All Chapters of Can is mine: Chapter 11 - Chapter 20
111 Chapters
Episode 11
"Pak Candra, aaaargh. Apa kabar? Tiga hari gak ketemu makin ganteng aja nih auranya!" pekik Widi ketika Candra baru saja hendak memasuki ruangannya. Candra pun menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir dengan tingkah Widi. Dosen seumurannya yang tingkahnya semakin hari semakin aneh. "Saya baik, Wid. Terimakasih lo pujiannya" ucapnya tersenyum manis. Melihat senyuman manis yang Candra lontarkan membuat Widi sumeringah, bahagia. Bahkan kini hatinya seolah sedang berbunga-bunga. Namun sial kebahagiaannya tak berlangsung lama ketika seorang perempuan sepantarannya menghampiri mereka dengan berjalan anggun sambil menenteng tas di lengannya. Tatapan jengah Candra layangkan pada wanita disebelahnya yang berpenampilan begitu seksi, tak ada sopan-sopannya sama sekali, menurutnya."Sayang!" pekik wanita itu membuat Candra dan Widi sontak memebelalakan mata. Sejak kapan wanita itu memanggil dirinya dengan sebutan sayang? Bahkan tak ada
Read more
Epsode 12 rapat
Ruang sekertariat BEM kini telah dipenuhi para anak-anak dari berbagai organisasi di kampus ini. Rapat gabungan selalu membuat anak BEM kewalahan dan tak jarang kadang teras sekertariat BEM pun dijadikan tempat untuk menampung semua anak-anak dari berbagai organisasi."Gue bilang apa, gue ikut rapat hari ini" bisik Guntur pada Ayana dengan cengiran khasnya. "Jangan lupa, nanti pulang gue nebeng sama lo. Kalau sama si Asepkan kesihan, harus putar balik lagi," bisik Ayana. "Siap, bos!"Rapat akan segera dimulai. Semua elemen mahasiswa yang berbeda almamater itu duduk dimeja yang melingkar.Bisma, sang presiden Badan Eksekutif Mahasiswa itu berdiri dengan beberapa kertas ditanganya. Rambut yang dibiarkan sedikit gondrong itu, ia ikat rapi. Pesonanya yang terlihat menawan menjadikan sang presbem itu idaman para cewek-cewek, tak terkecuali dengan Atik. Ia begitu mengagumi laki-laki berambut gondrong dan berkumis tipis itu. 
Read more
Peraturan
"Eh, hoy! Pak Can?" Teriakan Guntur membuat Candra yang hendak berbalik arah untuk kembali kerumah terpaksa harus kembali berputar, lalu tersenyum sekilas, menghampiri mereka. "Ada apa, Gun? Teriak-teriak panggil saya, mau ngapain?" tanya Candra datar, berdiri dihadapan mereka dengan wajah setenang riak air."Ngapain disini, pak? Bukannya kalian ini musuhan ya? Kok bisa bapak ada dirumah ini?" tanya Guntur beruntun. Tanpa disadari Ayana dan Candra saling melempar pandang, mencari beribu alasan untuk jawaban atas pertanyaan dari Guntur tersebut."Ekhem... Saya kesini disuruh ayah saya buat temuin pak Herlan, kata siapa saya musuhan sama perempuan disebelah saya ini? Saya gak ada bilang begitu ya selama ini" Bravo, ucapan Candra membuat Ayana hampir saja tersedak. Alasan yang Candra buat benar-benar membuat Ayana tak menyangka, ternyata laki-laki dingin ini mampu juga jadi seorang  pembohong. "Oh gitu, emang sih bapak ga
Read more
Aku pemimpinnya!
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki- laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q.S. an-Nisaa‟ [4]: 34).***Byur! Sepagi ini, Ayana telah dikagetkan dengan siraman air dingin ke wajahnya. Bahkan tak tanggung-tanggung air segayung itu disiramkan dengan satu kali siraman membuat Ayana terkaget dan sontak terbangun kedinginan. "Can! Apaan sih lo, ganggu orang tidur aja!" kesal Ayana ketika melihat Candra dengan tampang tak berdosanya berdiri memegang gayung disebelah Ayana. "Cepat bangun, solat subuh" ujarnya dingin tanpa memperdulikan kekesalan Ayana. "Lo tuh ya," geram Ayana. Candra hanya mengedikkan bahu tak peduli dengan melenggang pergi meninggalkan Ayana. Dengan sangat terpaksa Ayana beranjak pergi ke kamar mandi, membersihkan badannya serta segera solat subuh
Read more
Kenapa?
