All Chapters of Together But Hurt: Chapter 51 - Chapter 58
58 Chapters
Bethania Si Baik Hati
Gwen terbangun karena aroma telur orak-arik, avacado toast, dan susu putih hangat. Bukan menyesap harumnya yang memenuhi ruangan, Gwen justru merasa mual.Dia nyaris tersandung, saat buru-buru ke kamar mandi karena memang tidak tahan dengan aroma menu yang diletakkan oleh Beth sekitar tujuh menit sebelum Gwen terbangun, atas perintah Eric.Dan menu sarapan itu juga Eric yang memintanya. Dia memilihkan menu sarapan pagi yang tepat, tapi sepertinya tidak untuk kondisi Gwen saat ini.Gwen menduga sesuatu yang tidak biasa terjadi dengan tubuhnya. Menahan rasa khawatir yang menguap hingga memunculkan hawa dingin di tengkuk, Gwen meraba perutnya yang rata. Mengusap perlahan dengan gerakan memutar. Adakah kehidupan baru di dalam sana? Mendadak, wajah pucat Eric yang selalu tersenyum lembut padanya, mulai berputar ulang, kilasan demi kilasan, bak sebuah film dengan adegan yang diperlambat.Ini gawat!Percintaan terakhir mereka bahkan terjadi beberap
Read more
Kecuali, Gwen
Eric dan Alexi duduk saling berhadapan di kantin Rumah Sakit, karena kedua Ibu dari sahabat mereka yang memintanya.Misca dan Renata kompak menyuruh Eric juga Alexi untuk keluar makan siang, sebelum mereka melewatkan semua itu dengan perut kosong, karena menunggu kedua sahabat mereka yang belum juga terbangun dari koma.“Belum ada keterangan pasti tentang kecelakaan mereka, selain karena mengalami kecelakaan di jalan bebas hambatan, hujan cukup deras hampir tengah malam, dan Piter tidak memasang dashcam di mobilnya,” kata Eric, mencoba memberitahu Alexi yang terlihat penasaran, meski tidak lagi bertanya apapun setelah Eric memberi jawaban singkat tanpa kepastian di ruangan Jupiter dan Inez tadi.“Semalam memang hujan turun sangat deras, aku tidak bisa membayangkan pada apa yang menimpa mereka berdua. Benar-benar  mengejutkan.”“Kau benar. Saat ini, kita tidak tahu apapun. Jadi sangat sulit menduganya.” Eric hanya m
Read more
Aroma Rumah Sakit
Sore hari yang kelabu dengan angin dingin menusuk kulit, menjauhkan tubuh Gwen dari selimut.Gwen tidak menginginkan selimut yang sudah dibawakan oleh Beth. Sebenarnya, pelayan ramah itu tahu, Eric akan kecewa jika dia tidak menjaga Gwen dengan baik, ketika Eric sudah meminta tolong dan percaya padanya.Alasan Gwen meninggalkan selimut itu di bawah kakinya, bukan karena dia sedang ingin diperhatikan lebih dari sekedar memberikan selimut, tapi karena dia tidak menyukai aromanya.Pewangi dan pelembut pakaian yang menebarkan aroma campuran susu dan beras, membuat Gwen membenci selimut itu. Walau tidak menyebabkan rasa mual, tetap saja dia sempat menutup hidung saat menggunakannya, sebelum berakhir di bawah kakinya.“Pakailah selimutmu, Gwen.” Beth muncul dengan nampan berisi semangkuk sup sayur dan segelas air putih hangat, yang diletakkannya terburu-buru karena Beth ingin segera menyelimuti Gwen.“Tidak, jangan Beth. Aku tidak menyukai aroma selimutnya,”
Read more
Masalah Yang Terletak Pada Diri Sendiri
Meski bingung akan maksud ucapan Gwen, Eric mematung dan mencoba sedikit untuk memahaminya yang sedang dalam kondisi tidak baik.“Itu artinya?”“Kau boleh mendekat,” kata Gwen pelan, menurunkan selimutnya sampai batas mulut, “tapi lepaskan kemejamu. Sisakan kaus dalamnya saja.”Eric tersenyum. Dipikiran Eric, ini sesuatu yang unik dan tergolong biasa dia lakoni bersama Gwen.Eric melepas kemeja hitamnya, menyisakan kaus dalam bewarna senada, lalu mendekat perlahan pada Gwen yang masih dalam posisi berbaring miring ke arahnya.Gwen duduk setelah Eric tiba di tepi sofa, mengendus sekilas tanpa disadari Eric, kemudian tersenyum senang. Aroma parfum dan keringat Eric menyatu, dan dia suka itu.“Bagaimana?” Eric ragu-ragu. Dia berpikir harusnya dia tidak mendengarkan Gwen dan tetap bergabung dengan busa melimpah atau di bawah shower saat ini.“Peluk aku,” gumam Gwen, tidak merenta
Read more
Harus Terus Hidup
