All Chapters of I Can See You : Chapter 31 - Chapter 40
136 Chapters
31. Sesuatu Yang Rumit
Ancaman Sia benar-benar manjur. Dengan kesal dan takut yang sengaja disembunyikan, Disi berbisik untuk pamit dari hadapan Rigel, lalu mengikuti Sia yang sudah lebih dulu bergerak menjauhi pinggir pantai.Tadi, saat terlalu bersemangat menciduk Disi, Sia benar-benar tidak memperhatikan apalagi sampai mengenali Vanth sebagai pria lusuh yang memintanya memotong antrean di stan jajanan pasar, dengan pria yang kini berpakaian pantai berkacamata hitam, serta berkulit putih pucat.Tidak lama setelah Sia dan Disi melewati Miria yang masih terheran-heran, Vanth menyusul pergi, tapi bukan untuk mengikuti dua wanita yang tidak pernah akur baik di kehidupan pertama mereka, maupun yang kedua ini, melainkan ke arah Miria yang tampak bersiap mendengarkan penjelasan pemimpin negeri atas awan.Sedangkan Adlin tertidur di kursi santai, tanpa berniat bangun. Bahkan dengkuran halusnya membuat Rigel kesal dan memilih untuk ikut pergi meninggalkan pantai.Vanth duduk sedikit j
Read more
32. Seperti Yang Terlihat
Sia tidak pernah merasa perlu memeluk guling setiap kali dia tidur. Tapi kemudian merasakan kehangatan dari pelukan guling besar di dalam mimpinya, hingga terasa sampai dia terbangun.Ketika mulutnya bersiap berteriak tak lama setelah kedua mata terbuka, sebuah tangan besar milik seorang pria yang kini saling bertatap mata dengannya, membungkam mulut Sia.“Jangan berteriak. Akan kujelaskan sekarang, tapi jangan berteriak,” bisik Rigel. Sebenarnya, dia juga panik karena semalam sudah menyelinap masuk dengan mudah, karena pintu tidak dikunci.Saat Sia mengangguk, Rigel melepas bungkaman tangannya dari mulut Sia, tetap hati-hati memantau wanita yang sejak awal selalu menatapnya dengan tatapan bermusuhan itu, sambil bergerak secara bersamaan untuk duduk di atas ranjang yang mereka tiduri.“Cepat jelaskan sebelum aku berubah pikiran,” ancam Sia. Dia melirik pintu kamarnya, dan sepertinya itu dikunci dari dalam.Rigel menghela nap
Read more
33. Sebuah Pilihan
Disi seketika gemetar karena marah. Tangan yang mencengkeram selimut, tampak memucat. Angela merasakan hal yang tidak wajar. Sebagai Ibu dari dua orang Putri walau yang satunya tidak lahir dari rahimnya, Angela berusaha tetap bijaksana meski dia yakin, Sia dan Rigel sudah berbuat hal yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan. “Disi, cukup! Kembali ke kamarmu,” perintah penuh kelembutan namun tegas tertuju untuk Disi, “dan kalian berdua ...” Tatapan Angela beralih untuk menatap Rigel dan Sia di ranjang, “segera berpakaian. Kita perlu bicara.” Angela membawa Disi bersamanya, lalu mengisyaratkan pada dua insan manusia yang tidak berbuat apapun di atas ranjang itu agar segera berbenah diri. Sia melompat turun karena sudah berpakaian lengkap. Dia terkejut harus bertindak seperti apa setelah ini. “Hei, bagaimana ini?” “Ikuti saja keinginan Ibumu.” Rigel mengancingkan kemejanya dengan santai. Lalu keluar kamar tanpa menunggu Sia. Angela khaw
Read more
34. Aturan Nomor Lima dan Pasangan Yang Tertukar
Saat turun dari mobil, Sia melihat seutas benang hitam halus mengikat di jari telunjuk kiri Rigel. Pria itu terus berjalan, sementara benangnya mengikuti dengan panjangnya yang terus tak tampak di mana ujungnya.“Hei ...” Sia memanggil Rigel, menunjuk ke benang hitam yang terbentang panjang tanpa ujung, “itu.”“Apa?” Rigel bingung, melihat ke arah yang ditunjuk Sia, dia menggeleng, tak melihat apapun. “Tidak ada apa-apa.” Tidak peduli, dia melangkah kembali.Sia melihat benang itu masih terus ada, terbentang tanpa ujung. Dia mulai cemas bahwa mungkin dirinya sedang berhalusinasi.“Hei, cepat!” Rigel sudah berdiri menunggu Sia yang tampak bodoh dengan wajah bingungnya.Sia menyusul, setelah yakin sepertinya dia butuh tidur untuk menghilangkan ketegangan dalam aliran darah ke otaknya.Mereka tiba di ruangan besar rumah mewah Rigel, tapi Sia tidak sempat mengagumi itu karena hal tadi.
