All Chapters of I Can See You : Chapter 21 - Chapter 30
136 Chapters
21. Berbagi Rahasia
Austin merasa tersinggung dan Sia tahu itu. Mereka saling menatap tanpa sepatah katapun lagi setelah Sia berhasil membuat Austin kalah telak.Berbalik lebih dulu, Austin merasa Sia bukan pelayan rumah biasa. Atau setidaknya, dia memiliki nyali dan sangat keras kepala.“Jangan ikut campur urusan orang lain jika kau ingin baik-baik saja.” Sia memperingatkan hingga membuat Austin berhenti berjalan.Maksud Sia bukan tentang Disi, tapi mengenai penglihatannya. Sia memutuskan untuk memberitahu Austin, meski nantinya pria itu memilih untuk tidak percaya, atau malah mengatainya gila, setidaknya, Sia sudah melepas gelisah di hatinya.Austin berbalik kembali, menatap Sia dan melipat kedua tangan di depan dada, dia memang tidak berpikir untuk mendengarkan gadis aneh ini, tapi dia berniat bicara lebih banyak dengannya.Satu ketertarikan yang tampak jelas. Mereka bagai langit dan bumi, tapi terasa dekat. Austin merasakannya lebih dulu.&ldquo
Read more
22. Kejujuran Sia
Sia tidak tahu apakah Austin serius bertanya, hanya sekedar ingin tahu, atau bertujuan untuk mencibirnya. Tapi Sia mencoba berpikir dan berbaik sangka.“Kau—”“Sia, ayo pergi. Lima menitmu sudah berlalu. Dan kau sudah terlalu lama di luar.” Yoan menyela dengan bergerak cepat menuju tepat ke samping Sia.Kecemasan mulai meliputi diri Yoan. Rigel bisa marah besar jika mengetahui Sia berada di luar bersamanya. Apalagi kini ada Asisten Disi yang terlihat tertarik untuk berbincang hal tidak perlu bersama Sia.“Baiklah.” Sia mengangguk, lalu melirik kembali pada Austin. “Akan kuberitahu besok pagi. Datanglah kembali ke sini.”“Di sini, maksudmu di Rumah Sakit ini?” Austin menaikkan alis, menunjuk lantai dengan jari telunjuknya.Sia mengangguk, lalu bergerak menjauh bersama Yoan. Sesekali hati Sia terusik dengan ketenangan Austin yang mendengar peringatannya seolah itu bukan apa-apa.
Read more
23. Hasrat Yang berbeda
Sia menyelinap ke kamar dan memastikan bahwa Rigel masih terlelap. Perlahan, Sia naik ke ranjang, lalu masuk ke balik selimut yang sama dengan Rigel.Dia harus tetap didekat Rigel sampai pria ini terbangun nanti. Akan semakin sulit bagi Sia jika dia memilih tidur di sofa dan menyebabkan kemarahan sang Tuan pemilik rumah.Jangan lagi ada ancaman untuk hubungannya dan Yoan. Sia terlalu takut karena semua yang telah terjadi. Dicampakkan dan terlupakan!Menghela napas lega karena masih dapat hidup dengan baik sampai saat ini, Sia berada dalam keadaan terjaga dengan pandangan menatap lekat ke langit-langit kamar.Kapan dia memiliki hidupnya sendiri? Bayangan akan ketidakberdayaan selalu menghantui pikiran Sia.Ketika dia ingin melangkah lurus mencari jalannya sendiri, Yoan dengan segala kebaikannya, menarik Sia ke sisi kanan dan Rigel membawanya ke sisi kiri, bersamaan dengan hasrat yang sulit
Read more
24. Rekan Terbaik
