Share

Bab 7. Mantu Jalur Expess

Pengangguran di tanya kapan kerja, setelah bekerja dimintain mantu. Susah ya jadi manusia.

~

Malam ini sudah Bian catat sebagai salah satu malam terindah dalam hidupnya. Sejak tadi, senyumnya tidak bisa luntur dari sang wajah. Bahkan sesekali ia tertawa keras bak orang gila yang kesetanan.

Sudah gila, kesetanan pula.

Tenang saja, apartemen yang dihuni Bian ini memang kedap suara. Jadi tidak akan ada yang mendengar kegilaannya.

Bian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya melambung membayangkan ekspresi Naira yang kesal karena ia yang terus menggodanya.

Entah apa yang terjadi pada dirinya sekarang, Bian benar-benar tidak tau. Padahal ia bukan tipe cowok yang suka menggoda perempuan meskipun itu pacar, keluarga, atau teman. Bahkan dulu saat ia pacaran dengan Naira, sekalipun Bian tidak pernah menggoda gadis itu. Aneh kan?

Bian adalah sosok pria cool yang lebih suka diam. Tapi itu tidak berlaku untuk keluarga dan sesuatu yang membuatnya terganggu. Jika ada yang membuatnya kesal, ia akan berubah cerewet bahkan sampai membuat orang-orang di sekitar mengumpatinya.

Iya benar. Bian mendengar banyak umpatan karena sikapnya yang perfeksionis. Padahal ia baru bekerja di perusahaan itu satu hari. Tapi namanya sudah di cap buruk oleh para karyawan, ck ck ck.

Sepulang dari minimarket tadi, ia langsung mengantarkan Naira pulang. Tentu saja setelah adu bacot dengannya. Gadis itu ingin balik lagi ke kantor karena pekerjaannya yang belum kelar.

Tapi Bian yang keras kepala jelas tidak mau kalah. Ia tetap ngotot dan mengancam jika gadis itu tetap pergi ke kantor, ia akan memotong gajinya. Dan yeah, akhirnya Naira menyerah dan menuruti perintahnya.

Sebenarnya itu hanyalah alibi Bian agar bisa mengantarkan Naira pulang. Ia penasaran dimana gadis itu tinggal. Ya sekalian sebagai salah satu cara untuk membuat Naira terpikat lagi oleh pesonanya.

Asal kalian tau, dirinya ini semakin dewasa semakin menggoda.

Naira tinggal di sebuah kost yang tak jauh dari kantor. Mungkin hanya 10 menit jika ditempuh dengan mobil. Eh, itu jauh atau dekat? Entahlah.

Getaran telfon yang tergeletak di bantal membuat Bian mau tidak mau menggerakkan tubuhnya. Nama ibu negara yang tertera di layar hp yang menyala menerbitkan senyum manis di wajahnya.

"Assalamu'alaikum sayang. Gimana kabarnya disana? Baik-baik aja kan?"

Bian mengulum senyum melihat kerutan kecil yang menghiasi mata dan dahi seorang wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya itu. Duh, ia rindu sekali dengan beliau.

"W*'alaikumussalam Ma. Alhamdulillah Bian disini baik. Mama disana gimana? Masih sehat kan?"

"Masih dong sayang. Kamu jaga kesehatan ya, jangan sampai telat makan. Kalo bisa sih sekalian cari mantu buat Mama, hehehe"

"Kalo mantu minta sama Bang Demi dong Ma. Masa baru sampe di Indonesia uda ditagih mantu" ucap Bian sambil mengerucutkan bibir.

"Ya kan uda ketemu Naira. Bisa kali ajakin videocall bareng. Mama kangen tau sama pacarmu itu"

Uhuk uhuk

Naira? Bagaimana bisa Mamanya tau bahwa ia sudah bertemu dengan gadis itu? Waaah, pasti ini kerjaan sang kakak. Kurang ajar. Awas saja, Bian nanti akan balas dendam.

"Masa uda nidurin anak orang ngga mau tanggung jawab"

Bian langsung melotot mendengar ucapan sang Mama. Nidurin anak orang? Sejauh mana kakaknya itu mengadukan dirinya? Ya ampun, hancur sudah reputasinya sebagai anak baik di depan Mamanya. Hiks.

"Jangan dengerin omongan bang Demi Ma, suka ngaco tuh orang. Gimana kalo Mama jodohin Abang aja sama anak rekan bisnisnya Papa? Lumayan kan Mama dapet mantu jalur express" ucap Bian cekikikan.

Tentu saja Ika langsung tertawa mendengar saran dari anak bungsunya. Sepertinya itu ide bagus. Ia akan bicara dengan sang suami setelah ini untuk membahas hal tersebut.

"Yan, Abang bisa lengserin kamu sekarang juga loh" cerocos Demi yang wajahnya tiba-tiba muncul di samping sang Mama.

"Sok aja, yang penting aku uda punya calon. Lah Abang, temen cewek aja ngga punya. Ups, hahaha"

Tawa Bian semakin keras saat mendengar Demi mencebikkan bibir kesal. Salah sendiri mengadukan kelakuan Bian pada sang Mama, jadi ia balas kan. Tapi memang benar sih, kakaknya itu terlalu pendiam sampai tidak punya teman perempuan satupun.

"Ma, apa jangan-jangan Abang gay lagi"

"Hush kamu itu. Masa Abang sendiri di katain"

"Abis aku ngga pernah liat tuh abang jalan sama cewek. Paling mentok juga muterin mall sama Mama" sanggah Bian tak mau kalah. Ia ingin memojokkan Demi.

"Abang pernah jalan sama Naira kalo kamu kepo. Gimana? Kalah start kan?" Jawab Demi dengan seringai nakal.

"Kok lo gitu sih bang. Punya adik sendiri malah di embat. Liat tuh kelakuan anak sulung Mama. Jodohin aja sana Ma, biar ngga gangguin jodoh orang"

Ika hanya geleng-geleng kepala mendengar aduhan sang anak. Bian dan Demi memang jarang akur sejak dulu. Ada saja yang mereka perdebatan. Tapi hal itulah yang membuat Ika sangat rindu untuk berkumpul lagi.

"Uda dulu sayang. Pasti kamu capek banget hari ini. Besok jangan lupa sarapan ya. Jangan lupa juga buat ambil hati calon mantu Mama. Assalamu'alaikum"

"Siap Bos, W*'alaikumussalam"

Tut

Karena sudah membuka hp, Bian pun memutuskan untuk membaca beberapa chat yang sejak pagi ia hiraukan. Sebagian chat tersebut berasal dari klien dan keluarganya.

Wait

Melihat banyaknya pesan di grup angkatan saat masih SMP membuat Bian penasaran. Tumben sekali grup yang sudah usang ini kembali ramai. Apa ada informasi penting?

Ia pun langsung membuka chat room grup tersebut dan membacanya satu per satu.

"Reuni?" Ucap Bian sambil mengerutkan dahinya. Sebenarnya setahun lalu juga ada wacana reuni dan memang terlaksana. Sayangnya, Bian saat itu masih ada di London.

Jadi berhubung sekarang ia sudah di Indonesia, Bian akan ikut di acara tersebut. Ia juga rindu dengan teman-teman seperjuangannya dulu.

Ah satu yang paling penting, ia ingin memastikan lagi apakah Naira benar-benar sudah mengingatnya?

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status