Share

04. Operasi

"Kak Rania!"

Zahrana menjerit histeris, dia berjongkok dan menggoyangkan tubuh Rania yang tidak sadarkan diri. Dia panik dan bingung harus melakukan apa, dia bergegas menuju kamarnya mengambil ponselnya. Mencari bantuan pada pamannnya agar mau membawa kakaknya ke rumah sakit.

Tuuut.

Zahrana menelepon pamannya, belum di jawab. Dia semakin panik karena telepon pamannya belum juga di angkat. Zahrana terus menghubungi pamannya, dan tak lama sambungan telepon itu tersambung.

"Halo paman."

"Ada apa Zahra?" tanya pamannya tenang.

"Paman, bisa tolong aku. Kak Rania jatuh pingsan." kata Zahrana.

"Ck, tunggu saja. Dia pasti sadar." kata pamannya dengan malas di seberang sana.

"Tapi paman, kak Rania berdarah."

"Heh! Urus saja kakakmu itu! Jangan minta bantuan pada pamanmu, dia sibuk!"

Klik!

Sambungan telepon terputus, Zahrana diam. Dia pun kembali menuju kamar kakaknya, berpikir bagaimana harus membawa kakaknya yang pingsan akibat pendarahan itu. Tangannya masih menggendong Raka yang terdiam.

Dia berusaha menarik kakaknya di bawa ke ranjangnya. Membersihkan darahnya di bagian kaki dan pahanya, setelah selesai dia pun mengambil Raka di pindahkan ke dalam boks di sebelah kakaknya.

Zahrana keluar dari rumah, mencoba bantuan dari tetangga untuk membawa ke rumah sakit saja. Dia pergi ke rumah di sebelahnya.

Tok tok tok

"Bu Ratmi, tolong saya." teriak Zahrana mengetuk pintu rumah tetangganya itu.

Pintu terbuka, perempuan berdiri keheranan dan malas berhadapan dengan Zahrana.

"Ck, ada apa?" tanya ibu bernama Ratmi dengan malas.

"Bu, tolong kakak saya. Dia pingsan di dalam rumah, saya mau bawa ke rumah sakit. Tapi bingung tidak ada yang menolong." kata Zahrana.

"Buat apa menolong perempuan sok suci, pergi saja sendiri sana!" kata bu Ratmi dengan sinis.

"Tapi bu, saya tidak bisa sendirian membopong kakak saya. Tolong saya bu." kata Zahrana memohon.

Brak!

Pintu di tutup dengan kasar, Zahrana sampai kaget dengan sikap ibu Ratmi yang menutup pintu dengan kasar itu. Dia terlonjak kaget dengan suara pintu ditutup dengan keras.

Zahrana pergi dari rumah ibu Ratmi itu, hatinya sedih dan bingung harus meminta pertolongan. Tiba-tiba dia ingat dengan aplikasi ojek online, Zahrana pun mengambil ponselnya. Dia mencoba menggunakan aplikasi antar jemput tersebut, dia berpikira ada uang untuk membayar taksi online.

"Kenapa tidak dari tadi aku ingat dengan aplikasi itu." ucap Zahrana.

Dia berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya. Menyiapkan semuanya untuk di bawa ke rumah sakit, mau tidak mau dia harus membawa keponakannya itu. Menyiapkan keperluan kakaknya dan keponakannya di rumah sakit.

Tak lama taksi online datang, Zarhana keluar dari rumah menemui supir taksi. Meminta bantuan untuk memindahkan ke mobil taksi.

"Pak, tolong saya. Kakak saya pingsan, tapi saya tidak bisa membawanya keluar di masukkan ke dalam mobil. Apa bapak bisa bantu kakak saya di bawa ke mobil?" tanya Zahrana.

"Pingsan kakaknya?" tanya sang supir.

"Iya pak, saya harus membawanya ke rumah sakit." jawab Zahrana.

"Ya sudah, ayo saya bantu mbak." kata supir itu.

Sang supir bergegas masuk ke dalam rumah Zahrana. Banyak mata para tetangga memandang ke arah rumah Zahrana, sambil berbisik dan memandang sinis pada gadis itu.

Supir taksi itu pun keluar membawa Rania yang sudah di bersihkan terlebih dulu oleh Zahrana sebelum taksi datang. Tetapi karena pendarahannya masih saja mengalir terus, jadi supir taksi itu kaget. Tetapi dia segera memasukkan kedalam mobilnya.

"Ini kakaknya sakit ya? Dia keluar darah dari bawah, mbak." kata supir taksi itu.

"Iya, kakak saya pendarahan pak. Makanya saya mau bawa kakak saya ke rumah sakit." kata Zahrana.

"Mbak mau bawa bayi juga ke rumah sakit?" tanya sang supir.

"Iya pak, tidak ada yang menjaga keponakan saya." kata Zahrana.

