Semua Bab I Can See You : Bab 41 - Bab 50
136 Bab
41. Kepercayaan
Sia dan Rigel saling jatuh cinta. Semua terasa indah bagi mereka berdua. Hari-hari berlalu dengan sukacita. Saling berbagi cinta, kasih sayang, dan rahasia.“Kau yakin?” Rigel menatap penuh cinta dalam kelembutan pada sang istri, ketika Sia mengungkap rahasianya.“Awalnya aku juga tidak yakin. Tapi setelah kulihat lagi, benang hitam milikmu sudah tidak tampak sejak kita menikah,” jelas Sia, memeluk erat Rigel di atas ranjang, berbaring dengan terpaan sinar matahari mengunci tubuh keduanya.“Lalu bagaimana dengan milik orang lain?” Rigel penasaran, menatap Sia, mencium keningnya kemudian.Sia berpikir sejenak. “Sesekali terlihat. Seperti ada waktu khusus, tapi aku tidak tahu kapan tepatnya. Apa menurutmu, aku bisa melihat takdir mereka?”“Hmm ...” Mengusap lembut wajah Sia, Rigel merasa bingung, “aku tidak bisa menjawab tentang hal itu. Sungguh, aku tidak paham segala sesuatu yang ter
Baca selengkapnya
42. Pengorbanan Terbesar
Vanth memasukkan racun Hinun ke sembarang gelas, dan tidak ada satupun yang memperhatikan dirinya. Itu memang keahliannya.Diseberang Vanth, Sia dan Rigel terpisah karena Sia ingin pergi ke toilet. Miria menyusulnya, dia tahu apa yang menjadi bagian dari tugasnya sekarang.“Mundur, Miria.” Itu suara Vanth, masuk ke dalam pikiran Miria. “Aku yang akan menemui wanita itu langsung. Jaga tempat ini tetap tenang bersama Adlin.”Miria berhenti bergerak, dia mundur dan kembali ke tempatnya semula. Berusaha menahan diri untuk tidak berpikir apapun karena Vanth bisa masuk kapan saja ke dalam pikirannya saat ini.Vanth melangkah menuju toilet. Bergerak layaknya manusia normal dan mengatur agar toilet menjadi kosong dengan pencahayaan yang minim.Menunggu dengan tenang sampai Sia keluar dari toilet hampir tujuh menit. Terkejut saat ada seorang pria gagah ketika dia keluar dari toilet, Sia berusaha tidak mempedulikan kehadirannya.
Baca selengkapnya
43. Kematian dan Kehidupan
Rigel mempersilakan para tamu dan rekan bisnisnya untuk mencicipi semua hidangan istimewa yang telah disiapkan. Kedua matanya kemudian mencari-cari keberadaan istri tercinta dan menemukannya di antara para tamu lain, berjalan cepat menuju ke arahnya. Dengan senyum manis menyambut, Rigel bisa melihat Sia yang membalas senyumnya. Tidak ada yang mencurigakan dari sang istri, Rigel juga tidak perlu berburuk sangka pada Sia tentang apapun. Mereka saling percaya. “Apa ada yang terjadi?” tanya Rigel, penuh perhatian, menggenggam tangan Sia dengan lembut. “Tidak. Apa aku terlihat bermasalah, Sayang?” Sia tiba-tiba gugup. Dia takut Rigel menyadari sesuatu, padahal dia sudah berusaha sebaik mungkin agar tidak mencurigakan di mata suaminya. “Tentu saja tidak. Aku hanya bertanya karena melihatmu terlambat kembali.” Rigel menatap Sia, dan istrinya segera tertawa riang. “Oh, itu ...” Sia secepat mungkin memikirkan sesuatu yang bagus untuk dijadikan alasan,
Baca selengkapnya
44. Ivory Evangeline
