingat besok dirinya pergi bersama Rena membuatnya mengurungkan niat untuk berada di kantor. Pandangan Azka teralihkan ketika melihat gadis yang akan pergi bersamanya besok masuk ke dalam lift, Rena hanya mengangguk melihat Azka sedangkan Azka hanya diam karena di sana Rena tidak sendiri melainkan bersama temannya.
Azka mengikuti langkah Rena bersama temannya ke lobby yang sudah pasti menunggu jemputan, beberapa teman Rena sudah beranjak meninggalkan Rena seorang diri.
"Nunggu jemputan?" Rena memandang Azka.
"Udah pesan tapi belum datang."
Azka menarik tangan Rena untuk mengikuti dirinya, Azka tahu jika Rena terkejut tapi tidak dihiraukan dan segera dibawa ke dalam mobil.
"Batalkan pesanannya, aku yang antar."
Rena menghembuskan nafas panjang dan tetap mengikuti permintaan Azka membatalkan pesanannya, Azka tersenyum puas melihat Rena mengikuti permintaannya.
Perjalanan hanya ada keheningan karena Azka bukan tipe yang mudah mengajak berbicara lawan jenis kecuali jika sudah mengenal dengan baik, Azka dapat melihat jika Rena tampak bingung dan tidak nyaman tapi dirinya tidak tahu harus berbuat apa.
"Tahu darimana tempat tinggalku?" Rena menatap bingung.
Azka hanya tersenyum "sudah malam turun dan tidur, besok kita menghabiskan waktu bersama."
"Ke mana?"
"Membeli permintaan barang yang kapan itu."
Rena menepuk dahinya pelan "aku lupa minta dana ke bos," ucap Rena menatap Azka sedikit takut.
Azka tersenyum membuat Rena terpana "pakai uangku dan nanti aku yang bicara sama bos kamu David."
Rena mengangguk "terima kasih tumpangannya."
"Besok jam 7 pagi sekalian kita sarapan," Rena hanya mengangguk pasrah.
Azka menatap Rena yang sudah mulai masuk ke dalam rumahnya, sedikit tersenyum melihat bagaimana dirinya terlihat ingin mendekati gadis itu. Rasanya dirinya tidak sabar menantikan hari esok dan sedikit beruntung karena Josh sedang ada kegiatan di luar kota jadi tidak akan bersama pria itu malam ini.
"Bunda pagi-pagi sudah ada di sini," ucap Azka menatap Via yang sudah berada di tempatnya.
Azka memandang langit bahkan matahari baru muncul dan bundanya berada di sini bersama Billy, Azka memilih duduk di meja makan menikmati kopi buatan bundanya.
"Kapan mau kenalin bunda sama cewek kamu?" Via menatap Azka dengan emosi.
"Bunda kenapa ajak Billy ke sini?," Azka mengalihkan pembicaraan "kasihan pisah dari anaknya."
"Nggak usah mengalihkan perhatian," ucap Billy menatap Azka tajam.
"Secepatnya akan aku kenalin sama bunda, ini mau keluar sama dia."
"Bunda ikut kalau begitu."
Azka menggelengkan kepala "belum waktunya nanti akan Azka ajak bunda tapi gak sekarang."
"Kalian udah ke ranjang? Bagaimana nikmat? Masih perawan?."
"Bunda," teriak Azka dan Billy bersamaan.
Via tersenyum "bunda hanya ingin tahu gimana cewek kamu di ranjang lebih hot dari bunda nggak, karena ayah nggak bisa jauh dari bunda."
Azka dan Billy menggelengkan kepala mendengar perkataan Via, Azka mengakui jika keluarganya memiliki pesona yang tidak bisa diremehkan. Selepas kepulangan bunda dan kakaknya, Azka langsung meluncur ke rumah Rena.
"Sudah siap?" Azka menatap Rena bingung pasalnya Rena menunggu dirinya di depan rumah.