"Apa tidak bisa di titipkan sama keluarga mbak saja? Atau ke tetangga, soalnya kalau masih bayi tidak boleh di bawa ke rumah sakit setahu saya." kata supir taksi itu.

"Tidak ada yang mau di titipkan pak, mereka tidak suka pada kami." kata Zahrana lirih.

Supir taksi itu diam, dia lalu melajukan mobilnya menunu rumah sakit. Betapa kasihan sekali gadis itu, kakaknya pingsan dan harus membawa bayi juga ke rumah sakit. Dan kenapa bisa keluarga dan tetangganya tidak suka dengan mereka?

Begitu pikiran sang supir, dia melihat Zahrana dan Rania dari kaca spion di depannya. Merasa kasihan sekali dengan dua penumpangnya itu.

Mobil melaju di jalanan kota, suasana jalan sudah mulai ramai. Sang supir mengendarai dengan kecepatan sedang karena ada beberapa kepadatan kendaraan di jalan raya itu. Meski tidak jauh rumah sakit, dia menyarankan pada Zahrana ke rumah sakit terdekat saja agar kakaknya bisa cepat di tangani.

Mobil pun memasuki halaman rumah sakit, mobil menuju parkiran yang dekat dengan ruang IGD. Mobil berhenti, supir itu keluar untuk membantu membawa Rania ke dalam IGD. Zahrana mengikuti dari belakang supir yang membawa Rania ke IGD.

"Suster, tolong mbak ini ya. Dia pingsan akibat pendarahan." kata supir itu pada perawat yang berjaga.

"Oh, dia pendaharan karena sehabis melahirkan?" tanya perawatnya.

"Iya suster." jawab Zahrana mendekat pada perawat.

"Ooh, sudah berapa bulan lahirannya?" tanya perawat itu segera menangani Rania di bantu oleh perawat lainnya.

"Satu bulan setengah suster, tapi tadi siang kakakku jatuh pingsan." jawab Zahrana cemas.

"Ya sudah, tolong sabar ya. Dan itu bayinya kenapa di bawa mbak?" tanya perawat.

"Tidak ada yang menjaga suster. Di rumah tidak ada orang."

"Dititipkan saja sama tetangga atau saudara dekat." kata perawat itu.

Zahrana diam saja, dia tidak menanggapi. Matanya terus menatap kakaknya yang sedang di tangani oleh dua perawat itu. Alat medis seperti selang infus segera di pasang, dan juga denyut jantung di periksa. Tak lupa juga obat di suntikan di selang infus setelah semua di tangani.

Baru Rania di bawa ke bagian ruang bedah. Di sana akan di tangani langsung oleh dokter bedah untuk mencegah darah yang keluar terud menerus. Zahrana ikut dengan para perawat itu, menungguinya di depan ruang operasi.

Zahrana di minta tanda tangan agar operasi itu cepat di laksanakan.

"Mbaknya urus adminitrasinya ya di bagian pe daftaran." kata perawat setelah menanda tangani Rania di operasi.

"Apa kakakku akan di operasi suster?" tanya Zahrana.

"Ya, karena bagian rahimnya robek atau mengalami ruptur uteri. Jadi harus di lakukan operasi secepatnya agar darah tidak keluar terus." kata perawat itu.

"Ooh, jadi rahimnya robek? Kenapa suster?" tanya Zahrana tidak paham dengan ucapan perawat itu.

"Ya, karena robek bagian rahimnya jadi harus di lakukan tindakan operasi." kata perawat itu lagi.

Zahrana hanya mengangguk saja, dia pun pergi ke bagian administrasi pendaftaran pasien operasi. Dia bingung dengan biaya operasi itu, tangannya mencoba merogoh tas yang dia bawa. Dia juga mengambil dompet milik kakaknya, ingin tahu apakah ada uang di dalam dompet tersebut.

"Ada kartu ATM, apa ini isinya banyak?" ucap Zahrana menatap ATM di tangannya.

Tapi kemudian dia segera menuju bagiab administrasi. Mencoba bertanya berapa biaya operasi kakaknya itu, mengisi data pasien dan juga penanggung jawabnya. Setelah semuanya selesai, Zahrana menunggu data yang dia serahkan pada petugas. Berharap biayanya tidak terlalu besar, meski memang kemungkinan biaya operasi itu sangat besar.

"Atas nama pasien Rania Marlina." suara petugas memanggil dari mikrophone.

Zahrana pun segera mendekat, dia berdiri di depan loket. Menanyakan berapa biaya operasinya, karena dia ragu ATMnya berisi banyak atau sedikit.

"Biayanya sekitar tiga puluh juta."

"Apa?!"

_

_

***************

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sugi Tono
bagus ceritanya masuk
goodnovel comment avatar
Asep Sutrisno
bagus sekali ceritanya...sy sangat suka membacanya...jadi terus penasaran kalau belum baca kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status