Share

17. Zee, kamu di mana?

Zeino Ardhana, pemuda yang belum mengunjungi barbershop selama tiga bulan terakhir sehingga ujung rambutnya mulai menjangkau kerah baju kemeja berwarna hitam yang dipakainya, terlihat sedang memasang arloji di pergelangan tangan kirinya. Petunjuk waktu itu telah sampai pada jadwal rencana keberangkatannya ke hotel tempat berlangsung pesta ulang tahun Talita.

Bergegas ia meraih benda-benda yang tak mungkin ia lupa, dompet, handphone, kunci mobil, sekotak rokok dan tentunya pemantik api. Setelah memastikan semua masuk ke saku baju dan celananya, pemuda itu segera keluar dari kamar.

Sesampai di ruang tengah kediamannya, Zeino melihat ayahnya sedang berada di sana dalam balutan busana yang juga rapi seperti dirinya. Tak lama kemudian, ibunya menyusul. Wanita yang terlihat anggun itu tersenyum melihat pada putra keduanya.

“Zeino, kamu udah siap juga?” tanyanya sambil menatap tampilan Zeino.

“Papa, Mama mau ke mana?” selidik pemuda itu

“Tentunya ke pesta ulang tahun Talita, dong.” Mama Zeino berkata masih dengan senyum.

“Owh.” Bibir Zeino membulat.

“Mau bareng?” tawar papanya kemudian.

“Ga, Pa. Zei ada janji bareng temen,” elaknya

“Ya udah, ketemu di sana, ya!” Perintah dari papanya itu dijawab dengan anggukan.

Zeino pamit pada orangtuanya. Mereka berpisah menuju kendaraan masing-masing.

Dalam hati pemuda itu sempat tak menyangka jika pesta ulang tahun itu juga mengundang kolega dari papa Talita. Dan tentu saja kedua orangtuanya tak luput dari daftar undangan. Mereka sudah menjadi rekan bisnis sejak dulu.

Zeino memang termasuk anak yang jarang berbagi cerita kehidupan pribadi atau kampus pada keluarga. Biasanya ia hanya akan memberitahu tentang jadwal ujian atau bayar semesteran saja.

Sikap dan tabiat Zeino ketika di luar dan di rumah sama saja. Ia nyaris tak pernah membuat ribut atau mencari gara-gara sejak mulai kuliah. Dia dan kedua saudaranya, juga sangat jarang berlama-lama bertukar cerita.

Kakak perempuannya tinggal terpisah sejak berkeluarga, sedang adiknya masih duduk di bangku SMA. Seperti halnya Zeino dulu, adik laki-lakinya menempuh pendidikan di sekolah yang dilengkapi asrama. Sementara kedua orangtuanya sibuk mengurus usaha showroom mereka. Benar-benar cerminan keluarga masa kini yang modern.

Sebelum menghidupkan mobil, Zeino memeriksa telepon genggamnya sejenak. Pemuda itu mendapati pesan singkat dari Zefanya yang mengabarkan bahwa ia sedang bersiap. Pesan itu terkirim dua jam yang lalu. Setelah ia membalas untuk mengatakan jika ia sedang dalam perjalanan, pemuda itu lalu memacu kendaraannya keluar dari halaman rumah.

Sementara itu di tempat terpisah, Zefanya tak punya pilihan. Gadis itu kembali menganggukan kepala saat atasannya menghampiri sebelum langkahnya menyusul penanggung jawab acara ulang tahun malam ini.

“Zee, kamu nanti masih bisa ikut pesta setelah dinner. Acara selanjutnya ‘kan acara anak muda.”

Gadis itu lalu melanjutkan langkah menyusul ketertiggalannya dari Putri yang tepat berada di belakang Pak Willy. Sambil berjalan, ia teringat akan telepon genggamnya yang masih berada di loker.

Zee berniat memberi kabar pada Zeino tentang tugas tambahannya yang akan membuatnya tak bisa datang bersamaan. Namun belum langkahnya berbelok arah ke basement, suara panggilan dari rekannya membuat ia berhenti.

“Zee, ayo cepetan!”

“Bentar, Mbak. Aku mau ke loker dulu.”

“Udah, nanti aja. Kata Pak Willy kita harus ganti baju di ruang make up ballroom. EO udah sediain semua.”

Zefanya masih bimbang. Melihat hal itu, Putri kembali berkata,”kamu juga harus belajar cara serving 'kan? Ayo waktu kita ga banyak. Ntar salah-salah, diomelin.”

"Benar juga, ini pengalaman pertamanya melayani perjamuan formal," gumam gadis itu.