Sayangnya, itu tidak terjadi. Sia sama sekali tidak memohon lebih seperti yang diharapkan Yoan.Justru ketakutan merambat naik dengan cepat ke tubuh Sia. Berulang kali Sia tampak tidak menikmati pergerakan mereka. Tatapannya hanya tertuju ke ranjang di mana sekarang Rigel tampak berbalik arah.Sia refleks melepas diri dari dekapan Yoan. “Maaf, Kak. Tuan mungkin bisa terbangun lebih cepat.” Selesai mengucapkan itu, Sia dengan tergesa melangkah menuju ranjang.Memang di luar dugaan, Rigel terbangun sesaat tanpa membuka mata untuk mencari Sia dengan meraba-raba sosoknya yang tiba tepat waktu dibalik selimut Rigel.Menghela napas di antara ketakutannya, Sia menoleh untuk memastikan Rigel masih nyenyak dan tidak membuka mata.Yoan terpaku di tempat. Meski ada kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya, tapi dia berusaha memahami keadaan.Sia mengangkat sedikit kepa
Read more
25. Masih Menginginkanmu
Sia keluar ruangan Rigel dengan langkah yang sedikit sulit. Percintaan yang menggemparkan ranjang dan tubuh mereka berulang kali memanas tanpa mampu teredam. Rigel mengizinkan Sia menghirup udara segar di luar, karena Dokter datang untuk melakukan serangkaian pemeriksaan terakhir pada dirinya. Austin yang sudah menunggu di tempat janji mereka bertemu, tidak terlalu memperhatikan langkah Sia yang tampak menahan kesakitan. “Kau merasa yakin bisa bicara leluasa di sini?” tanya Austin, ragu karena ada banyak pasien, perawat, bahkan para penjenguk yang lalu lalang di sekitar mereka. Lagipula, ada beberapa orang yang hafal wajah Austin si Asisten Disi yang tampan. Sehingga Austin merasa tidak nyaman untuk beberapa tatapan yang dilayangkan padanya. “Kenapa tidak?” Sia menjawab, tapi dia tahu kegelisahan Austin, hanya berusaha bersikap wajar pada orang asing. “Bagaimana jika di taman Rumah Sakit saja?” Austin menawar, dan beruntung Sia mengang
Read more
26. Ketegangan Dalam Satu Waktu
Yoan melihat jejak tidak beraturan di leher Sia pada bagian atas, sedikit mendekati bawah dagu. Yoan berdeham agar Sia menyadari kesalahannya. Tapi percuma saja. Wanita itu sibuk menyiapkan makanan di atas meja.Tanpa melihat ke wajah Yoan, Sia mengingatkan Yoan untuk membersihkan diri terlebih dulu sebelum makan malam.“Kau mau ke mana?” Yoan menahan lengan Sia yang bersiap pergi.“Ri ... ah, Tuan Rigel perlu dibangunkan. Dia tidur sejak tadi.” Sia gugup ketika lupa menyebut ‘Tuan’ di depan nama Rigel, sementara saat ini Yoan sudah tampak memanas, pria ini berpura-pura tidak menyadari dan tidak memperlihatkannya. Seolah dia baik-baik saja karena hal itu.“Biar aku saja.” Tanpa menunggu, Yoan sudah pergi menuju kamar Rigel. Mengedarkan pandangannya ketika masuk, memicing untuk memastikan sesuatu.Menghela napas, meski dia tahu Rigel dan Sia mungkin melakukan sesuatu dibelakangnya, tapi Yoan tetap mera
Read more
27. Kedatangan Adlin dan Miria
Tidak pernah ada yang tahu siapa Ayah dan Ibu dari Rigel Auberon. Bahkan Yoan yang telah bersama dengannya setelah bertahun-tahun yang lalu pun, tak tahu menahu mengenai hal itu.Tapi, pagi ini, sepasang suami istri berusia akhir lima puluhan, bertandang tanpa tujuan ke rumah yang jarang kedatangan tamu, kediaman Rigel.Di kamarnya, Rigel dan Sia sedang sibuk membelai satu sama lain, sudah membersihkan diri bersama, bahkan tubuh mereka kini beraroma mint, ketika Yoan dengan hati yang panas, mengetuk-ngetuk pintu kamar Rigel sembari berseru. “Tuan, ada tamu yang ingin bertemu Anda sekarang.”Sama-sama terperanjat, terutama Sia, mereka duduk tegak di ranjang. Dengan sigap, Rigel menutupi tubuh polos Sia menggunakan selimut, dan mencium cepat tepat di keningnya.“Tetap di sini. Jangan bergerak tanpa perintahku,” ucap Rigel, langsung turun dari ranjang. Dia memang tidak ingin wanitanya dilihat dengan pandangan liar oleh Yoan. Tubuh Sia