Langit mendung dengan gerimis tipis mewarnai pagi hari ini. Gwen berusaha bangun lebih cepat, jam empat lewat sebelas menit, hanya untuk lari dari ruangan Eric tanpa ketahuan.Dapur dan seluruh sudut restoran sepi. Gwen mendorong pintu dapur dengan hati-hati. Rupanya di luar, langit benar-benar masih terlihat seperti malam hari.Semua lampu-lampu jalan menyala terang. Begitupun dengan penerangan di setiap rumah dan toko. Gwen menoleh untuk terakhir kalinya, melihat Delila Restaurant dengan senyum tipis yang sekejap.Terburu-buru, dia melangkah. Membuang SIM Card ponselnya ke tong sampah, lalu menghilang di jalanan kecil bagian samping bangunan pertokoan untuk menghilangkan jejaknya dari Eric.Gwen pulang ke rumah, tidak lagi menemukan bangkai tikus di depan pintu. Jadi dia masuk, dan menyiapkan semua pakaian di atas ranjang, lalu satu persatu, menyusunnya ke koper dengan hati-hati dan cepat.Menurut perkiraannya—jika tepat—Eric akan ter
Read more
Tolong Ingat Namaku
Enam bulan setelah Gwen pergi dan Jupiter yang kembali dari koma.  Inez terburu-buru keluar dari butiknya. Dia tergesa karena akan ada janji temu dengan psikiater Emmie dua belas menit lagi. Belakangan, setiap malam dia selalu mimpi buruk, ya, tidak buruk juga, karena bayangan tubuh tinggi tegap itu terus membuat Inez penasaran.Dia hadir dalam mimpi Inez, tanpa menunjukkan wajahnya. Setiap kali terbangun, Inez akan merasakan kesedihan yang begitu mendalam tanpa sebab. Bahkan dia sampai menangis meraung untuk bisa mendapatkan kelegaan di hatinya.Terkadang, beberapa kali, tanpa sadar, Inez berdiri di ujung balkon seolah dia akan melompat jatuh dari lantai empat. Nyaris mati, Inez berpikir untuk menemui psikiater dengan rutin. Tatapannya yang kosong seolah mengingatkannya akan sebuah kehilangan yang teramat menyakitkan, dan berakhir pada kondisi kejiwaannya menjadi tidak stabil.Sibuk dengan pikirannya, Inez seketika sadar
Read more
Sudah Cukup Bagiku
Suasana kediaman Zacky Van Dick terlihat sunyi dari luar, namun keadaan di ruang keluarga, tidak begitu.“Sayang, lihat ini!” teriak Alexi dengan histeris, dia dalam posisi berjongkok dan berjaga-jaga untuk menangkap tubuh mungil di depannya yang sedang berdiri bergoyang-goyang, belum sempurna.Zanna muncul dengan apron menutupi bagian depan tubuhnya, dia tersenyum dan bertepuk tangan sambil menyemangati keduanya.“Sayang, kau hebat, teruskan!” Zanna mencium sekilas pipi Alexi, lalu dia kembali ke dapur.Alexi semakin bersemangat ketika bayi Rosalie yang sudah berusia hampir delapan bulan, memanggilnya ribut dengan sebutan ‘Papa’ yang belum jelas, terkadang dia menunjuk-nunjuk ke arah dapur.“Kau ingin Mamamu?” Alexi mencium gemas kedua pipi Putrinya, menggendong bayi Rosalie dan membawanya ke dapur.Alexi mengejutkan Zanna yang sedang mencuci sayuran, sedikit terpekik, Zanna berbalik, dan memeluk keduanya.“Sayang, sepertinya ... Rose mengi
Read more
Oliver Xavier Fagan
Malam hari ini terasa panas dan gerah, membuat keringat mengucur deras dari tubuh Lola yang berlari keluar taksi dengan terburu-buru menuju ruang bersalin sebuah Rumah Sakit kecil, yang ada di pinggiran kota.Bibirnya komat-kamit merapalkan permohonan untuk keselamatan sahabatnya. Lola ingat betapa beruntungnya, dia akan bisa ikut menyaksikan persalinan sahabatnya, mengingat tadi saat dihubungi, Lola sedang memasukkan pakaian ke koper karena dia akan ikut penerbangan pulang pagi, esoknya.Ini bukan minggu keempat puluh, tapi sahabat Lola terpaksa akan melakukan persalinan secara prematur malam ini, di usia kandungan kurang dari tiga puluh tujuh minggu.Sebelum masuk, Lola menjumpai terlebih dulu pria yang sudah duduk menunggunya di kursi panjang lorong Rumah Sakit, tidak jauh dari ruang bersalin.“Kapan kau tiba?” Lola masih terengah, menatap heran pada pria yang terlihat pura-pura tenang dibalik wajah gugupnya.Padahal Lola menghubungi pria ini saat di
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status