Read more
35. Tentang Kamar Tidur
Pernikahan digelar secara tertutup. Rigel tidak setuju saat Angela menginginkan banyak tamu dari pihak keluarga dan teman-temannya datang melebihi dari jumlah yang sudah ditentukan Rigel. Alasannya, karena Rigel tidak ingin buang-buang waktu untuk membalas para tamu yang nanti akan menyalami dan memberinya ucapan selamat. Itu menjadi satu-satunya hal yang paling berguna yang pernah Rigel lakukan untuk Sia. Karena kehadiran keluarga dan teman-teman dari pihak Ibu tirinya, membuat Sia merasa tidak begitu nyaman. Menurut Sia, Angela dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menyebalkan, dan bergaul dengan teman-teman menjengkelkan. Kecuali hanya satu orang itu, Dokter Vania. Dia wanita paruh baya yang cantik serta lembut. Tidak ada alasan bagi Sia untuk membencinya. Dan yang paling menyenangkannya lagi, hari ini dia tidak melihat penampakan benang-benang merah takdir milik orang-orang. Itu melegakan sekali. Bahkan terbersit harapan agar selamanya tidak melihat b
Read more
36. Hidup Baru Bersama Aturan Baru
Rigel duduk tegak setelah tadi bersandar dengan tubuh setengah merosot di sofa. Dia berdeham sebelum mulai bicara.“Sepertinya kita perlu membaca aturan yang sudah kita tuliskan,” kata Rigel, dia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel.“Aku mengingatnya. Karena aturan yang kutulis, tidak sebanyak milikmu.” Sia berjalan menuju tempat sampah, membuang kapas sisa membersihkan wajah.“Aku juga sudah mengabadikan aturan milikmu dan yang kutulis. Ada di sini.” Rigel menggoyangkan ponsel. Dia memang sengaja memotret surat peraturan pernikahan mereka jika membutuhkannya sewaktu-waktu alih-alih membawa secarik kertas itu ke mana-mana.“Baguslah, bacakan.” Sia duduk, bersandar santai sambil menebak ke mana perginya keluarga Rigel. Tidak ada satupun orang di rumah ini selain para pelayan yang jumlahnya belasan.Di acara pernikahan tadi pun, hanya ada rekan bisnisnya saja. Tidak ada sanak saudara lain yang t
Read more
37. Sepupu Jauh
“Aturan nomor enam, jangan gunakan pakaian tidak sopan saat berada di kamar. Aturan nomor tujuh, jangan lupa memberitahuku saat kau ingin pulang terlambat ...” Rigel menjatuhkan pandangan pada Sia yang hanya mengangguk-angguk tanpa berkomentar apapun, “sudah selesai. Itu saja, semoga tidak ada perubahan lain. Tapi jangan lupa rubah aturan nomor empat milikmu tentang pekerjaan.”Sia mengangguk, mulai mengantuk dan hanya menjawab singkat. “Baik. Akan kuubah besok pagi. Bisakah aku tidur sekarang?”Rigel hampir tertawa melihat wajah Sia dan kepalanya yang mulai tak kuat lagi bertahan. “Silakan. Kau tidak mau mengundi siapa yang tidur di ranjang dan siapa yang tidur di sofa malam ini?”Sia mengibaskan tangannya, mengangkat ujung gaun ballgown-nya yang mulai lusuh. “Tidak perlu. Aku yang akan tidur di sofa malam ini.”Rigel senang saat memandang Sia berjalan menjauhinya, tanpa memberitahu yang mana ka
Read more
