Semua Bab Time love chronicles: Bab 11 - Bab 20
43 Bab
Sebelas
  Leewan duduk termenung. Seorang diri di dalam kamarnya. Hatinya dipenuhi bimbang. Shenling atau Chenyang? Tapi Shenling sudah membohongi dia. Sedang Chenyang adalah tuan putri Lanshang yang selama ini begitu dihormati.   'Aku tidak akan tertipu lagi,' ucapnya dalam hati."Aku harus percaya pada putri Lanshang."   Suara ketukan di pintu mengejutkan dia dari lamunan. Pemuda itu bergegas bangun dari tidurnya.   "Aku tahu kau pasti gelisah dengan kata-kata Shenling, tapi kau tidak perlu mendengarkan dia," ucap Chenyang sambil mengajak Leewan keluar dari kamar. Mereka lalu duduk di ruang depan yang berhias ornamen unik.   "Sebelum bisa menemukanmu, aku sudah mencari tahu tentang Shenling. Dia itu gadis jahat yang berpura-pura baik untuk memanipulasi dan memanfaatkan orang lain. Yang terpenting adalah kau jangan pernah percaya padanya," ucap Chenyang sambil mengulurkan tangan dan meraih jemari pemuda itu.&nbs
Baca selengkapnya
Duabelas
   Shenling mendesah pelan seraya menatap langit di luar rumah yang tampak gelap karena mendung tebal. Lagi-lagi di malam hari, purnama dan bintang masih saja bersembunyi di peraduannya.   Shenling berdiri diam sambil bersidekap. Ingatannya selalu melayang pada sosok Leewan. Entah mengapa begitu susah menghapus bayangan pada sosok itu? Padahal dulu dengan begitu mudah, dia menghapus kenangan akan Yanche meski hatinya juga tetap merasa sakit. Hanya saja perasaan yang dia miliki kepada Leewan memang lebih dalam.   'Mungkin karena aku tidak pernah benar-benar mencintai Yanche,' ujarnya dalam hati.    Shenling masih mengingat jelas betapa dulu Yanche terus saja berusaha mengejar-ngejar dirinya. Setumpuk hadiah dan karangan bunga mawar merah muda selalu saja tidak pernah terlambat datang.    Akan tetapi, yang membuat Shenling mau menerima cinta Yanche adalah perhatian pemuda itu kepada sang ayah. Selama beliau
Baca selengkapnya
Tiga belas
   "Chenyang, kau sedang apa?" tanya Shenling sambil bergegas menghampiri sahabatnya itu. Dua gadis berkulit kuning langsat tersebut tampak manis dengan seragam sekolah mereka.   "Diamlah di situ!" perintah Chenyang.   "Kenapa? Aku mencarimu dari tadi. Jam pelajaran akan segera dimulai."   "Ih, kau ini. Kusuruh diam juga masih aja nyerocos. Nih, rasain," ujar Chenyang sambil mengoles krim kue ke pipi sahabatnya itu.   "Kamu tuh apaan sih. Jadi kotor 'kan?" gerutu Shenling sambil membersihkan wajahnya.   "Kamu lupa lagi. Setiap tahun kamu selalu lupa," balas Chenyang.    Shenling mengerutkan kening sambil menatap sahabatnya.    "Sia-sia sudah aku membeli kue tar untukmu, sedang kau sendiri malah tidak ingat."    "Apa maksudmu?"    "Sahabatku, kau lupa hari ini hari apa?"    "Hari Rabu. Tunggu sebentar, apa
Baca selengkapnya
Empat belas
   Shenling diam terpaku. Suasana di sekeliling yang semula ramai seolah berubah sunyi. Orang-orang menghilang dan waktu seperti terhenti. Di tengah keramaian, mereka seolah hanya berdua. Larut dalam bius rasa yang membuat jantung berdetak keras oleh gairah.     Leewan tersenyum saat mengakhiri ciuman. Dia lalu meraih tangan gadis dan mengajak pergi. Shenling hanya menurut dalam diam.    Mereka tiba di sebuah danau buatan yang dihiasi oleh lampu-lampu mungil sebagai penerangan. Sebuah jembatan yang telah dihias dengan meriah juga terdapat di sana. Perahu-perahu mungil beraneka warna tampak melintas tidak jauh dari tempat Shenling dan Leewan berdiri.    "Aku tidak menyangka tempat seperti ini juga masih ada di jaman sekarang. Suasana tempat ini benar-benar membuatku teringat pada masa lalu. Dulu festival seperti ini selalu diadakan setiap malam tahun baru. Kami, para prajurit kerajaan, bahkan hampir tidak pernah bisa m
Baca selengkapnya
Lima belas
   Shenling tetap diam dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Berbagai pikiran bercabang dalam benak gadis itu. Dia tidak menyangka Leewan berencana untuk melamar. Bukannya dia tidak suka, hanya saja dirinya tidak tahu bagaimana nanti jika Leewan menghilang. Bagaimana dia harus mengatasi rasa kehilangan tersebut?   Begitu banyak keraguan yang menghantui diri. Namun, di sisi lain, dia juga senang, perasaan Leewan ternyata tulus padanya. Pemuda itu bersungguh-sungguh dengan hubungan mereka, bahkan berniat melamarnya.   "Kenapa wajahmu muram seperti itu setelah aku melamarmu?" tanya Leewan.   Suasana sore itu tampak indah dengan bunga-bunga sakura yang menjatuhkan kelopaknya di sepanjang jalan. Mereka tampak seperti rintik salju yang tengah bertaburan mewarnai hari.   "Kenapa kau tidak terlihat bahagia? Apa kau tidak benar-benar mencintaiku?" tanya pemuda itu lagi saat melihat gadis tersebut hanya diam men
Baca selengkapnya
Enam belas
   Lanshang berlari menuju kamar. Dia tidak ingin mendengar lagi kata-kata ayahnya. Tadi dia dipanggil menuju aula utama, karena sang ayah ingin membicarakan pernikahannya dengan seorang pangeran dari negeri seberang.   Wuyan-nama pangeran itu- memang berparas tampan dan rupawan. Alis mata yang bertaut indah di wajah yang terukir sempurna membuatnya terlihat anggun menawan hati. Hidung mancung dan sepasang mata bersinar menjadi nilai tambah untuk paras sempurnanya tersebut. Namun semua itu tidak menggoyahkan hati Lanshang. Meski sang pangeran bersikap ramah, Lanshang tetap saja bersikap dingin dan langsung pergi begitu saja.   "Lanshang," tegur Lanzhou yang tadi segera mengikuti adiknya.   "Kakak, aku tidak bisa menerima semua ini. Kakak tahu aku masih menunggu Leewan. Meski ini sudah lama, aku yakin dia pasti akan kembali," sahut gadis itu.   "Kakak tahu," jawab Lanzhou sambil meraih tangan adiknya.
