Share

03. Pendarahan

Author: ummi asya
last update Huling Na-update: 2023-07-05 13:01:44

Satu minggu sudah Rania melahirkan, dia sudah bisa beraktifitas seperti biasanya. Tetapi masih sebatas di dalam rumah saja, Zahrana yang bergantian keluar rumah untuk berjualan di pasar.

Dia berjualan sayur-sayuran sejak kakaknya Rania pulang menggantikan ibunya dulu berjualan di pasar, tetapi jualannya tidak ramai seperti pedagang sayur di pasar.

Banyak yang enggan membeli sayur pada Zahrana karena mereka mendengar kakaknya hamil di luar nikah entah dengan siapa laki-lakinya karena tidak ada yang tahu siapa. Jika ada yang menggunjingkan lakaknya di depannya secara terang-terangan, Zahrana langsung membelanya. Mengatakan kalau kakaknya itu menikah, bukan hamil di luar nikah.

"Mana buktinya kalau dia menikah? Kemana suaminya?" tanya para tetangga yang mempertanyakan siapa suami Rania.

Zahrana tidak bisa menjawab, dia juga bingung siapa suami kakaknya itu. Bahkan datang ke kampungnya saja tidak pernah, jadi mereka pun sanksi dengan pembelaan Zahrana.

Beberapa kali Zahrana tanya pada kakaknya, tetapi Rania tidak menjawabnya. Terkadang kesal, tetapi Zahrana tidak bisa memaksa kakaknya cerita siapa suaminya itu.

Suasana pasar ramai, banyak para pedagang menawarkan dagangannya pada pembeli yang lewat. Tak terkecuali Zahrana, tetapi tidak banyak yang datang ke lapak sayurnya.

Seorang perempuan datang kelapak Zahrana, dengan wajah pongah dia berdiri dan melihat-lihat berbagai sayur di lapak Zahrana itu.

"Masih banyak ya?" tanya perempuan itu memilih-milih sayur yang terlihat masih segar.

"Oh bibi, di pilih bi. Ini sayurnya masih segar kok." kata Zahrana.

"Huh, segar apanya. Ini sudah layu, mana ada segar." kata perempuan yang di panggil bibi oleh Zahrana.

Dia memilih sayur selada di bolak balik sehingga banyak yanv sedikit rontok dan juga pada lepas.

"Bi, jangan di bolak balik saja. Kalau mau beli ya ambil saja yang masih segar." kata Zahrana.

Perempuan itu berhenti, dia menatap tajam pada Zahrana. Ya, dia bibi Zahrana. Midah, perempuan yang di panggil bibi itu. Istri dari pamannya Zahrana, adik ibunya.

"Zahra, ini sayuran sudah layu. Seharusnya di buang saja, semua sayuranmu itu sudah layu. Lebih baik kamu pulang sana, jaga keponakanmu itu. Keponakan yang tidak punya bapak!" kata Mida dengan ketus.

Semua yang lewat di depan lapak Zahrana menoleh ke arah Zahrana. Mereka menatap sinis dan pergi dengan cibiran pada gadis itu.

"Dia punya ayah, bi. Jangan sembarangan kalau bicara." kata Zahrana.

"Halah! Ayah dari mana sejak kakakmu pulang dan hamil besar lalu sekarang lahir, mana ayahnya? Tidak ada yang datang, itu sudah pasti anak haram!" ucap Mida dengan nada meninggi agar orang-orang mendengarnya.

"Bi, kak Rania juga keponakan bibi. Jangan menjelekkan keponakan sendiri, apa lagi dipasar. Kalau bibi tidak mau beli sayuran sama aku, mending pergi saja." kata Zahrana kesal.

"Huh! Adik sama kakak sama saja, bikin jengkel dan memalukan. Aku malu punya keponakan sepertimu dan kakakmu!" kata Mida.

Dia pun pergi dengan melempar sayuran yang dia pegang tadi ke arah Zahrana. Zahrana terkejut, dia memundurkan wajahnya agar terhindar dari sayuran yang di lempar Mida tadi.

"Kenapa bi Mida selalu saja membenciku dan kak Rania, apa salah kami." ucap Zahrana menatap kepergian Mida.