38. Mengartikan Bahasa Tubuh
Malu setengah hidupnya, Sia perlahan-lahan merosot turun dari tubuh Rigel yang sejak semalam ditempelinya untuk tidur.Mengangkat kedua ujung gaunnya, Sia berlari pelan tanpa kegaduhan menuju kamar mandi. Mulai membersihkan diri di sana.Rigel bukannya tidak tahu beban berat di tubuhnya sudah pergi. Dia hanya sengaja tidak membuka kedua matanya agar Sia tidak perlu merasa malu, atau justru bertindak kurang menyenangkan pada tubuhnya.Sia bukan tipikal wanita yang senang berlama-lama di kamar mandi. Di rumah Angela, dia bahkan tidak punya waktu untuk berendam. Asal mandi dengan menyabuni tubuh, memberi rambutnya shampoo, dan menyikat gigi dengan benar, dia merasa itu sudah cukup.Kali ini pun sama. Satu hal yang dilupakannya, tidak ada pakaian yang sempat dibawa ke rumah ini. Membuat Sia menjerit marah di dalam hatinya.“Kacau!” gerutunya sambil mendorong pintu hingga terbuka, terkejut saat melihat Rigel sudah bangun dan duduk di atas ra
Read more
39. Pemilik Seutuhnya
“Biar aku yang buka pintunya. Keringkan lagi rambutmu, atau kau bisa ambil alat pengering rambut di dalam laci meja itu,” tunjuk Rigel ke sebuah meja kecil yang lebih mirip meja rias di sudut kamar.Rigel melangkah cepat menuju pintu dan membukanya.“Hei, Saudaraku? Apa aku mengganggu?” Yoan tersenyum lebar di depan pintu, tangannya menggoyangkan tas belanjaan. “Ini pakaian untuk istrimu. Saat Kepala pelayan ingin mengantarkannya kemari, aku yang memaksa menggantikan tugasnya.”Keluar dari kamar dan menutup pintu dibelakangnya, Rigel menyeret Yoan menjauh dari sana. Tidak lupa dia merebut tas belanjaan itu dari tangan sepupunya. “Kapan kau tiba?” Nada tidak senang terdengar saat Rigel bertanya.“Baru saja. Empat menit lalu, sepertinya. Kenapa? Apa aku benar mengganggumu?” Yoan bertanya tentang hal itu lagi.Rigel berwajah masam, tapi kemudian mengingat bahwa dia tidak harus seperti itu. Me
Read more
40. Racun Hinun
Sia sedikit gemetar ketika Rigel menyapu kulit punggungnya dengan ujung-ujung jemarinya. Terasa lembut, hangat, dan menggetarkan hasrat.Seperti pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, tapi Sia lupa di mana, kapan, dan oleh siapa. Rasanya terlalu menyenangkan. Sia tidak ingin berpikir lagi.Menggigit bibir bawahnya dalam posisi memunggungi Rigel, Sia berusaha merasa bahwa dia baik-baik saja.Dibalik punggung Sia, setelah Rigel mengusap bagian tubuh ‘istrinya’ yang terbuka itu, hasrat lain mendorongnya untuk bertindak sedikit lebih berani. Mendekatkan wajahnya ke punggung Sia, Rigel berhasil mengecup seluruh kulitnya itu berulang kali, semakin lama semakin bermakna.Sia menahan diri, meremas gaunnya dan tidak berani mengeluarkan suara, karena takut desahan erotis bisa saja meluncur dari mulutnya jika dia tidak pintar menahannya.Rigel sudah hampir lepas kendali. Dia seakan lupa apa yang sedang dilakukannya, karena ini terasa berbeda
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status