"Daripada menunggu lama."
Azka hanya mengangguk lalu sisa perjalanan mereka hanya diisi dengan keheningan membuat Azka sedikit tidak nyaman karena memang Azka ingin tahu lebih banyak tentang Rena.
"Kita beli di mana?"
"Belum tahu," alibi Azka padahal dirinya sudah memesan peralatan itu pada tempat langganannya.
Azka hanya mengajak Rena ke beberapa tempat yang pernah dikunjungi dahulu, dari perjalanan ini Azka menemukan beberapa yang diinginkan untuk kebutuhan pribadi. Rena menatap Azka yang tampak bahagia berada di tempat yang sangat disukainya.
"Ayo kita makan."
"Kita belum menemukan apa yang diminta," tolak Rena.
"Aku lapar."
Azka menggenggam tangan Rena untuk ke tempat makan yang berada tidak jauh dari tempat musik yang mereka kunjungi. Azka menatap Rena yang tidak malu berada di tempat pinggiran, bahkan tampak lahap makan menu yang ada di hadapannya.
"Kalau makan jangan belepotan," Azka membersihkan bibir Rena yang ada sisa sambal dengan jarinya.
Rena membeku atas apa yang Azka lakukan, Azka menyadari apa yang terjadi pada Rena tapi berusaha untuk tidak peduli meskipun dalam hatinya sedikit berdetak kencang.
"Rena, menikahlah denganku."
Perkataan Azka yang tiba-tiba membuat mereka saling memandang, wajah terkejut Rena lebih mendominasi dan juga jantung Azka berdetak semakin kencang.
Azka benar-benar tidak membayangkan kehidupannya sekarang menjadi seperti sekarang, hidup bersama dengan kedua wanita dan juga anak-anak yang lucu. Rena mengikuti semua perkataan Azka, tidak bisa membohonginya dengan bertemu diam-diam. Azka bahkan sudah memberikan ancaman juga pada orang tua Rena agar tidak memudahkan pria itu dekat dengan putrinya.Azka tahu secara nasab putrinya ini tidak pada dirinya, dimana hanya pada Rena nasabnya jatuh. Awalnya terjadi perdebatan dan akhirnya dengan terpaksa menggunakan namamya untuk akta, bagaimanapun ini semua demi ke depan sang anak.“Kamu nggak ke Wulan?” tanya Rena sambil menggendong putrinya.“Nanti.” Azka menjawab singkat.“Wulan pasti butuh bantuan apalagi anak kalian baru beberapa bulan.” Rena mengingatkan Azka.“Kamu tenang saja Wulan bisa mengatasinya.” Azka menjawab singkat.Tidak ada suara diantara mereka kembali, Azka sendiri tidak ped
Azka tahu dan sadar jika anak yang dilahirkan Rena bukan darah dagingnya, tapi tidak membuat perasaan cemas dan takutnya hilang. Azka takut terjadi sesuatu pada Rena saat melahirkan, ketakutan yang sama saat Wulan berada didalam walaupun pastinya berbeda.“Rena kuat, jadi tenang saja.” Bima menepuk bahu Azka pelan agar tidak terlalu cemas.“Kamu doakan saja, kalau Rena tahu kamu begini pasti kepikiran,” tambah Via membuat Azka akhirnya duduk disamping Via.Tidak ada yang tahu masalah rumah tangganya, kecuali Rifat dan orang tua bundanya. Azka meminta mereka untuk merahasiakan semuanya, tidak mau kedua orang tuanya tahu dan biarkan tetap menganggap anak Rena adalah cucunya. Orang tua Rena sendiri tidak banyak berubah dalam bersikap, tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan mereka karena bagi Azka adalah rumah tangganya. Tidak lama pintu terbuka membuat semua berdiri termasuk Azka, mendatangi dokter yang menatap mereka dengan senyum lebarnya.