Orang-orang yang lewat di depan lapak Zahrana hanya menatap sinis, tidak ada yang peduli dengan gadis itu. Tetapi Zahrana tidak peduli dengan orang-orang di pasar, jika ada yang membeli sayurannya maka dia layani dengan baik. Itu saja yang Zahrana lakukan saat ini sejak dia mendengar desas desus tentang kakaknya.

_

Hari demi hari berlalu, semakin banyak orang yang menggunjingkan Rania tentang anaknya yang di sebut haram. Bahkan imbasnya pada adiknya, Zahrana. Dia yang selalu di kucilkan oleh tetangganya, tetapi Zahrana sudah kebal dengan keadaan itu.

"Zahra, sini!" teriak kakaknya.

Zahrana yang sedang menyiapkan makan siang pun mendekat pada kakanya. Dia duduk di kursi di sebalah kakaknya yang sedang menyusui anaknya Arthur Raka Ibrahim.

"Raka lahap banget ya kak minum asinya." kata Zahrana memperhatikan keponakannya itu.

"Iya, dan pipinya semakin berisi." kata Rania menyambungi.

"Oh ya, kak Rania mau bicara apa?" tanya Zahrana.

"Kakak mau minta maaf sama kamu, karena kakak kamu jadi di kucilkan oleh orang-orang di kampung ini." kata Rania.

"Kak Rania ini kenapa, aku ngga masalah kak. Mereka saja yang tidak mau mendengarkan penjelasan aku, kalau Raka sebenarnya punya ayah." kata Zahrana.

"Iya, maka dari itu. Kakak cuma mau bilang minta maaf sama kamu, kelak jika kakak pergi kakak minta tolong jaga Raka ya." kata Rania berubah sendu dengan ucapannya itu.

"Kakak bicara apa, kan aku sudah bilang akan menjaga kakak dan Raka dengan segenap jiwa ragaku. Hanya kakak dan Raka keluargaku sekarang." kata Zahrana ikut sedih dengan ucapan kakaknya.

"Iya, terima kasih. Kamu gadis yang baik, adik yang sangat sayang sama kakaknya. Hik hik hik, kamu mengorbankan masa remajamu hanya demi menjaga kakak, Zahrana." kata Rania terisak.

Zahrana memeluk kakaknya, dia juga ikut menangis. Tapi dia hapus lagi air matanya, menguatkan kakaknya agar jangan bersedih lagi.

"Sudahlah kak, jangan sedih. Kita saling menguatkan saja, kita hidup bersama makan seadanya. Yang penting kebutuhan Raka tercukupi." kata Zahrana.

"Zahra, kakak punya tabungan. Tapi memang tidak banyak, kakak akan serahkan sama kamu. Kamu gunakan saja tabungan itu ya, kalau nanti ada keperluan kamu beli saja." kata Rania.

"Jangan kak, itu buat masa depan Raka saja. Aku juga ada sedikit tabungan, kakak tenang saja kalau masalah uang untuk makan. Biasanya juga sama-sama, dan kakak juga sudah memberikan modal buatku berjualan dipasar." kata Zahrana.

Rania tersenyum, dia memeluk adiknya lagi. Lalu menyerahkan anaknya pada Zahrana.

"Gendong dia ya. Kakak mau kekamar dulu." kata Rania.

Zahrana menerima bayi laki-laki yang sudah berusia satu bulan setengah itu, dia sangat gemas karena selama satu bulan lebih itu tubuhnya mulai berisi.

Rania tersenyum, dia pun melangkah pergi menuju kamarnya. Perutnya sakit, sejak melahirkan dia merasa perutnya sering sakit. Terkadang dia mengeluarkan darah begitu banyak sekali bercampur dengan darah nifasnya.

Rania tidak memberitahu Zahrana kalau dia ternyata sakit perut yang berkepanjangan. Dia juga tidak memeriksakan diri ke dokter atau bidan desa, karena dia tahu akan dapat cibiran dan gunjingan dari tetangga dan orang-orang.

