Share

Bab 6. What's Wrong With Sanitary Napkin?

Pria penasaran dengan pembalut, bukan tindak kriminal kan? 

~

Naira pun langsung masuk ke minimarket dan menuju deretan rak yang berisi pembalut. Sebenarnya ia ingin membeli banyak karena stok di kostnya juga sudah menipis. Tapi ia sedikit malu pada Bian.

"35 cm? Sepanjang itu punya kamu? Seriously? Wow, amazing"

Heh? Naira langsung menggeplak bahu Bian kencang. Bagaimana tidak, pria itu mengatakan hal memalukan tersebut dengan suara kencang. 

Bahkan beberapa karyawan minimarket sampai menahan tawa. Duh, mau di taruh dimana mukanya yang tidak seberapa cantik ini? Hiks.

"Aaaawww. Heh, saya ini Bos kamu. Berani-beraninya..."

"Uda deh pak diem aja. Itu mulut, mau saya sumpel pake pembalut?"

Pria itu hanya meringis kemudian berjalan ke kasir. Duh, ingin sekali Naira mencakar punggung Bian dengan trisula.

Tidak ingin peduli dengan keberadaan pria menyebalkan itu, Naira pun mengambil beberapa bungkus benda kramat dan memasukkannya dalam keranjang. Tentu saja itu semua tidak luput dari penglihatan Bian.

Bosnya itu sejak tadi mengintilinya di barisan rak berisi pembalut. Dia berniat beli atau bagaimana sih? Duh, bikin malu saja.

"Ini mbak" ucap Naira sambil meletakkan keranjang belanjaannya di kasir. Dan yeah, Bian selaku bosnya juga berdiri tepat di sampingnya sambil membawa keranjang yang tak kalah banyaknya.

Seingatnya tadi Bian terus mengikutinya di belakang. Jadi, kapan dia mengambil barang-barang belanjaan sebanyak itu? Mulai dari makanan, minuman, bahkan dia juga membeli kapas dan tisu.

"Tambah ini mbak"

Naira hanya melongo saat Bian mendorong tubuhnya dengan kasar. Untung aja bos, kalau bukan pasti sudah ia tempeleng sejak tadi.

"40 cm? Kok makin panjang aja. Pasti sampe ke punggu ya Nai"

Naira langsung meringis begitu mendengar celetukan Bian yang tiba-tiba. Apa yang dibahas oleh pria itu? Dia tidak sedang membahas panjang pembalut yang ia beli kan?

"Pak bisa diem ngga?"

"Sayap? Hahaha. Ada-ada aja ya. Pasti kalo mau pake harus dijinakin dulu biar ngga terbang"

"Diem pak!" perintah Naira. Kali ini mukanya sudah memerah bak kepiting rebus. Tak hanya dirinya, mbak-mbak kasir yang tengah men-scan barangnya pun ikut menahan malu.

"Kok yang ini ngga ada sayapnya Nai, beda spesies ya?"

"Astaghfirullah Bapak, bisa ngga sih ngga usah bahas pembalut"

"What's wrong with sanitary napkin? Emang cowok ngga boleh penasaran ya sama pembalut? Ada gitu hukumnya co..."

"Beli aja sana biar tau. Malu-maluin saja ish" ucap Naira sebal sambil menutupi mukanya yang sudah sangat panas.

"Ok, kalo gitu saya beli juga. Saya mau uji coba"

"Heeeeh, ayo balik ke kantor. Kayaknya otak bapak jatuh disana tadi"

"Iya iya. Nih bayar pake kartu saya aja. Awas kalo bayar pake uang sendiri. Kamu saya pecat" ucap Bian yang kemudian berlalu meninggalkannya.

"Kok maen pecat-pecat sih pak" teriak Naira tak terima.

"Daripada maen kuda-kudaan, hayooo"

"Keluar sana. Otak bapak kayaknya beneran jatuh"

Naira memijit kepalanya pusing saat melihat Bian yang berjalan keluar minimarket sambil cekikikan. Baru kali ini ia menemukan makhluk semenyebalkan pria itu.

"Ya ampun mbak, suaminya tolong dikondisikan dong. Saya sampe malu"

Heeeh, apa lagi ini Tuhan? Suami? Cuih. Naira tidak sudi punya status suami istri dengan pria tidak waras itu. Sampai kapanpun ia tidak sudi. Camkan itu.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status