Ibra membawa kartu nama yang dia temukan di atas ranjang Zahrana. Pikirannya di penuhi pertanyaan demi pertanyaan tentang kartu nama dan Zahrana. Kenapa bisa kartu nama itu ada di atas ranjang Zahrana dan di belakangnya tertulis nama seseorang.Kakinya menaiki tangga satu persatu dengan cepat. Langkahnya seperti berat tapi dia ingin cepat masuk ke dalam kamarnya."Aku tidak tahu siapa perempuan itu, kenapa dia bisa punya kartu namaku?" ucap Ibra setelah dia sudah berada di dalam kamarnya.Langkahnya mondar mandir di kamarnya, mengingat semua kejadian yang ada di rumahnya selama satu tahun ini. Mengingat apakah Zahrana pernah masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kartu namanya, lalu menuliskan nama anaknya itu di kartu nama tersebut.Kembali kartu nama itu di pandangi, membolak balikkannya beberapa kali sambil mengingat apa pun yang berhubungan dengan kartu nama di tangannya. Mengingat wajah Raka, mengingat Zahrana dan seperti familiar dengan wajah gadis itu."Siapa Zahrana itu? Kenapa
Dokter Samuel terdiam, dia menatap Ibra heran dengan informasi yang dia dapatkan mengenai kebenaran Zahrana sebenarnya adalah masih seorang gadis. Tangannya mencubit-cubit bibirnya pelan, memikirkan sesuatu yang di ucapkan oleh Ibra."Sebentar, aku melihat Raka seperti mihat wajah kecilmu. Dan kamu bilang wajah ibunya Raka mirip dengan gadis yang kamu temui waktu di toko. Apakah ada hubungannya antara Zahrana dan gadis penjaga toko itu?" tanya dokter Samuel."Aku tidak tahu, Zahrana memakai kerudung. Jadi tidak terlalu jelas wajahnya mirip dengan gadis yang dulu aku nikahi. Tapi pernah aku lihat, gadis itu seperti mirip dengan gadis yang pernah aku ajak nikah mendadak itu." kata Ibra."Jadi menurut kamu, mereka kakak adik?" tanya dokter Samuel."Bisa jadi. Atau hanya saudara." kata Ibra."Tuan Ibra yang terhormat, di dunia ini banyak sekali kempiripan manusia satu dengan lainnya. Contohnya banyak para artis ibu kota, ada artis presenter Ersa Mayori dan Cut Tari. Mereka mirip, tapi buk
Sudah satu minggu lebih dari waktu yang di tentukan, Zahrana belum kembali ke rumah Ibra. Laki-laki itu gelisah kenapa Zahrana belum juga kembali, meski kakeknya belum juga pulang. Dia mengajak kakeknya pulang dari Singapura, tapi laki-laki tua itu masih betah katanya di Singapura dengan anaknya. Ibunya Mischa."Kenapa kakek belum mau pulang sih?" ucap Ibra kesal sendiri.Dia ingin bertanya pada Bi Iyam, tapi rasanya engga. Karena malu juga, sedangkan kakeknya saja belum pulang.Di dalam kamarnya, Ibra masih bolak-balik tidak jelas tak tentu arah. Dia masih memakai kaos tipis tidurnya dengan celana panjang tipis pula, tangannya mengetuk-ngetuk kartu nama yang sudah seminggu di tangannya. Menatapnya lagi kemudian mengetuk lagi di bibirnya.Tapi kemudian dia bergegas melangkah keluar dari kamarnya, hatinya benar-benar gelisah dan ingin bertanya pada pembantunya mengenai Zahrana. Kaki melangkah menuruni tangga dengan cepat, kartu nama masih dia pegang di tangan.Sampai di bawah, dia lang
Ibra sampai di rumah, dia langsung saja masuk ke dalam rumah setelah turun dari mobilnya. Tampak dia tidak sadar ingin menelepon Zahrana, memintanya segera berangkat lagi.Menaiki tangga satu persatu, dengan cepat dia ingin sekali sampai di kamarnya. Membuka pintu dan masuk ke dalam kamar, mengambil ponselnya kemudian mencari nomor Zahrana yang tadi dia minta pada yayasan Ibu Rima."Dia tinggal di sini sudah satu tahun lebih, tapi kenapa tidak ada yang punya nomor teleponnya. Kenapa Bi Iyam tidak punya nomor gadis itu?" ucap Ibra masih mencari nomor kontak Zahrana.Setelah di dapat, dia langsung mendial nomor tersebut. Tersambung, hati Ibra deg-degan sendiri. Dia masih menunggu sambungan teleponnya di jawab Zahrana."Kok lama dia tidak jawab teleponku." ucap Ibra lagi.Langkahnya terus mengarah ke balkon, lalu kembali lagi ke dalam kamar menuju ranjangnya. Sepanjang dia menghubungi Zahrana sudah tiga kali dia bolak balik dari ranjang ke arah balkon, tapi tetap belum di jawab oleh Zahr
