Pria penasaran dengan pembalut, bukan tindak kriminal kan?
~
Naira pun langsung masuk ke minimarket dan menuju deretan rak yang berisi pembalut. Sebenarnya ia ingin membeli banyak karena stok di kostnya juga sudah menipis. Tapi ia sedikit malu pada Bian.
"35 cm? Sepanjang itu punya kamu? Seriously? Wow, amazing"
Heh? Naira langsung menggeplak bahu Bian kencang. Bagaimana tidak, pria itu mengatakan hal memalukan tersebut dengan suara kencang.
Bahkan beberapa karyawan minimarket sampai menahan tawa. Duh, mau di taruh dimana mukanya yang tidak seberapa cantik ini? Hiks.
"Aaaawww. Heh, saya ini Bos kamu. Berani-beraninya..."
"Uda deh pak diem aja. Itu mulut, mau saya sumpel pake pembalut?"
Pria itu hanya meringis kemudian berjalan ke kasir. Duh, ingin sekali Naira mencakar punggung Bian dengan trisula.
Tidak ingin peduli dengan keberadaan pria menyebalkan itu, Naira pun mengambil beberapa bungkus benda kramat dan memasukkannya dalam keranjang. Tentu saja itu semua tidak luput dari penglihatan Bian.
Bosnya itu sejak tadi mengintilinya di barisan rak berisi pembalut. Dia berniat beli atau bagaimana sih? Duh, bikin malu saja.
"Ini mbak" ucap Naira sambil meletakkan keranjang belanjaannya di kasir. Dan yeah, Bian selaku bosnya juga berdiri tepat di sampingnya sambil membawa keranjang yang tak kalah banyaknya.
Seingatnya tadi Bian terus mengikutinya di belakang. Jadi, kapan dia mengambil barang-barang belanjaan sebanyak itu? Mulai dari makanan, minuman, bahkan dia juga membeli kapas dan tisu.
"Tambah ini mbak"
Naira hanya melongo saat Bian mendorong tubuhnya dengan kasar. Untung aja bos, kalau bukan pasti sudah ia tempeleng sejak tadi.
"40 cm? Kok makin panjang aja. Pasti sampe ke punggu ya Nai"
Naira langsung meringis begitu mendengar celetukan Bian yang tiba-tiba. Apa yang dibahas oleh pria itu? Dia tidak sedang membahas panjang pembalut yang ia beli kan?
"Pak bisa diem ngga?"
"Sayap? Hahaha. Ada-ada aja ya. Pasti kalo mau pake harus dijinakin dulu biar ngga terbang"
"Diem pak!" perintah Naira. Kali ini mukanya sudah memerah bak kepiting rebus. Tak hanya dirinya, mbak-mbak kasir yang tengah men-scan barangnya pun ikut menahan malu.
"Kok yang ini ngga ada sayapnya Nai, beda spesies ya?"
"Astaghfirullah Bapak, bisa ngga sih ngga usah bahas pembalut"
"What's wrong with sanitary napkin? Emang cowok ngga boleh penasaran ya sama pembalut? Ada gitu hukumnya co..."
"Beli aja sana biar tau. Malu-maluin saja ish" ucap Naira sebal sambil menutupi mukanya yang sudah sangat panas.
"Ok, kalo gitu saya beli juga. Saya mau uji coba"
"Heeeeh, ayo balik ke kantor. Kayaknya otak bapak jatuh disana tadi"
"Iya iya. Nih bayar pake kartu saya aja. Awas kalo bayar pake uang sendiri. Kamu saya pecat" ucap Bian yang kemudian berlalu meninggalkannya.
"Kok maen pecat-pecat sih pak" teriak Naira tak terima.
"Daripada maen kuda-kudaan, hayooo"
"Keluar sana. Otak bapak kayaknya beneran jatuh"
Naira memijit kepalanya pusing saat melihat Bian yang berjalan keluar minimarket sambil cekikikan. Baru kali ini ia menemukan makhluk semenyebalkan pria itu.
