Untuk apa menunggu, jika yang kau mau telah ada di hadapanmu. Untuk apa menunda jika hanya bersamanya kau merasa bahagia. Untuk apa meragu jika hanya dia yang ada di hatimu. Untuk apa bersama jika tak ada ikatan yang sah dan nyata.
Kali kedua sepasang anak manusia itu membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Sesaat setelah pembukaan showroom berbulan-bulan yang lalu, mereka sepakat untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Memenuhi komitmen pekerjaan dan meresmikan ikatan cinta setelahnya. Sekarang ketika menjalani hubungan jarak jauh, keduanya berusaha mempersingkat jarak. Dan upaya itu bersyarat, harus berlabel sah jika tetap memaksa.
Memang lebih cepat dari apa yang mereka rencanakan. Tentu belum semua sempurna seperti angan. Namun apa tolak ukur sempurna itu perlu ketika ada rasa terpenuhi dengan apa yang ada di tangan?
Keraguan karena ketakutan akan terulang sejarah pahit dari orang-orang terdekat, tak seharusnya menjadi pemata
Seorang gadis berusia 21 tahun bernama Zefanya Ayunda, yang biasa dipanggil Zee oleh teman-temannya, termasuk gadis yang beruntung. Walaupun dibesarkan oleh orangtua tunggal yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam kesederhanaan, namun dia bisa melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di sebuah universitas yang ditempuhnya dalam waktu tiga setengah tahun. Bahkan setelah tamat ia langsung mendapatkan tawaran kerja sebagai Guest Relation Officer di sebuah hotel bintang lima di kotanya.Berbeda dengan jalan karirnya yang terus menanjak, kehidupan percintaan Zefanya tak semulus jejaknya di bangku kuliah dan dunia kerja. Zee yang telah berjanji pada ibunya dan diri sendiri bahwa ia tidak akan pacaran selama sekolah menengah, dengan susah payah menahan rasa suka yang mulai tumbuh di hatinya pada seorang teman sebaya yang bernama Abian Zahran. Zee memendam rasa suka itu sejak duduk di bangku kelas 11 sampai hari kelulusan.Kata orang masa
Di sudut sebuah gerai kopi kekinian yang terletak tak jauh dari pinggiran bangunan hotel megah, duduk seorang pemuda yang terlihat memainkan pemantik api di tangannya. Segelas coffee latte yang dipesannya belum tersentuh sama sekali. Sebatang rokok yang sedari tadi terselip di bibirnya juga belum menyala. Acap kali ujung mata pemuda itu melirik ke arah pintu kafe ketika ada yang mendorong belahan kaca tempered yang menimbulkan bunyi gemerincing itu.Zeino telah menunggu kehadiran Zee hampir satu jam lamanya. Pemuda itu mulai terlihat kehilangan kesabaran. Ia kemudian meraih telepon genggam yang tergeletak di meja di sebelah gelas minuman dingin berkafein yang belum dicicipi.Menekan nama pertama di daftar panggilan keluar, raut wajahnya semakin kusut karena sambungan suaranya tak berbalas. Dalam beberapa kali helaan napas, gawai mahal itu kemudian kembali menjadi teman sebungkus rokok dan segelas coffee latte
Seiring Zeino yang mendaratkan tubuhnya di belakang kemudi, Zefanya merogoh tas jinjingnya. Jemarinya meraih telepon genggam yang diselipkan di sela kantong. Sejurus kemudian, gadis itu terlihat sibuk mengutak-atik benda pipih yang sedang menyala. Tatapannya terlalu fokus pada layar hingga ia tak memerhatikan pemuda di sebelahnya sedang memandang ke arahnya.Zefanya tersadar ketika mengalihkan pandangan ke depan dan mendapati jika mereka masih di parkiran kafe. Kendaraan roda empat yang mereka naiki belum bergerak. Gadis yang menoleh ke samping kanan sambil menaruh kembali telepon genggamnya ke dalam tas, mendapati tatapan Zeino yang tertuju padanya. Kedua tangan pemuda itu mencengkram setir, mesin mobil telah menyala.“Ada apa?” tanya Zee.Tak ada jawaban lisan dari pertanyaan singkat itu. Yang terjadi selanjutnya adalah tangan Zeino yang membuka sabuk pengaman yang telah terpasang di tubuhnya. Lalu dengan c