Berusaha menghalau pikirannya yang bercabang, Zefanya mencoba menenangkan diri. Nanti ia akan mencari cara untuk menghampiri Zeino dan memberitahu jika ia akan bertugas dalam barisan food parade, begitu rencananya.

Pemuda itu pasti akan mengerti, toh setelah dinner selesai, ia bisa bergabung dengan pacarnya itu menikmati pesta yang ternyata juga menghadirkan DJ dan pemain musik yang cukup terkenal.

Begitu sampai di area pre function samping ballroom, Zefanya langsung bergabung dengan tim food parade yang lain. Kedatangannya bersama Putri melengkapi tim tersebut menjadi 20 pasang.

Masing-masing pasangan akan melayani 1 meja bulat yang berisikan 10 orang tamu. Gadis itu memerhatikan dengan seksama urutan dan tata cara petugas wanita menyajikan menu, sementara petugas pria bertugas membawa tray yang berisi makanan.

Gadis itu merasa lega, sebab ia tak kebagian melayani meja tamu VIP yang dapat dipastikan akan menjadi tempat duduk Talita, gadis yang sedang berulang tahun. Terus terang saja, ia merasa sedikit grogi, takut membuat kesalahan.

Kelegaanya pun semakin membantu mengikis rasa khawatirnya ketika seragam yang harus ia kenakan dilengkapi topeng. Setidaknya dengan topeng itu Talita tak akan mengenalinya. Entah kenapa, ia merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini. Menjadi pelayan di pesta anak maba keganjenan yang suka mencari-cari alasan untuk bertemu dengan Zeino.

Sampai satu per satu tamu berdatangan, Zefanya tak menemukan cara untuk mengintip ke pintu utama ballroom. Niatnya untuk mencegat Zeino untuk memberitahukan keberadaannya belum terlaksana.

Pak Willy masih memintanya mengulang kembali tata cara menyajikan makanan. Memastikan jika ia harus melakukan layanan pada tamu perempuan terlebih dahulu dan harus teratur dan konsisten dari sebelah kanan atau kiri saja. Tak boleh digabung-gabung. Termasuk bagaimana cara melampirkan serbet di pangkuan para tamu hingga menuang minuman. Semua memang hal yang baru baginya.

Lima menit lewat dari jam tujuh malam, pemuda dalam balutan kemeja hitam dan blazer berbahan corduroy warna khaki itu mengayunkan langkah sampai di pintu ballroom. Kedua netra hitamnya memindai sekeliling area yang terlihat ramai oleh tamu-tamu yang sudah berdatangan. Hampir sepuluh menit ia menunggu, hingga sepasang wanita dan laki-laki paruh baya mendekatinya.

‘Kamu masih di sini, Zei? Kenapa ga masuk?” tanya wanita anggun dalam dress panjang berwarna pastel yang tak lain adalah mama Zeino.

“Masih nunggu teman, Ma,” jawab pemuda itu.

“Ya udah, nanti kita duduk satu meja saja. Bawa temanmu itu.” Zeino hanya mengangguk membalas perintah orangtuanya.

Setelah kedua orangtuanya berlalu, Zeino meraih telepon genggam di saku kemejanya. Pemuda itu membuka kunci layar, ia berniat menghubungi gadis yang sedari tadi ditunggunya.

Terdengar nada sambung. Namun sampai dering terakhir, permintaan panggilannya tak terjawab. Kembali Zeino melempar pandangan ke sekeliling ballroom. Lalu terbesit niat untuk bertanya pada petugas hotel yang terlihat berlalu lalang.

Pasti mereka tahu dan kenal sama Zee.

 “Mas, permisi. Apa lihat Zefanya, yang juga kerja di sini?” tanyanya ketika berhasil mencegat seorang pemuda yang berpakaian seragam hotel lengkap dengan nametag di dada kiri.

“Zefanya?”

“Iya, Zefanya Ayunda. Zee. Itu yang kerja di bagian depan.”

“Maaf, Mas. Saya kurang tahu, coba tanya ke receptionis saja.”

Zeino hanya bisa mengucapkan terima kasih pada petugas hotel itu, ia berniat menuruti sarannya. Namun langkahnya yang baru beberapa depa terhenti ketika suara renyah yang terdengar ceria memanggilnya.

Seorang gadis yang terlihat cantik dan menawan pada perayaan ulang tahunnya itu datang menghampiri.

“Kak Zeino! Mau ke mana? Ayo masuk, acaranya sudah mau dimulai.”

“Sebentar, Talita. Lagi nunggu Zee.”

“Nunggunya di dalam aja, Kak. Ayo, Om sama Tante nyariin tuh.”

Berpikir sejenak, akhirnya Zeino mengikuti langkah Talita yang menggiringnya  memasuk ke ballroom.

Di mana kamu, Zee.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status