“Aku akan melakukan apapun agar kau bersedia untuk menyembuhkan istriku.” Yoan berdiri di sebuah pondok tepi jurang. Dia tiba semenit lalu.“Termasuk memberikan darahmu setiap sebulan sekali untukku di akhir senja?” Pemilik pondok menatap tajam pada Yoan. Dia sungguh tidak mengira akan ada orang yang mencarinya, lalu berhasil menemukannya. Bukan hanya sulit ditemukan, dia juga tinggal di tempat berbahaya.“Apapun itu.” Yoan tidak ragu-ragu, apalagi takut.Kedua mata wanita berpakaian serba putih gading itu memicing curiga. Dia merasa tidak yakin Yoan hanyalah manusia biasa.“Bagaimana cara kau melewati hutan, sungai, dan tebing sebelum tiba di sini?”Yoan tersenyum. “Kupikir, karena kau memiliki kekuatan penyembuh, kau juga dapat mengetahui caraku bisa tiba sampai ke sini dengan selamat.”Wanita itu tertawa. “Wah, kau berani bicara ternyata. Jadi, di mana istrimu? Aku akan men
Baca selengkapnya
45. Sia dan Yoan
Sia terbangun pagi harinya dengan terkejut tanpa kursi roda di sisi ranjang. Dia mengedarkan pandangan ke segala arah, dan yakin selama Yoan tidak pulang, pintu beserta jendela terkunci dengan benar.“Yo-Yoan? Kaukah itu?” Sia menyeret bokongnya maju. Panik saat mendengar suara sendok jatuh di luar kamar.Suara pintu terbuka dan kemunculan Yoan di sana, melegakan hati Sia. Dia hampir saja menangis ketakutan. Beberapa hari lalu rasa-rasanya dia baru saja mengusir Yoan dengan caranya yang halus untuk pergi mencari bahagianya, tapi baru dua hari ditinggal, Sia sudah merasakan dia tidak akan kuat menghadapi segalanya sendirian.“Ya, ini aku. Hei ... kau kenapa, Sayang? Apa kakimu sakit?” Yoan tergesa menghampiri Sia.“Peluk aku,” pinta Sia. Dia bermimpi buruk. Sangat buruk, hingga air matanya tiba-tiba menetes jatuh.Yoan memeluk Sia dengan perasaan gelisah. Yang diingatnya selalu, Sia itu wanita kuat dan hampir tida
Baca selengkapnya
46. Di Bawah Naungan Payung Merah
Sia berjalan ke sana kemari seperti bayi yang baru bisa menginjakkan kedua kakinya ke bumi untuk pertama kalinya. Dia bahagia, tentu saja.Yoan bahkan sudah menghubunginya empat kali dalam tiga puluh menit. Itu merepotkan, tapi Sia tidak merasakan bahwa Yoan membebaninya. Sama sekali tidak.“Jangan terlalu banyak berjalan. Kedua kakimu masih belum terbiasa dan bisa saja terluka jika kau memaksakan diri.”“Baik, Yoan. Aku mengerti.” Sia cekikikan. Merasa seperti baru kali ini hal baik terjadi dalam hidupnya.“Jangan lupa kirimi aku pesan ke mana saja kau pergi dan di mana kau menungguku.” Yoan mengingatkan lagi.“Baik, Tuan Yoan Bailey. Aku mengerti.”“Senang mendengar kau memahami maksudku, Sia. Sampai nanti.”“Sampai nanti, Yoan.”Panggilan berakhir, setitik dua titik air dari langit jatuh semakin lama semakin deras. Untuk pertama kalinya setelah sekian la
Baca selengkapnya
47. Percintaan Vanth dan Sia
“Yang kuinginkan?” Vanth menaikkan kedua alis matanya yang hitam lebat menawan. “Inilah yang kau inginkan, Galexia Pandora.”“Apa maksudmu? Kau bicara seolah-olah aku mengingat semua masa laluku. Apa kau—”Vanth mencium bibir Sia, menghentikan semua aliran darah di tubuh Sia kecuali di kepalanya. Tubuh Sia tidak bergerak sama sekali, masih dikendalikan oleh Vanth sepenuhnya. Hanya kedua mata Sia yang mengerjap-ngerjap karena terkejut.Vanth bicara di depan bibir Sia, masih bisa melihat bibir wanita itu bergetar. “Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku, Galexia.”Kembali melakukan hal yang sama, Vanth menggigit lembut bagian bawah bibir Sia. Melakukannya lagi dan lagi, sementara Sia hanya bisa diam. Untuk kali keempat, Sia baru bisa menikmati sensasinya dan mengikuti alur ciuman Vanth.Sia seakan lupa siapa yang dicintainya, siapa yang dipujanya, siapa yang selalu ada untuknya