Baca selengkapnya
Tujuh belas
   Hari istimewa tersebut akhirnya tiba juga. Shenling terlihat sangat cantik dengan tatanan rambutnya yang dibentuk sanggul mungil, sedang sisanya dikeriting. Lalu ada hiasan bunga-bunga kecil serta mutiara di rambutnya. Tidak lupa tusuk konde serta kerudung putih yang menutupi wajahnya.   Meski begitu, wajah nan ayu yang duduk di depan meja rias tersebut terlihat sedih.   'Hari ini seharusnya menjadi hari bahagiaku, tetapi Ayah dan Chenyang tidak berada di sini. Tanpa mereka, kebahagiaan ini tidak terasa lengkap,' ucap Shenling dalam hati. Titik air mata tampak mengalir membasahi pipi.   Suara pintu yang dibuka di belakangnya tidak membuat gadis itu menoleh.   "Kupikir kau akan tertawa bahagia karena berhasil mengalahkanku dan membuatku mendekam di penjara, ternyata kau malah bermuram-durja. Kenapa? Apa kau merasa bahwa mautmu akan menghampirimu?" tegur sebuah suara mengejutkannya. Shenling langsung berb
Baca selengkapnya
Delapan belas
    Kondisi Leewan sudah pulih. Dia juga telah bertugas seperti biasa. Meski begitu, pemuda itu masih terus menghindari Lanshang.    Lanzhou yang menyadari itu segera menemui Leewan. Pemuda itu sedang berlatih bela diri pedang dengan anak buahnya.    "Aku ingin bicara denganmu," ujar Lanzhou. Bukannya menjawab, Leewan justru mengarahkan pedang ke arah Lanzhou. Yang lain segera menyingkir. Kedua pemuda bertubuh perkasa kemudian beradu pedang.    Perkelahian tidak berlangsung lama setelah Leewan mengalah dan Lanzhou memukul jatuh pedang tersebut.    "Ada apa denganmu?" tanya sang pangeran lagi saat keduanya berdiri dan melihat pasukan yang kembali berlatih dengan pedang di tangan masing-masing.    "Ada banyak hal yang terjadi sewaktu aku menghilang. Aku berada di tempat berbeda. Bertemu dan menjadi akrab dengan orang-orang di sana."    "Lalu apa hubungan semua itu denga
Baca selengkapnya
Sembilan belas
    Melupakan seseorang yang telah bertaut di dalam hati bukanlah hal mudah. Sekian lama hari berlalu tanpa keberadaan Leewan, Shenling telah berupaya sekuat tenaga melupakan sosok pemuda itu. Namun bayangan dirinya justru semakin melekat kuat.   Setiap hari, gadis itu berusaha menyibukkan diri. Bekerja membuat dan menjajakan kue, tetapi sosok itu tetap mengusik sisi-sisi hatinya.   Malam itu seperti biasa. Setelah lelah menjajakan kue, dia beristirahat. Tanpa sadar dirinya yang masih duduk di sofa kamar tertidur. Berkas cahaya bersinar dari kaca besar yang berada di ruangan tersebut. Tidak lama, cahaya melingkupi gadis tersebut dan dalam sekejap Shenling menghilang dari sana.***   "Kau harus bisa melupakan dia. Jika kalian tidak bisa saling bertemu, untuk apa terus mengingat dia. Bukankah lebih baik untuk melupakan?" ujar Lanzhou saat dirinya menemui Leewan yang sedang memeriksa kuda dan perse
Baca selengkapnya
Dua puluh
   Shenling berjalan sendirian menuju hutan. Rambutnya yang dicepol dan dikepang membuat gadis itu terlihat manis. Apalagi jepit rambut kupu-kupu serta tusuk konde ikut menghias rambutnya. Pakaian tradisional berwarna kuning tersebut makin mempercantik gadis itu. Setiap hari, Nyonya Chen, wanita yang menampungnya itu selalu mendandaninya agar terlihat cantik. Shenling tidak keberatan meski wanita itu mungkin hanya menganggapnya sebagai pengganti sang putri.    Setiap hari pula gadis itu ikut ke hutan bersama Pak Chen mencari kayu bakar untuk dijual di pasar. Kecantikan Shenling tentu tidak luput dari perhatian para pemuda di sekitar situ, tetapi gadis tersebut bersikap tidak peduli. Yang dipikirkannya, hanyalah ia ingin bertemu dengan Leewan.   'Aku sudah memiliki orang tua angkat sekarang. Jika bisa bersama Leewan maka kebahagiaanku akan lengkap,' gumamnya pelan.    Hari ini, dia hanya berangkat seorang diri. Pak Che
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status