Read more
28. Putusan Akhir
Dengan kepala yang terasa berat, mata sedikit berkunang-kunang, Sia bangun dari pembaringan. Dia hampir terjatuh dari ranjang saat berniat turun dan mendapati kakinya tak menginjak lantai, tapi udara.Menaikkan kembali kedua kakinya, Sia mundur ketakutan sampai bersandar pada kepala ranjang. Dia ingin menenangkan dirinya, bahwa dia sedang bermimpi, dan akan segera dibangunkan oleh Rigel atau Yoan.Memeluk lututnya seperti ada air dingin yang mengguyur tubuhnya, Sia menggigil. Sekarang dia tahu, ini bukan mimpi.Di saat itulah Adlin dan Miria muncul dari kejauhan, seolah berjalan di atas udara untuk menyambut sang terdakwa hukuman mati.“Halo, Galexia Pandora,” sapa Miria. Dia tidak tersenyum, tidak juga cemberut.Disampingnya, Adlin melipat kedua tangan di depan dada. Auranya terlihat lebih gelap dari sebelumnya.“Ha-halo, Nyonya,” balas Sia. Dia gugup. Aura Adlin membuatnya tegang.Miria sadar itu, jadi dia me
Read more
29. Terlahir Kembali
Pria itu diam sejenak, lalu sengaja mengalihkan jawabannya dengan sebuah pertanyaan. “Menurutmu bagaimana?”Sia dilanda gelisah dan ketakutan. Dia baru saja memulai hidup. Meski tidak tahu seperti apa saat berada dalam tidur panjangnya, tetap saja, delapan bulan itu dia seperti mati suri.“A-aku ... aku tidak tahu,” jawab Sia pelan, tidak berani melihat ke arah si pria yang duduk cukup dekat dengannya.“Sebenarnya, apa tujuanmu untuk tetap hidup, Galexia Pandora? Berikan aku sebuah alasan yang bagus.” Pria itu berusaha memberi satu kesempatan untuk berangan, kemudian akan dia hempaskan sesuka hatinya.Sia merenung dalam keadaan cemasnya. Tidak ada yang istimewa dalam hidupnya sejak terbangun dari koma, selain percintaan menyenangkan bersama Rigel, dan kebersamaan hampa dengan Yoan.Jadi, sekarang dia ragu pada apa tujuan hidupnya selama tiga bulan yang sudah dia jalani, seolah hidupnya tidak akan pernah berakhir
Read more
30. Sandiwara Kehidupan Yang Diciptakan Vanth
Vanth mengulum senyum, sesuai dugaan dan perkiraan, seperti inilah kepribadian baru yang akan dijalani Galexia Pandora.Keras kepala, tidak memiliki empati, dan tentu saja, bisa bertahan hidup dalam keadaan apapun.“Pandora!” geram Gita, dia berteriak dalam suara yang tertahan lewat kumpulan gigi-giginya yang bertabrakan.Vanth tahu, Gita akan dengan senang hati membiarkannya memotong antrean, tapi tidak dengan Sia.“Apa, huh?” Sia membalas Gita secara terang-terangan. “Kau mau membiarkan dia—”“Sudah-sudah, tolong jangan bertengkar,” kata Vanth, menengahi. Dia menahan lengannya di antara Sia dan Gita yang siap beradu mulut.“Kau juga, enyahlah dari hadapanku!” teriak Sia. Dia menepis lengan Vanth yang terhormat.Keributan benar-benar akan terjadi di dalam antrean, jika Miria tidak datang dan coba membawa pergi Tuannya yang tampak puas, bahkan tertawa-tawa gembira&mdash
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status