All Chapters of Satu Atap: Chapter 41 - Chapter 50
80 Chapters
41. My Spirit isn't Lost
Pagi harinya.Ares duduk di meja makan, sarapan pagi bersama Mamanya. Hari ini ia berangkat sekolah, sendirian. Lisa mungkin belum ingin masuk hari ini. Biarkan gadis itu sendiri dulu. Lagipula Lisa itu anak rajin. Jika suasana hatinya membaik, pasti ia akan langsung berangkat sekolah.IPhone Mamanya tiba-tiba berdering. Mama yang sudah selesai makan segera minum air sebentar, lalu mengangkat telepon beberapa detik kemudian."Ya, Pa. Assalamu'alaikum."Ares langsung melanjutkan makannya. Ternyata itu Papanya."Ya, nanti jam 9 jadi. Tiketnya udah siap. Mama udah pesen," ujar Mamanya pada seseorang di seberang sana. Ares tahu itu. Mamanya akan kembali ke Amerika hari ini. Ada banyak urusan yang harus ia selesaikan pastinya."Oh ya? Pihak kepolisian bilang apa?" Mamanya tiba-tiba membahas topik lain.Ares mengernyitkan dahi, menatap Mamanya ingin tahu. Mama yang meliha
Read more
42. Back to School
Bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Miss Aya menyudahi jam pelajaran bahasa Inggrisnya, menutup kelas dengan salam.Dilla di sebelah Lisa mengeluarkan buku catatan Ekonomi, memberikannya pada Lisa. Tadi malam ia memang mengontak temannya itu agar membawa buku catatan. Ia ingin pinjam, melengkapi catatan pelajaran yang ketinggalan dua hari yang lalu. Tidak banyak sih. Lisa hanya malas kelabakan saja jika belum melengkapi catatan secepatnya."Kenapa sih ngeliatinnya gitu?" tanya Lisa ketika Dilla menatapnya tidak biasa.Dilla menggeleng, langsung memeluk Lisa dengan tiba-tiba. "Aku sedih liat kamu, Sa. Kamu beneran baik-baik aja kan?"Lisa terkekeh mendengar pertanyaan temannya. "Seperti yang kamu liat. Aku baik-baik aja, Dil. Santai."Kemarin Dila ikut pergi ke pemakaman orang tuanya. Begitu juga dengan Kak Bayu. Beberapa teman sekelas lain hanya takziyah sebentar ke rumah, lalu pamit pulang.
Read more
43. Terrible Thing in This World
"Ares dimana?!" Arvin bertanya di seberang sana. Panik setelah tahu Lisa dalam bahaya.Seorang tiba-tiba membuka pintu, membuat jantung Lisa nyaris berhenti. Bukan penjahat. Itu Ares! Ares-lah yang membuka pintu. Pemuda itu sudah pulang. Tapi lewat mana?"Res-""Iya, aku tahu, Sa. Aku juga lihat. Sekarang kita harus pergi dari sini. Mereka pasti lagi dobrak pintu di bawah sana," ujar pemuda Reigara itu.Lisa mengangguk, mongontrol napasnya, menormalkan badannya yang masih tremor karena syok. Setidaknya sudah ada Ares. Setidaknya kemungkinan selamat dari semua ini bertambah beberapa persen."Ares disini, Vin." Lisa memberitahu kakaknya, berharap ada jawaban. Tapi yang ia dapatkan justru hanya bunyi krasak-krusuk. Beberapa detik kemudian, sambungan telepon terputus.Astaga. Apa yang terjadi pada kakaknya di sana?Ares mengedarkan pandang ke kamar Lisa, terhenti pada l
Read more
44. Run Away, Difficult Decision
Satu setengah jam berlalu dengan cepat.Ares mengulurkan tangan, membantu Lisa menaiki tangga besi keluar dari lorong bawah tanah.Lisa menghirup udara, bernapas lega setelah tadi sesak karena udara pengap di bawah sana. Di sebelahnya Ares kembali menutup pintu besi, menyamarkannya dengan rumput sintetis agar terlihat seperti rumput yang lain. Pantas saja Lisa tidak pernah tahu ada pintu besi disana. Selain karena ditutupi, pintu besi itu berada di pojok halaman belakang yang jarang dilewati orang.Ares tiba-tiba menarik tangannya, menyuruh bersembunyi di belakang pohon bongsai dekat kolam renang. "Mereka belum pergi, Sa," ujarnya.Lisa menelan ludah. Nampak satu orang berjalan beberapa meter dari mereka. Orang-orang itu belum pergi. Mereka tetap gigih mencarinya. Tentu saja mengira dirinya masih bersembunyi di rumah yang luas ini."Kita bakal kemana, Res? Disini nggak ada rumah, banyak hutan. Rumah
Read more
45. I Promise You, Again
Lisa merapatkan jaket ketika Ares mengajaknya mengambil uang di ATM. AC-nya dingin sekali, serius. Apa lagi sejak tadi ia sudah diterpa angin malam.Waktu menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Mereka sudah membeli tiket bus malam. Keberangkatannya seperempat jam lagi. Tujuannya acak. Sebuah kota di sebelah utara yang berjarak sekitar 130 KM dari kotanya sekarang.Lisa tidak tahu mengapa Ares memilih naik bus. Mungkin karena susah terlacak oleh orang-orang. Terlebih itu angkutan biasa, seolah tidak mungkin dipilih oleh manusia superkaya seperti Ares. Tidak seperti pesawat yang penerbangannya bisa dengan mudah dicari tahu dengan menghubungi pihak bandara.Selagi menunggu, Ares langsung mengambil uang di ATM dekat terminal, membawa beberapa kartu. Yang pasti ada satu kartu Oma yang diberi wanita sepuh itu sebelum Ares dan Lisa pergi. Kata Oma untuk kebutuhan saat mereka berdua melarikan diri dan bersembunyi nanti.
