Informasi tentang artefak misterius itu bagai anak panah baru yang menancap dalam benak Vika dan Aldo. Di tengah sengketa tanah dan warisan tersembunyi, muncul lagi sebuah teka-teki dari masa lalu yang melibatkan Ratih dan kakek buyut Aldo. Rasa ingin tahu dan kekhawatiran bercampur aduk dalam diri mereka. Artefak apa itu? Mengapa Ratih menyembunyikannya? Dan apa hubungannya dengan semua kejadian yang mereka alami? "Artefak apa ini?" gumam Vika, memegang catatan yang disalin dari temuan polisi. Catatan itu samar, hanya menyebutkan sebuah "liontin warisan" yang memiliki "kekuatan sentimental yang tak ternilai" bagi keluarga Aldo di masa lalu. Tidak ada deskripsi fisik yang jelas, hanya petunjuk samar tentang tempat penyembunyiannya: "Di antara bisikan angin dan nyanyian ombak, di mana kenangan terukir abadi." Aldo mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat apakah ia pernah mendengar tentang liontin semacam itu dari cerita keluarga. "Aku tidak pernah mendengarnya. Peninggalan keluarg
Ketenangan yang mulai mereka nikmati ternyata hanyalah jeda sebelum gelombang yang lebih besar menghantam. Proses hukum Ratih berjalan, dan Lila, meskipun mulai terbuka, masih menyimpan lapisan emosi yang sulit ditebak. Vika dan Aldo berusaha membangun kembali rutinitas mereka, namun bayangan masa lalu keluarga Aldo terasa lebih nyata sekarang, seolah kabut tipis yang selalu hadir di sudut mata. Suatu malam, Aldo menerima telepon dari seorang pengacara yang mengaku mewakili sebuah keluarga yang memiliki kaitan dengan skandal keuangan kakek buyutnya dulu. Pengacara itu meminta pertemuan mendesak. Dengan perasaan tidak enak, Aldo menyetujuinya. Pertemuan itu terjadi di sebuah kafe yang tenang. Pengacara itu, seorang pria paruh baya dengan tatapan mata tajam, memperkenalkan dirinya sebagai Bapak Surya. Ia menjelaskan bahwa kliennya adalah keturunan dari salah satu investor yang mengalami kerugian besar akibat skandal tersebut. "Keluarga klien saya percaya bahwa keadilan belum sepenuhn
Ketenangan yang kini bersemayam di rumah Vika dan Aldo terasa berbeda. Bukan lagi ketenangan rapuh di atas permukaan yang bergejolak, melainkan keheningan yang lebih dalam, seperti danau yang airnya mulai jernih setelah badai mereda. Tertangkapnya Ratih memang mengakhiri teror yang nyata, namun riak-riak ketidaknyamanan masih terasa. Bayangan tatapan dingin Ratih, kata-kata penuh dendam dalam suratnya, sesekali masih melintas dalam benak Vika. Aldo, di sisi lain, menunjukkan ketegaran yang lebih nyata. Beban misteri yang selama ini menindihnya seolah terangkat sebagian. Namun, ia juga menyimpan luka baru—luka akibat mengetahui sisi kelam masa lalu keluarganya, dan fakta bahwa kebencian yang begitu mendalam bisa lahir dan bertahan selama bertahun-tahun. Malam itu, setelah Rafael tertidur lelap, Vika dan Aldo duduk di ruang kerja mereka. Cahaya lampu belajar yang temaram menerangi wajah mereka yang tampak lelah namun lega. Di atas meja tergeletak salinan artikel koran tua tentang skan
Ketenangan yang kembali menyelimuti rumah Vika dan Aldo terasa rapuh, seperti lapisan es tipis di atas danau yang dalam. Pengakuan Lila memang mengakhiri teror langsung yang mereka alami, namun pertanyaan tentang sumber foto-foto langka dan kotak musik antik terus menghantui benak Vika. Ia tidak bisa melepaskan perasaan bahwa ada benang lain yang terhubung dalam jalinan kejadian aneh ini, sebuah simpul tersembunyi yang belum mereka temukan. Vika mencoba mengingat-ingat percakapannya dengan Lila. Ada nada dingin dan getir dalam suara wanita itu, namun tidak ada kesan bahwa ia memiliki akses ke informasi yang sangat pribadi tentang masa lalu Aldo, apalagi artefak lama seperti kotak musik yang tersimpan rapat di rumah keluarga Aldo sejak lama. "Aldo," kata Vika suatu malam, saat mereka sedang menikmati teh di teras, "apakah kamu yakin tidak pernah menceritakan tentang kotak musik itu kepada siapa pun di luar keluarga?" Aldo mengerutkan kening, berpikir keras. "Seingatku, tidak pernah
Kehidupan Vika dan Aldo kembali menemukan keharmonisannya setelah badai audit berlalu. Kepercayaan di antara mereka terasa lebih kokoh, diuji dan ditempa oleh kesulitan yang mereka hadapi bersama. Aldo semakin terbuka tentang masa lalunya, menceritakan kisah-kisah lama yang sebelumnya enggan ia bagikan. Vika pun belajar untuk menerima masa lalu Aldo sebagai bagian dari perjalanan hidupnya, tanpa lagi merasa terancam oleh bayang-bayang Karina. Namun, ketenangan ini kembali terusik oleh serangkaian kejadian aneh dan membingungkan. Semuanya berawal dari sebuah paket misterius yang datang ke rumah mereka. Paket itu tidak mencantumkan nama pengirim dan hanya berisi sebuah kotak musik antik yang tampak usang. Ketika Vika memutar kenopnya, alunan melodi yang lembut namun terasa asing memenuhi ruangan. "Dari siapa ini?" tanya Vika heran sambil membolak-balik kotak musik itu. Aldo menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu. Tidak ada nama pengirimnya." Mereka berdua merasa aneh dengan
Kehidupan Vika dan Aldo perlahan kembali ke ritme yang lebih stabil. Kepercayaan yang mulai tumbuh di antara mereka terasa seperti tunas muda yang rapuh, membutuhkan perhatian dan kehati-hatian agar tidak layu kembali. Aldo terus menunjukkan komitmennya untuk menjadi suami dan ayah yang lebih baik. Ia tidak lagi membawa pekerjaan berlebihan ke rumah, selalu hadir dalam setiap momen penting Rafael, dan berusaha membangun komunikasi yang lebih terbuka dan jujur dengan Vika. Namun, ketenangan yang baru mereka nikmati kembali terusik oleh sebuah kejadian tak terduga. Suatu sore, saat Vika sedang membereskan lemari lama di gudang, ia menemukan sebuah kotak yang sudah berdebu. Di dalamnya, ia menemukan foto-foto lama Aldo bersama seorang wanita yang tidak asing baginya—Karina. Foto-foto itu diambil saat mereka masih kuliah, terlihat mesra dan bahagia. Di antara foto-foto itu, terselip sebuah surat tulisan tangan dengan kalimat-kalimat penuh cinta dari Karina untuk Aldo. Jantung Vika berd