"Ya ampun mbak, suaminya tolong dikondisikan dong. Saya sampe malu"
Heeeh, apa lagi ini Tuhan? Suami? Cuih. Naira tidak sudi punya status suami istri dengan pria tidak waras itu. Sampai kapanpun ia tidak sudi. Camkan itu.
*****
Kenapa harus bertemu jika hanya menebarkan garam di atas luka? Takdir sungguh kejam.~"Uda sah? Ha ha ha, halu banget tuh orang"Wajah Bian sontak berubah menjadi cemas. Pikirannya melambung, berusaha mengingat wajah Naira yang terlampau serius saat mengatakan hal itu.Tidak mungkin kan kalau dia sudah menikah. Buktinya status di CV gadis itu masih lajang. Iya benar, gara-gara penasaran, Bian sampai meminta data tersebut pada salah satu karyawan HRD.Yang pasti bukan Hilmi. Bisa gawat kalau pria itu mengadu pada Naira jika dirinya ini kepo dengan asistennya. Iya kalau dia hanya mengadu, kalau sampai menghajarnya bagaimana?Masalahnya, Bian belum tau status diantara mereka, jadi ia tidak boleh gegabah. Naira juga tidak mengatakan dengan siapa dia menjalin hubungan. Bisa jadi dengan Ganendra, Hilmi, atau bahkan dengan pria yang mengantarkan gadis itu ke kantor.Atau jangan-jangan dia madih berhubungan dengan pria sewaktu SMA itu?Ah entahlah, ia jadi pusing."Woy ngelamun aja. Mikirin
Jika tukang bangunan menghasilkan rumah dan gedung, maka tukang nyindir menghasilkan... Ada yang bisa jawab?~Bian meringis pelan saat menerima berkas yang diberikan oleh Tiur. Bagaimana bisa berkas penting ini ada padanya?"Kok ada di kamu?""Gimana pak?"Ia menghembuskan nafas pelan kemudian membuka berkas itu. Benar, ini berkas yang sama dengan yang ia lihat kemarin. Jadi, dimana Tiur menemukannya."Kenapa berkas ini ada di kamu?" Tanya Bian lagi dengan dahi mengernyit bingung."Kan bapak sendiri yang ngasih ke saya kemarin"Hah? Kapan? Kenapa Bian tidak ingat hal itu sama sekali? Sebentar-sebentar, sepertinya Bian mengingat sesuatu.Rasyid memberikan berkas itu tepat saat dirinya selesai meeting. Karena sibuk, ia tanpa sadar memberikan berkas itu pada... Tiur? Oh god, harusnya kan ia memberikan berkas itu pada Naira yang merupakan asistennya. Pantas saja gadis itu ngotot bahwa berkas penting ini tidak ada padanya. Duh, dasar Bian bodoh."Kenapa pak? Saya ngga boleh liat berkas i
Lebih enak mana, bos adalah mantanmu, atau mantan adalah bosmu? Serius nanya.~"Kamu gimana sih? Itu berkas penting Nai""Iya pak, saya juga tau. Tapi saya ngga ngerasa nerima berkas itu" ia sampai menekankan semua kata yang diucapkan.Baru 2 jam ia bekerja, Naira sudah mendapat amukan dari Bian. Berkas dari Rasyid mengenai gaji di hotel Nusa yang diterima langsung oleh Bian menghilang.Entah dimana pria itu menyimpan berkasnya, yang pasti Naira sama sekali tidak merasa menerima berkas itu. Boro-boro menerima, ia melihat saja tidak.Yang jadi masalah, kenapa Bian malah menyalahkannya? Ah pria itu memang suka melemparkan kasus yang ia buat sendiri. Menyebalkan."Meskipun kamu ngga nerima, tapi kan kamu yang beresin meja kerja saya. Jadi otomatis kamu harus bertanggung jawab karena berkas itu hilang"Mampus. Kenapa Naira tidak memikirkan kemungkinan itu? Bisa jadi berkas itu keselip dengan berkas lain. Sebaiknya ia segera mencari berkas itu sebelum mendapat amukan yang lebih parah. Bis