Proses Josh keluar tidak membutuhkan waktu lama, Azka tidak mau membuang waktu menjemput pria itu, cukup sudah dirinya memberikan kebaikan dengan menarik laporan bersama dengan Wulan. Rena terkejut dengan keputusan yang Azka buat dengan Wulan, tapi sekali lagi tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan Wulan sudah diketahui banyak orang, tidak kecuali orang tua Rena. Sikap mereka pada Wulan tidak banyak berubah, tapi Azka tidak peduli dan setiap keluarga Rena datang ke rumah itu artinya pintu penghubung akan dikunci dan kunci ada di Azka. Orang tua Rena sendiri tidak meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan pada anaknya, sedangkan Azka berusaha untuk membuat Rena nyaman bersamanya dan juga perasaan Azka tidak bisa lepas dari Rena, meskipun wanita itu telah menyakitinya. Rena sendiri juga tidak merubah sikapnya, masih perhatian dengan Azka dalam hal apapun seperti biasa.“Wulan kerja?” tanya Rena yang hanya diangguki Azka. “Minta dia temani aku, takut tiba-tib
“Aku menarik gugatan pada Josh.” Azka mengatakan dengan nada datar dan sikap dinginnya.Rifat mengangkat alisnya mendengar perkataan Azka, “sudah kamu pikirkan dengan benar dan dalam?”Azka mengangguk “Menarik gugatan bukan karena aku masih memiliki perasaan sama dia, tapi aku merasa salah memasukkan orang yang tidak bersalah.”Rifat menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Azka, “alasan masuk akal, lalu bagaimana dengan rumah tanggamu? Orang tua kalian sudah tahu?”“Oma opa sudah tahu?” tanya Azka tanpa menjawab pertanyaan Rifat.Memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Azka, tanpa ada niat pria itu menjawab pertanyaannya. “Menurut kamu mereka sudah tahu? Nggak mungkin aku nggak melaporkan semua perkembangan kasusmu sama mereka.” Rifat menjawabnya malas. “Kamu nggak ada niatan berbicara sama kedua orang tuamu itu?”“Nanti kalau semua selesai.” Rifat memutar bola matanya malas “Lagian Endi pasti
“Itu kata-kata Rena?” tanya Rifat yang diangguki Azka.Pagi-pagi setelah sarapan, langsung menuju rumah Rifat menceritakan semuanya. Kedatangannya membuat Rifat mengerutkan keningnya, tidak menunggu waktu lama langsung menceritakan semua yang Rena katakan.“Lantas bagaimana? Semua terserah sama kamu.” Rifat melanjutkan kata-katanya.“Pantas saja Brian diminta menjadi saksi kunci, pada saat itu memang berbicara dengan Josh.” Azka berkata sambil memikirkan semuanya.“Itu tidak penting, sekarang apa yang akan kamu lakukan? Josh nggak mungkin didalam sana dengan tuduhan yang tidak dilakukannya, tapi kalau Josh bebas kamu bisa kembali menjadi yang dulu.” Rifat memandang penuh selidik pada Azka yang hanya diam.“Aku nggak akan tergoda sama dia.” Azka mengatakan dengan penuh keyakinan.“Lalu kemarin?” Rifat memberikan tatapan penuh selidik membuat Azka terdiam “Terpaksa demi sebuah rahasia.”“Memang itu.” Azka men