Ayun langkah Lulu menuruni anak tangga berselisih dengan hentakan tungkai panjang milik Zeino yang setengah tergesa menaiki tangga. Tatapan mereka bertemu. Sambil mendongakan kepala pemuda yang sedang menggenggam sebuah gawai di tangannya itu menyampaikan tanya pada pemilik rumah. “Zee ada di mana, Lu?” tanya Zeino pada gadis yang berpapasan dengannya itu. “Masih di kamar. Lagi mandi,” jawab Lulu sambil menolehkan leher menunjuk arah kamarnya. “Ini, dia dicariin Bunda,” jelas Zeino sambil menunjukan telepon genggam Zee yang ada di tangannya. “Oh, ya udah sana aja, Kak. Kali aja udah selesai.” Perkataan Lulu seperti ijin untuk Zeino meneruskan niatnya. Keduanya lalu melanjutkan langkah masing-masing. Mereka sama-sama bergegas menuju arah yang berbeda. Zeino langsung mengetuk pintu sesampai di depan kamar Lulu. “Iya, ini gue udah kelar!” ujar Zefanya dari dalam kamar. Alunan suara yang dibarengi sembulan kepala dari daun pintu ya
Zefanya, gadis yang telah berganti tampilan itu kembali menjadi penumpang. Ia duduk tenang di sebelah Zeino yang sedang mengendarai mobilnya. Perjalanan sunyi tanpa kata memaksa lantunan suara merdu penyanyi dari playlist yang diputar merajai ruang itu. Kesal di dada yang memaksa Zeino untuk memilih memulangkan Zefanya lebih awal dari waktu yang diperkirakan.Candaan Dito yang mengungkit kebersamaannya dengan seorang mahasiswa baru beberapa waktu yang lalu membangkitkan emosi Zeino. Dia seakan dijadikan terdakwa atas tuduhan mendua. Padahal Zefanya sendiri mengetahui dan tidak pernah membesarkan masalah itu. Pacarnya itu cukup mengerti dengan penjelasan singkat yang ia sampaikan. Jika dia dan Talita, juniornya di kampus, hanya kebetulan bertemu. Lagi pula gadis yang baru memulai perkuliahan itu adalah anak dari kolega orang tuanya. Sehingga tak heran jika mereka sudah terlihat akrab.“Ayo habiskan. Setelah itu kita pulang.&rdq
Lampu penerangan di sepanjang jalan yang menjadi jalur lintas Zefanya menuju tempat kerjanya masih menyala. Jam digital di pergelangan tangan kirinya menunjukan angka lima menit sebelum jam enam pagi, ketika gadis dalam balutan jaket berbahan jeans itu berpamitan pada ibundanya untuk berangkat kerja. Temaram suasana kota menjelang kehadiran sang surya di ufuk timur. Semringah raut wajah gadis yang dipenuhi semangat untuk menunaikan kewajibannya.Suatu hal tak pernah disesali oleh Zefanya dalam dua bulan belakangan ini, keputusannya menerima perkerjaan yang membuat pola hidupnya berubah. Seperti saat ini, ketika hari Minggu kebanyakan penduduk bumi bermalasan untuk membuka mata, ia sudah berada di atas motor matic-nya untuk mengais rejeki. Ketika sekelompok remaja melintas sambil berlari bersama di hari libur, Zee akan menjadikan tugasnya sebagai GRO yang akan mondar-mandir di lobby hotel sebagai sarana olah raganya. Gadis itu tak akan menaruh c
Tubuh Zefanya masih terpaku di depan kanopi kafe. Kebingungan atas kehadiran Zeino di depannya membuatnya salah tingkah. Apa lagi tatapan pemuda itu terlihat sangat tidak bersahabat memandang ke arah Sammy yang sedari tadi berada di dekatnya.Belum hilang keterkejutannya, seorang pemuda lain yang baru keluar dari arah kafe semakin membuat Zefanya terpana.“Kak Jeromy!” sapa Zee yang hampir tak percaya melihat pacar Lampita itu.“Eh, Zee. Kebelet tadi, numpang ke toilet.” Dengan wajah cengengesan pemuda berkaca mata itu berkata sambil menggaruk rambutnya.“Hmm, Bang Sammy duluan aja, ya. Aku mau ketemu temen dulu,” ujar Zee pada Sammy.Tentu saja gadis itu tak ingin berlama dengan pria yang pasti akan dipertanyakan oleh Zeino.“Oh, ya udah. Bye, Zee!” pamit Sammy yang bernama asli Samuel.Tak
Sebuah motor sport berwarna hitam legam meluncur membelah jalan aspal yang menuju area salah satu kampus universitas swasta terkenal di kota. Begitu kuda besi itu berhenti di pelataran parkir, kedua pengendara yang masih mengenakan helm turun bergantian dari sadel. Begitu penutup kepala itu terbuka, terlihat pasangan muda-mudi yang berinisial sama ‘ZA’ itu segera merapikan rambut dan tampilan mereka sebelum melanjutkan langkah ke tujuan.Menepati janjinya, hari Senin ini Zefanya yang sedang libur bekerja menemani Zeino untuk melakukan bimbingan skripsi. Gadis itu memang sengaja mempersembahkan hari libur yang seharusnya untuk beristirahat dari lelah bekerja untuk memperbaiki hubungannya yang sedang kurang harmonis dengan Zeino.Walaupun sebenarnya ia sendri belum mengerti standar harmonis yang seharusnya seperti apa. Karena jika dirunut sejak mereka dijodohkan, hubungan mereka seperti air yang mengalir mengikuti alur yang mereka