Sedari pagi tadi Atik nampak terlihat begitu bahagia. Bibirnya tak henti-henti menyunggingkan senyuman, membuat semua sahabat menatap aneh kearahnya. Ada apa dengan Atik? Sudah enam jam ia tak berhenti menyunggingkan senyuman, bahkan ia kurang fokus dengan percakapan mereka siang ini. "Tik, lo kenapa? Gak lagi kesambetkan ya?" tanya Leo dengan punggung tangannya ia letakan di dahinya Atik. "Enggak kok," jawab Atik dengan gelengan. "Syukurlah," seru mereka dengan napas lega, sementara Atik kini tengah melamun sambil senyum-senyum kearah depan. "Lah baru aja di tanya, nih bocah kenapa?" tanya Ayana heran dengan mengikuti arah pandang Atik. "Oh gue tau penyebabnya ini," ujar Ayana dengan memukul pundak Guntur disebelahnya. "Apaan?" tanya Guntur yang diangguki kedua temannya. "Coba noh lihat," ujar Ayana dengan menggerakan dagunya kedepan. So
Read more
Sick
Petang  ini langit sudah  tidak lagi bersahabat, hujan  lebat  kembali  mengguyur kota  Jogyakarta. Seharusnya  Candra, petang ini sudah  pulang namun hujan yang mengguyur bumi begitu derasnya  membuatnya terjebak  di kampus yang  sama  dengan sang istri rahasianya. Siapalagi kalau bukan Ayana sang preman kampus penakluk semua orang di kampus ini.Kampus pun nampak  tak seramai biasanya, sepertinya  hampir semua orang sudah pergi yang tersisa  hanya  sebagian dosen dan para mahasiswa dan mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan tugas akhirnya. “Belum pulang pak?” tanya Sandy, mahasiswa  yang  baru saja keluar  dari perpustakaan dan kebetulan  berpapasan  dengan Candra.“Belum San, masih hujan ini” jawab Candra.“Mau bareng saya aja pak?” tawar Sandy dengan sopan. Candra tersenyum, ia menolak dengan h
Read more
Peduli
Pagi-pagi sekali, Ayana telah bersiap dengan kaos hitam kebesarannya serta celana jeans hitam setengah robek-robek dilututnya. Tak lupa rambut sebahunya ia kuncir, ponsel yang menjadi penemannya selama ini ia masukan kedalam saku celananya.Mengingat Candra yang hampir semalaman menggigil kesakitan membuat Ayana dengan terpaksa memasak bubur terlebih dahulu sebelum pergi. Mau bagaimana pun Candra yang ia benci itu telah membuat hidupnya sedikit berubah, tidak lagi menjadikannya sebagai seorang pemalas seperti dulu.Usai membuatkan bubur, Ayana bergegas memasuki kamar Candra dan meletakkan semangkuk bubur yang ia buat di mejikom itu ia letakan di atas nakas. Suara dengkuran halus terdengar menjadikan Ayana berjalan dengan mengendap-endap. Tubuhnya kembali berputar sembilan puluh derajat ketika melihat ponsel Candra tergeletak di atas nakas tersebut dengan bebasnya. Tiba-tiba saja ide cemerlangnya muncul, membuat Ayana dengan tak peduli membuka ponsel Candra
Read more
Solidaritas
Jadi apa makna dari persahabatan yang sesungguhnya?Ruang dewan rakyat kini di penuhi para beberapa perwakilan anggota BEM dan para ketuanya masing-masing dari kampus yang berbeda. Sementara dari kampus Nusa Bangsa diwakili oleh Bisma sang presbem serta Asep dan Guntur, mereka bertiga kini diberi kesempatan oleh BEM dari perwakilan kampus lain untuk menyampaikan orasi mereka yang bertujuan sama. Yakni menyerukan keadilan.Satu jam berlalu, orasi setiap kampus yang berbeda kini diterima baik oleh ketua DPR di daerahnya. Mereka dengan cepat mengiyakan permintaan demonstran untuk membatalkan revisi undang-undang KUHP dan yang lainnya.Sejumlah awak media pun bahkan kini tengah mengerubungi gedung putih yang telah demonstran rusak."Gimana? Apa perasaan adek saat permintaannya di kabulkan para dewan?" tanya salah satu wartawan pada Asep yang tengah berjalan bersisian dengan Bisma, sementara Guntur berada di belakang mereka."Ya alhamdulillah, kami sang
Read more
Jatuh cinta?
Samar-samar kedua telinga Ayana kembali mendengar suara dua orang berbicara di sampingnya membuat ia kembali membuka mata setelah tadi para sahabatnya izin pulang dan membiarkan Ayana untuk beristirahat malam ini."Sayang, kok bangun? Kenapa, haus ya?" tanya Ayah ayana yang menyadari jika putrinya telah terbangun dari tidurnya.Ayana menggeleng, ia berusaha bangun dari pembaringan. "Ayah ngapain disini?" tanya Ayana."Ya ayah mau nemenin putri ayahlah, ngapain lagi coba" jawab ayah Ayana dengan senyum manisnya.Ayana terdiam, pandangannya terlihat kosong. "Mending ayah temanin Dinda aja, Aya gak papa kok. Sebentar lagi juga pulang," ucap Ayana dingin.Handoko menghembuskan napas kasar, mencoba mendekati putri bungsunya. "Kamu juga putri ayah, ayah berhak jagain kamu" ucapnya mengelus puncak kepala Ayana dengan penuh kasih sayang."Ayana sudah besar, bisa jaga diri sendiri. Lagi pula ayah yang ajarin Ay untuk mandiri bukan?" perkataan Ayana y
Read more
Bertemu
Awan mendung telah menyelimuti kota Jogyakarta sepagi ini, membuat siapa pun enggan untuk beraktivitas seperti biasa apalagi udara dingin kini begitu terasa. Mungkin sebentar lagi awan hitam itu akan menumpahkan airnya. Tunggu saja, tidak akan lama lagi.Ayana mendesah, ia berkali-kali menatap jendela ruang tamu dengan gusar. Bagaimana bisa, dirinya pergi ke kampus dengan keadaan kaki masih terasa nyeri, balutan perban pun bahkan belum di buka pagi ini."Ngapain sih lihatin luar mulu," tegur Candra dengan menaikan satu alisnya sembari berjalan menghampiri Ayana."Bukan urusan lo," juteknya."Ya emang bukan urusan saya, tapi saya risih dengan tingkah kamu" jujur Candra. Ia duduk di samping Ayana sembari memakai sepatu kerjanya."Ya ngapain lo risih juga, ini kehidupan gue. Terserah gue dong, mau ngapain aja" Candra mendesah. Menampakan raut wajah sebalnya, lalu mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya."Siniin kaki kamu," pinta Can
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status