Dari penerimaan bidan ketika dia melahirkan saja sudah tampak kalau bidan desa juga lebih percaya pada omongan orang-orang kampung dan dia tidak di terima dengan baik oleh bidan desa itu ketika melahirkan secara mendadak dan waktu dimalam hari.

Gubrak!

Suara benda jatuh didalam kamar Rania, Zahrana terkejut. Dia berjalan cepat menuju kamar kakaknya dengan menggendong bayi kecil itu, sampai dikamar kakaknya membuka pintu kamar. Zahrana terkejut melihat kakaknya tergeletak bersimbah darah dibagian kakinya, diapun berteriak histeris.

"Kak Rania!"

_

_

************

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Zahrana Gadis Tangguh   109. Bahagia

    Hari demi hari kedekatan Mischa dan dokter Samuel semakin baik. Mereka hidup satu rumah layaknya suami istri sesungguhnya, karena memang mereka pasangan suami istri. Tidak ada kekakuan dari sikap keduanya, Mischa sudah berani bermanja atau bercanda dengan suaminya.Dokter Samuel senang, kini Mischa terlihat manja padanya meski masih malu-malu. Dia juga senang setiap hari berangkat kerja di antar sampai depan rumah, dan pulang dari rumah sakit Mischa sudah ada di rumahnya. Kalau pun Mischa pulang terlambat karena sedang di luar, pasti dia menelepon lebih dulu.Kedua sejoli yang sedang mabuk cinta, tapi masih gengsi untuk mengungkapkan. Kini sedang santai menikmati liburan hari Minggu di rumah. Dokter Samuel mengisi libur Minggunya renang di rumahnya di bagian belakang. Mischa menemani di kursi panjang sambil memainkan ponsel, sesekali memotret suaminya diam-diam ketika sedang berenang.Dokter Samuel pun mendekat pada istrinya, dia duduk di samping dengan tubuh dan wajah yang basah."Ka

  • Zahrana Gadis Tangguh   108. Mulai Menerima

    Mischa nyaman dalam pelukan dokter Samuel malam ini, makanya dia diam saja tanpa bergeming ketika pelukan suaminya semakin mengerat. Memang awalnya tertidur pulas, tapi gerakan tubuh Mischa membuat dokter Samuel semakin mengeratkan pelukannya."Apa kamu nyaman seperti ini?" tanya dokter Samuel.Tak ada jawaban, hanya gerakan pelan dan hati-hati dari tangan Mischa. Dokter tampan itu membuka matanya, melihat wajah Mischa matanya bergerak-gerak. Wajahnya mendekat, mencoba untuk mencium pipinya apakah ada penolakan atau tidak dari istrinya.Tapi tidak ada penolakan, justru tubuh Mischa menegang ketika ciuman dokter Samuel di pipinya tidak juga lepas. Wajah itu mengarah pada bibir Mischa dengan pelan, mengecupnya beberapa kali. Namun tetap tidak ada perlawanan dari istrinya, seperti memberikan sinyal kalau perlakuannya itu di izinkan untuk terus melakukan eksplor pada wajahnya.Posisi dokter Samuel berubah menjadi di atas, tangannya mengelus pipi Mischa yang halus. Wajahnya turun ke bawah,

  • Zahrana Gadis Tangguh   107. Akhirnya Tidur Sekamar

    Sikap dokter Samuel yang berubah manis dan sedikit romantis akhir-akhir ini membuat Mischa jadi berpikir lagi tentang hubungannya dengan suaminya itu. Ternyata, memang harus terbiasa untuk menumbuhkan rasa cinta di hatinya agar bisa memperbaiki hubungannya dengan suaminya.Duduk di depan cermin, menyisir rambutnya yang sebahu. Masih dengan mengenakan handuk kimono setelah mandi. Dia kini sudah jarang minum-minuman dan juga keluar malam hari, sejak dokter Samuel mecium bibirnya malam itu dan selalu mengecup keningnga ketika mau berangkat ke rumah sakit. Bagi Mischa itu sikap yang manis yang belum dia rasakan, terkadang dia merasa berdebar ketika sikap manis suaminya itu."Apa dia mencoba untuk mengambil hatiku?" gumam Mischa menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin kaca.Tok tok tok.Pintu di ketuk dari luar, Mischa bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Membukanya dan tampak bi Sumi berdiri tersenyum tipis."Apa nyonya mau menyambut tuan dokter?" tanya bi Sumi."Oh, dia

