cinta yang terpisah

cinta yang terpisah

last updateLast Updated : 2025-05-23
By:  RaraOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
15Chapters
110views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Vika dan Aldo dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun berpisah tanpa kabar. Vika, seorang asisten editor yang berusaha menemukan makna dalam hidupnya, dan Aldo, pria yang baru kembali dari London dengan membawa rahasia masa lalu, tak menyangka bahwa takdir kembali mempertemukan mereka. Dalam pertemuan yang tak terduga, keduanya mulai merasakan koneksi yang kuat. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka dihadapkan pada kenyataan pahit yang menguji hubungan mereka. Luka lama yang belum sembuh, rahasia yang tak terduga, dan pilihan sulit yang harus mereka buat menjadikan kisah cinta mereka penuh lika-liku. Akankah mereka berhasil mengatasi rintangan yang ada? Ataukah cinta mereka hanya akan menjadi kisah yang kembali terpisah oleh waktu dan keadaan?

View More

Chapter 1

BAB 1: PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA

Hujan turun deras membasahi jalanan kota Jakarta sore itu. Vika berlari kecil, mencoba menghindari hujan dengan mendekap tasnya erat-erat. Langkahnya terburu-buru menuju halte bus terdekat. Namun, nasib berkata lain. Sebuah genangan air yang dalam tidak dapat dihindarinya, membuat sepatunya basah kuyup.

"Astaga! Hari ini benar-benar sial," gerutunya pelan.

Saat ia tiba di halte, napasnya masih tersengal. Dari sudut mata, ia melihat seorang pria berdiri di sana, juga berteduh. Pria itu tinggi, dengan wajah tegas dan tatapan tajam. Ia mengenakan kemeja putih yang sedikit basah di bagian bahu, mungkin terkena percikan hujan. Tanpa sadar, Vika memperhatikannya.

"Kau basah kuyup," suara pria itu membuat Vika tersentak.

Vika mengerjap, merasa malu karena tertangkap basah sedang memperhatikan orang asing. "Iya, genangan air sialan ini membuat sepatuku seperti kolam renang mini," jawabnya sambil tersenyum kecil.

Pria itu tersenyum tipis. "Aku Aldo, kebetulan kita satu halte. Sepertinya bus tidak akan datang dalam waktu dekat. Apa kau ingin naik taksi saja?"

Vika ragu sejenak. Ia bukan tipe orang yang mudah percaya pada orang asing, tapi ada sesuatu dalam tatapan Aldo yang terasa tulus. "Aku lebih suka menunggu bus," jawabnya akhirnya.

Hening sejenak di antara mereka. Hujan semakin deras, menciptakan suara ritmis yang menenangkan. Vika menggigil sedikit, membuat Aldo tanpa berpikir panjang membuka jaketnya dan menyodorkannya padanya.

"Pakai ini, kau kedinginan."

Vika terkejut. "Ah, tidak usah. Aku baik-baik saja."

"Tidak apa-apa, aku masih kuat menahan dingin," ujar Aldo sambil tetap menyodorkan jaketnya.

Vika akhirnya menerimanya dengan ragu. "Terima kasih, Aldo."

Saat itu juga, tanpa mereka sadari, ada sesuatu yang mulai tumbuh di antara mereka. Sebuah perasaan yang masih samar, namun perlahan-lahan akan mengubah hidup mereka.

Hujan terus turun dengan deras, membuat suasana semakin dingin. Vika merapatkan jaket yang dipinjamkannya oleh Aldo. Wangi khas maskulin dari jaket itu menyelusup ke hidungnya, memberikan kehangatan di tengah cuaca yang dingin.

"Kau sering naik bus dari sini?" tanya Aldo, mencoba mencairkan suasana.

Vika mengangguk. "Ya, setiap hari aku pulang dari kantor lewat sini. Kadang aku juga mampir ke kafe dekat sini kalau sedang ingin bersantai."

Aldo tersenyum. "Aku juga sering ke kafe itu. Mungkin kita pernah bertemu sebelumnya, hanya saja kita tidak sadar."

Vika tertawa kecil. "Mungkin saja. Jakarta ini terasa luas, tapi kadang dunia begitu sempit."