Baca selengkapnya
48. Miria dan Ganggang Emas
“Menemuimu. Memangnya ada yang lain?” Sia memijat keningnya. “Pelankan suaramu. Yoan bisa saja ke dapur untuk membuat sesuatu.” Tawa Vanth membahana di seluruh kamar mandi. Bergema dan membuat Sia panik. “Tidak bisakah kau menjaga agar keadaan tetap aman?” Sia membekap mulut Vanth. Kedua mata pria itu menyipit karena dia sedang tersenyum lebar saat ini. Vanth menarik tubuh Sia hingga terduduk dipangkuannya. Jantung Sia yang berdetak-detak ribut semakin menarik minat Vanth untuk menikmati wanita yang sudah dibuat hidup dan mati berulang kali oleh kekuatan si Pemimpin negeri atas awan ini. “Semua aman terkendali. Jangan samakan aku dengan manusia biasa. Kau mengerti, Sayang?” Sia merasakan tangan Vanth menuntun kedua lengannya untuk dilingkarkan di leher pria itu. Sedangkan telapak tangan Vanth yang kiri mulai menjelajahi tubuh Sia. “Oh, ya ampun. Jangan lagi, kumohon.” Sia meminta dengan suara yang lirih. Menahan diri dan hasrat yang in
Baca selengkapnya
49. Kehilangan Arah
Sudah tiga puluh satu hari berlalu, dan ketika Yoan berniat menemui Ivory Evangeline, wanita itu justru muncul dihadapannya.Pagar masih setengah terbuka, Yoan berniat lari pagi sebentar, tapi wanita bergaun putih gading dengan model yang berbeda dari sebelumnya itu tersenyum samar pada Yoan.“Sejak kapan kau di sini?” Yoan terkejut. Dia melihat ke sekeliling. Beruntung Sia pamit ke toko roti pagi-pagi sekali tadi sehingga dia tidak perlu menjelaskan siapa wanita dihadapannya ini kepada istrinya.“Sejak malam berganti pagi.” Ivory masuk, melewati pagar yang setengah terbuka.Yoan kaku seketika. Bagaimana jika Sia pulang dengan tiba-tiba? Mana mungkin istrinya itu percaya bahwa Ivory Evangeline adalah salah satu teman kantor atau rekan kerjanya.Penampilannya saja sudah sangat mendukung bahwa Ivory bukan temannya. Hari ini dia mengenakan dress putih gading bergaris dengan warna yang sama, terlihat sangat klasik menggunakan de
Baca selengkapnya
50. Berulang
“Kau ingat nomor yang bisa dihubungi?” Pria itu coba tidak bertanya ‘kenapa bisa dan mengapa’ dan lebih memilih menanyakan kontak yang mungkin bisa membantu Sia kembali ke rumah, pada keluarganya.Sia menggeleng muram. Dia merasa dirinya seperti bukan miliknya. Sesuatu terjadi pada ingatannya. Bahkan tadi dia pergi tidak membawa ponsel, karena mengira hanya ke toko roti dan tidak akan berlama-lama di sana.Berpikir sejenak, akhirnya pria itu memutuskan. “Siapa namamu?”“Aku ... Galexia Pandora.” Sia menatapnya, dan pria itu memegang kepala sesaat. Seperti menahan rasa sakit. “Anda tidak apa-apa?”“Tidak, aku tidak apa-apa.” Dia menggeleng pelan. Kepalanya berdenyut hebat ketika wanita ini menyebutkan namanya. “Aku Rigel Auberon.”Sia mengangguk. “Terima kasih sudah membantu, Tuan Rigel.”“Aku belum membantumu apapun. Ayo, kuantar kau ke kant
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status