  • Zahrana Gadis Tangguh   106. Janji Mischa

    Mischa diam saja, dia terpaku ketika dokter Samuel mengecup keningnya. Matanya menatap punggung suaminya yang berjalan menjauh meninggalkannya untuk pergi ke rumah sakit. Dia menarik napas panjang, lalu di lihatnya meja makan hanya ada roti panggang serta air putih dalam teko bening.Mischa mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dalam teko. Di minumnya air tersebut, masih diam setelah meminum air."Nyonya mau sarapan sekarang?" tanya bi Sumi."Apa tuanmu itu sudah sarapan?" tanya Mischa."Sudah nyonya, bahkan minum kopi juga sudah." jawab bi Sumi."Jadi dia sudah minum kopi? Kok dia minta lagi sama aku?" tanya Mischa."Mungkin tuan dokter pengen di layani nyonya, sudah beberapa minggu tuan sebenarnya ingin di layani istrinya. Yaitu nyonya, tapi tuan dokter tidak sampai hati membangunkan nyonya kalau pagi hari." kata bi Sumi lagi."Kenapa tidak mau bangunkan? Tinggal bangunkan saja kenapa tidak enak hati?" ucap Mischa."Tuan dokter tidak mau merepotkan, lagi pula ..." ucapan bi Sum

  • Zahrana Gadis Tangguh   105. Secangkir Kopi

    Malam pertama di lewati begitu saja oleh dokter Samuel dan Mischa. Dokter tampan itu justru tidak mau melakukan hubungan suami istri jika Mischa sendiri tidak mau. Tapi mereka pun telah kembali ke rumah dokter Samuel, karena memang Mischa sudah jadi istri dokter Samuel.Bahkan dokter Samuel memberikan penawaran pada Mischa apakah dia akan tidur terpisah di kamar lain, bukan di kamarnya sendiri."Jadi kamu mau tidur di kamarku atau di kamar tamu?" tanya dokter Samuel ketika mereka sampai di rumah besar itu."Baguslah, kamu tidak memaksaku untuk tidur satu kamar. Aku pilih di kamar tamu saja, di mana kamarnya?" tanya Mischa."Oke, nanti bi Sumi yang akan merapikan kamar tamu itu. Tunggu saja, dia pasti datang kesini." kata dokter Samuel.Laki-laki itu meninggalkan Mischa menuju kamarnya. Dia ingin segera mengganti bajunya setelah semalam tidak berganti baju karena lupa tidak membawa baju, tahu begitu dia menyuruh pembantunya datang ke hotel membawakan baju-bajunya. Tapi waktu sudah mala

  • Zahrana Gadis Tangguh   104. Cinta?

    Ibra tersenyum ketika sepupunya meminta tolong padanya untuk membukakan kancing baju pengantinnya. Dokter Samuel menatapnya, kemudian menyeruput kopi yang dia pesan juga."Apa dia yang meneleponmu?" tanya dokter Samuel."Ya, dia meminta bantuanku untuk melepas kancing bajunya. Dia pikir aku ini laki-laki tidak normal?" ucap Ibra."Hei, apa kamu juga tertarik dengan sepupumu sendiri?" tanya dokter Samuel sedikit cemburu."Kenapa dia minta tolong padaku? Cepat sana pergi ke kamarmu! Dia butuh bantuanmu." ucap Ibra tersenyum sinis karena dokter Samuel seperti cemburu padanya."Dia terlalu angkuh dan gengsi tidak mau minta bantuan padaku, kenapa minta bantuan padamu.""Ya, karena dia gengsi. Makanya dia minta bantuan padaku, sebagai laki-laki jantan harusnya kamu segera pergi ke kamar dan menolong istrimu yang sedang kesusahan. Kupikir kamu bisa langsung mengajaknya bercinta malam pertama kalian." ucap Ibra."Dia terlalu angkuh, makanya aku pergi sendiri ke sini." ucap dokter Samuel."Lep

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status