Percakapan mereka terus mengalir. Vika merasa nyaman berbicara dengan Aldo, sesuatu yang jarang ia rasakan terhadap orang baru. Waktu berlalu tanpa mereka sadari. Hujan mulai mereda, menyisakan rintik-rintik kecil di atas aspal yang basah.

Tak lama kemudian, bus yang mereka tunggu akhirnya tiba. Aldo mengangguk ke arah Vika. "Sepertinya ini busmu."

Vika menghela napas pelan, sedikit kecewa karena kebersamaan singkat mereka harus berakhir. "Iya, terima kasih untuk jaketnya. Akan kukembalikan lain kali."

Aldo tersenyum. "Tidak perlu buru-buru. Mungkin itu bisa menjadi alasan untuk kita bertemu lagi."

Vika merasakan jantungnya berdebar. Ia tidak menyangka Aldo akan mengatakan hal seperti itu. Ia hanya tersenyum sebelum menaiki bus. Dari jendela, ia melihat Aldo masih berdiri di halte, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Saat bus mulai berjalan, Vika bersandar di kursinya. Ia tidak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Entah kenapa, ada sesuatu dalam pertemuan itu yang terasa begitu berbeda.

Dan mungkin, pertemuan itu bukanlah kebetulan.

Keesokan harinya, Vika tidak bisa berhenti memikirkan Aldo. Ia bahkan membawa jaketnya ke kantor, berharap bisa bertemu dengannya lagi. Namun, ia merasa bodoh karena tidak bertanya di mana Aldo bekerja atau bagaimana cara menghubunginya.

Saat jam makan siang tiba, ia memutuskan untuk pergi ke kafe yang ia sebutkan kepada Aldo kemarin. Mungkin saja Aldo benar-benar sering ke sana.

Saat ia memasuki kafe, matanya langsung tertuju pada seseorang yang duduk di sudut ruangan. Aldo.

Seolah merasakan tatapannya, Aldo menoleh dan tersenyum. "Vika! Kau di sini?"

Vika tersenyum canggung. "Aku memang sering ke sini. Kau juga?"

Aldo mengangguk. "Ya, dan sepertinya aku beruntung hari ini."

Vika merasa pipinya sedikit memanas. Ia berjalan mendekat dan duduk di kursi di depan Aldo. "Aku membawa jaketmu."

Aldo tertawa kecil. "Aku tidak berpikir kau akan secepat ini ingin mengembalikannya."

"Aku tidak suka berhutang," kata Vika sambil menyerahkan jaket itu.

Aldo menerimanya dengan senyum. "Baiklah, kalau begitu aku ingin berterima kasih. Bagaimana kalau aku mentraktirmu makan siang?"

Vika berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Kenapa tidak?"

Siang itu mereka menghabiskan waktu bersama, mengobrol lebih banyak tentang diri masing-masing. Vika mengetahui bahwa Aldo bekerja di gedung yang sama dengannya, hanya berbeda lantai. Mereka membicarakan banyak hal, dari pekerjaan hingga hal-hal kecil yang mereka sukai.

Vika merasa semakin nyaman dengan Aldo. Ia menyukai cara Aldo berbicara, bagaimana ia mendengarkan dengan penuh perhatian, dan bagaimana ia membuatnya merasa dihargai.

Saat mereka selesai makan, Aldo menatap Vika dengan serius. "Vika, aku senang bisa mengenalmu lebih jauh."

Vika tersenyum. "Aku juga, Aldo."

Aldo tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Mungkin kita bisa sering bertemu seperti ini?"

Vika terdiam. Ia tidak menyangka Aldo akan mengatakannya dengan begitu langsung. Tapi, jauh di dalam hatinya, ia juga menginginkannya.

"Aku tidak keberatan," jawabnya pelan.

Aldo tersenyum lebar. "Bagus. Karena aku ingin mengenalmu lebih baik."

Vika tidak bisa menahan senyumnya. Ia merasa, pertemuan di halte kemarin mungkin bukan sekadar kebetulan. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.

Dan ia tidak sabar untuk melihat ke mana cerita ini akan membawanya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
15 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status