Ibra sudah bersiap akan pergi ke kampung halaman Zahrana. Laki-laki itu tak lupa juga membawa robot mainan yang dia beli dari Singapura untuk Raka. Keponakan Zahrana yang sejak dia pergi ke Singapura ingin segera memberikan robot itu pada Raka, tapi nyatanya gadis itu tidak kembali lagi ke rumahnya hingga sekarang.Di letakkannya robot berukuran setengah meter itu, di masukkan ke dalam paperbag lalu di letakkan di belakang jok mobilnya. Dia sudah berpesan pada Bi Iyam kalau dirinya akan ada kunjungan ke proyek dan akan kembali satu minggu kemudian.Mobil melaju dengan pelan keluar dari gerbang rumahnya. Satpam memberi hormat ketika mobil sudah pergi, Ibra memang tidak pernah memakai supir jika pergi ke kantor atau pergi kemana saja. Jika ada Joni, maka laki-laki itu yang akan selalu mengantarkannya kemana pun. Terutama pergi ke proyek, tapi kali ini dia pergi sendiri dengan tujuan bertemu dengan Zahrana."Kira-kira sampai di kampung itu sudah malam hari, aku harus cari penginapan di s
"Tuan Ibra?" ucap Zahrana kaget dengan kedatangan majikannya itu.Ucapan Zahrana membuat Ibra kaget juga, dia menoleh ke arah gadis itu dan berdiri menatap Zahrana lama. Degup jantungnya semakin kencang ketika gadis itu berdiri dan menatapnya dengan keterkejutannya dirinya ada di rumahnya.Lama keduanya saling menatap, kemudian Zahrana memutusnya dengan membuang wajahnya ke samping. Ibra menunduk, mengambil robot besar yang dia beli untuk Raka."Raka mana?" tanya Ibra menetralkan kecanggungan keduanya."Masih tidur, dia demam semalam." jawab Zahrana.Gadis itu mendekat, duduk di kursi lusuh depan Ibra. Masih terasa kaku dan heran kenapa bisa Ibra menyusulnya datang ke rumahnya. Tapi wajar saja, sudah hampir satu bulan dia tidak kembali lagi ke rumah laki-laki itu, karena awal rencana hanya dua minggu pulang."Kenapa kamu tidak mengangkat teleponku?" tanya Ibra.Zahrana heran, jadi beberapa kali ada yang menelepon itu adalah Ibra? Majikannya?"Anda meneleponku?" tanya Zahrana.Ibra men
Zahrana dan Ibra menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat dengan tatapan kekesalan pada Zahrana, keduanya mendekat dan berdiri di depan meja makan. Tatapan tajam dan penuh kebencian di tunjukkan oleh Mudah yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah Zahrana.Zahrana berdecak kesal, kenapa bibinya datang di saat yang tidak tepat. Dia takut akan mengungkit kakaknya dan menceritakan hal tidak benar pada Ibra, meski cerita itu tidak benar. Tapi Ibra akan berpikir lain, dan akan bertanya masalahnya dirinya kenapa semua membenci Zahrana."Kamu itu sama saja dengan kakakmu, bahkan kamu lebih berani sampai membawa laki-laki masuk ke dalam rumahmu. Munafik!" ucap Midah."Cukup Bi Midah. Sebaiknya Bibi dan Mila pergi dari rumahku, kalian selalu saja menghinaku dan kakakku!" ucap Zahrana kesal pada istri dari pamannya itu.Ibra semakin bingung, meski dia kesal ke apa dua orang itu menghina Zahrana. Tapi dia belum mau bersuara dengan pemandangan itu.Zahrana bangkit dari duduknya, mendekati Midah dan
Setiap hari Ibra datang ke rumah Zahrana, membuat tetangga dan warga yang mengetahui kalau bos proyek itu mendatangi Zahrana setiap hari. Maka banyak yang menggunjing gadis itu, kalau Zahrana menggunakan pelet untuk memikat bos proyek.Karena selama tiga hari itu Ibra selalu datang berkunjung dan bermain dengan Raka. Banyak yang menduga kalau keponakan Zahrana itu sengaja di jadikan umpan untuk memikat bos proyek itu.Seperti Midah dan putrinya, Mila. Keduanya sangat kesal sekali dengan kedekatan Ibra dan Zahrana. Mereka selalu mencari cara agar Zahrana menjauhi Ibra sang bos proyek itu, atau Ibra menjauhi Zahrana."Bu, bagaimana ini. Bos proyek itu sering datang ke rumah Zahrana, dia ganteng bu. Kenapa ngga sama aku aja sih." kata Mila merajuk pada ibunya."Ck, ibu juga ngga tahu. Bos itu memang ganteng, gagah dan pastinya kaya raya. Mobilnya saja mewah, tidak seperti pak Suta." kata Midah sambil bersungut.Keduanya bingung untuk menjatuhkan Zahrana dengan menghina gadis itu di depan