Aku memang sudah melatih tanganku untuk mengendalikan stik drum. Tapi hatimu, aku masih tidak paham bagaimana cara menjinakkannya.~ Tangan dan kaki Bian tidak bisa berhenti bergerak saat Bimo mulai menyanyikan sebuah lagu. Ia sendiri sedang memainkan drum dengan senyuman yang merekah di wajahnya.Sudah lama ia tidak memegang alat musik, apalagi ngeband seperti ini. Ya semoga saja bakatnya masih tersimpan. Jika tidak, bisa malu dirinya karena salah nada.Lagu jadilah legenda yang dinyanyikan oleh SID benar-benar membuat suasana menjadi syahdu. Lirik lagunya yang berisi ungkapan kebanggan untuk negara tercinta itu benar-benar membangkitkan semangat semua orang.Bimo yang kini menjadi vokalis, benar-benar bisa membangun suasana yang meriah. Semua orang yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing, langsung mendekat ke arah panggung.Suaranya yang memang cukup besar dan dalam, terdengar sangat cocok dengan lagu yang ia bawakan. Semangat pria itu yang begitu membara semakin membuat p
Naira cantik, siapa yang punya? Tentu saja bapak ibunya, hiks.~Bian menaikkan satu alisnya saat melihat Naira yang menatapnya dengan mata penuh kebencian. Ia jadi bingung, apa salahnya sampai mendapat pelototan seperti itu.Ia disini kan hanya untuk menghadiri acara reuni. Karena ini adalah reuni SMP pertama yang ia ikuti, jadi Bian menjadikan taman hotel perusahaannya untuk lokasi pertemuan.Tak hanya penyedia tempat, ia juga sudah menyuruh para koki hotel untuk menyiapkan beberapa hidangan lezat. Bahkan ia juga memerintah beberapa karyawan untuk membuat panggung. Asal kalian tau, apapun akan Bian lakukan demi Naira. Ya meskipun gadis itu sudah menduakannya. Tapi ia ingin Naira melihat bahwa inilah Bian sekarang. Sudah sukses dengan harta kekayaan yang menggunung.Siapa tau kan gadis itu akan memutuskan pacarnya dan kembali pada Bian. Ia memang mengharapkan itu terjadi. Meskipun ia benci, tapi rasa cintanya lebih besar pada Naira."Ehm maaf, mas siapa ya?" T
Dimanakah tempat aman bagi Naira? Masuk kardus dan dipaketin ke gurun sahara, sampe tidak ya?~Naira menghembuskan nafas pasrah melihat Silla yang heboh membawa sesuatu dan meletakkannya di kamar kost. Niatnya yang ingin langsung tidur sepulang kerja ternyata hanya angan-angan.Selama dirinya masih berteman dengan Silla, itu tandanya hidup Naira tidak akan pernah tenang. Seperti sekarang ini, meskipun ia bilang tidak, pasti dia akan tetap menyeretnya untuk datang ke sebuah acara yang menurutnya tidak penting.Ya Reuni, salah satu hal yang paling dibenci Naira. Jika bukan karena temannya yang heboh meminta dirinya untuk ikut, ia tidak akan sudi datang ke acara itu.Bayangkan saja, siapa sih zaman sekarang yang masih mengadakan reuni SMP. Iya SMP, duh, ia saja hampir lupa dengan masa-masa SMPnya dulu.Setiap tahun reuni itu memang diadakan. Dan Naira yang kelewat malas, tidak pernah datang ke acara itu. Lagian tanpa reuni, mereka juga