“Bukannya sekarang kamu seharusnya ada di Rena?” Wulan menatap Azka bingung.Azka menarik Wulan kedalam pelukannya, membuat dirinya terkejut atas apa yang Azka lakukan tiba-tiba. Membelai punggungnya perlahan membuat pelukannya semakin erat, perasaannya saat ini tidak bisa dinilai oleh apapun, lebih pada perasaan bersalah saat memeluk Wulan. Azka juga sebenarnya tahu kalau Wulan terlibat didalamnya hanya saja anaknya yang tidak berdosa harus hilang tiba-tiba karena apa yang mereka lakukan, terutama dirinya dan itu semakin membuat hatinya sesak..“Lebih baik selesaikan dengan Rena, tidak baik sebelum tidur masalah belum selesai.” Wulan berkata lembut membuat Azka terdiam “Kesanalah pasti Rena membutuhkanmu.”Wulan melepaskan pelukan Azka darinya, memegang kedua pipi Azka membuat mereka saling menatap satu sama lain. Membelai kedua pipi Azka tanpa melepaskan tatapan mereka, membuat Azka menyadari satu hal Wulan mencintai dirinya dengan tulus. Perasaan
Memasuki rumah langsung disambut Rena yang mendatanginya dan mencium punggung tangannya, melihat ini semua membuat Azka tidak percaya pada apa yang dikatakan Rifat dan juga Josh. Sudah membuat keputusan untuk menerima Rena apapun kondisinya, kecuali ayah sebenarnya dari bayi ini meminta hal yang tidak bisa Azka hentikan.“Aku mau mandi dan langsung tidur,” ucap Azka saat memasuki kamar.“Aku akan siapkan bajumu.” Rena mengatakan dengan lembut yang hanya diangguki Azka.Memikirkan banyak hal dalam kamar mandi, membuat Azka tidak tahu harus bersikap seperti apa dihadapan Rena. Azka sangat tahu jika Rena cukup cerdas dalam menilai sesuatu, setidaknya berbicara dengan Rena adalah hal utama. Memilih untuk mempercepat mandinya agar bisa berbicara langsung dengan Rena, keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.“Kamu lagi banyak beban pikiran.” Rena membuka suara pertama kali membuat Azka menatap sekilas kear
Wanita yang dicintainya bisa melakukan hal gila, tidak bisa menyalahkan karena posisinya jauh lebih salah. Membuat Rena menjadi kedua meskipun menikahinya secara sah di agama dan negara, hanya saja sebagai wanita Rena tidak terima dengan apa yang Azka lakukan.Semua kata-kata yang Rifat katakan membuatnya terkejut, selama ini Josh membantunya dalam menemukan cinta sebenarnya. Wulan yang dianggap hanya sebagai pelarian dirinya dan pemuas ranjang, tidak lebih dari wanita yang sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan Azka. Perasaan bersalah kembali hadir ketika mengingat anaknya tidak bisa diselamatkan, tapi tetap tidak bisa menyalahkan siapapun.“Kamu sudah tahu semuanya, sekarang keputusan ada di tanganmu.” Rifat membuyarkan lamunan Azka.Menghembuskan nafas kasar dengan memejamkan matanya, Rifat hanya diam memandang apa yang Azka lakukan. Suasana diantara mereka menjadi sunyi, tidak ada yang membuka suara sama sekali setelah Rifat mengataka
“Apa yang dikatakan dia tidak benar.” Rifat berkata singkat.“Opa aja tahu kalau apa yang dia katakan nggak benar, kamu masih aja bisa masuk dalam jebakannya.” Wjjaya memutar bola matanya malas pada Azka.“Kamu akan mempertahankan mereka berdua?” Azka mengalihkan pandangan pada Tania yang menatapnya lembut.“Nggak mungkin aku melepaskan salah satu diantara mereka berdua.” Azka mengatakan dengan tegas.“Segala resiko harus kamu hadapi dan kami tidak akan ikut lagi.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya.Diam, mencerna kata-kata Tania. Perkataan yang memang benar adanya, tapi dirinya masih terbayangkan kata-kata yang keluar dari bibir Josh. Tidak tahu dan seharusnya tidak terjadi sama sekali Azka mencurigai Rena, wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.“Apa nggak bisa kamu memilih salah satu diantara mereka berdua?” pertanyaan Wijaya membuat Azka mengerutkan keningnya “keluarga kita hanya setia pada