Read more
46. Terminal
Suara alunan lembut musik terdengar dari speaker dalam bus. Diselingi suara klakson yang dibunyikan oleh supir beberapa kali.Lisa bangun dari tidurnya, menyipitkan mata ketika sinar terang dari luar bus menembus jendela kaca. Ia mengangkat kepala, baru sadar jika sedari tadi tidur bersandar di pundak pemuda di sebelahnya. Lisa melirik jam digital bus yang nampak di atas supir. Waktu menunjukkan pukul enam kurang seperempat menit. Masih pagi rupanya.Ares masih terlelap. Tidak terganggu dengan suara apa pun di sekitarnya. Pemuda itu masih menggenggam tangannya, membuat Lisa sangsi menarik tangannya karena takut membangunkan pemida tersebut.Bus yang Lisa tumpangi berhenti sejenak karena lampu merah. Lisa menghela napas, tersenyum sedih menatap dari jendela bus seorang siswi berseragam yang sedang menunggu bus di sebuah halte. Ia harusnya bersiap-siap sekolah sekarang, membantu Bi Inah menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini hal itu hanya
Read more
47. An Unpleasant Fate
Warung soto dekat terminal yang Ares dan Lisa kunjungi sepi. Hanya ada beberapa orang yang makan. Ares dan Lisa duduk di kursi meja paling pojok, menjauh dari keramaian.Ares menghabiskan teh hangatnya setelah selesai makan. Ia melap bibir dengan tisu, merasa dirinya lebih baik sekarang. Perutnya sudah terisi. Mual dan pusing yang ia tahan sejak beberapa jam yag lalu mulai menghilang.Ares pikir mabuk itu sugesti. Jadi ia tetap naik bus. Ia mensugesti dirinya agar tidak mabuk, tapi tetap saja. Bangun dari tidur kepalanya langsung pening dan perutnya bergejolak parah. Mati-matian Ares menahan diri agar tidak muntah sampai akhirnya setelah turun bus, ia benar-benar tidak kuat hingga mengeluarkan semua isi perut ke selokan."Nggak nambah?" Area bertanya pada gadis di depannya.Lisa menggeleng. "Belum habis, Res. Masa suruh nambah," jawabnya.Ares terkekeh. Ia tidak tahu Lisa yang lama saat makan atau d
Read more
48. Idea Comes
"Kasih tas yang kamu bawa sekarang.""Wow, santai, Pak.""Res."Lisa menelan saliva.Satu detik.Dua detik.Tiga detik.Ia tersentak ketika Ares memberikan serangan ke pria di depannya dengan tiba-tiba. Pemuda itu menendang alat vital si perampok, membuat pria itu mengaduh dan kehilangan fokus sebentar. Sepersekian detik kemudian, Ares mengambil pisau yang ditodongkan padanya secepat kilat, lalu menendang perut perampok hingga tersungkur ke tanah.Lisa yang melihatnya menahan napas. Sebenarnya itu gerakan ofensif biasa ketika menghadapi penjahat pria. Menyakiti alat vital milik mereka, untuk kemudian kabur atau gantian menyerang ketika mereka lengah. Yang membuat Lisa benar-benar tidak menyangka adalah, pemuda Reigara itu cepat sekali melakukannya. Hanya beberapa detik untuk membuat keadaan berbalik 180 derajat.Ares ganti menodongk
Read more
49. Looking For a Place to Stay
"Berhenti di sini aja, Pak." Ares berkata pada sopir taksi di depannya.Mobil yang mereka tumpangi berhenti. Lisa yang duduk di sebelah Ares segera turun dari mobil, menunggu pemuda Reigara itu membayar ongkos. Selagi itu ia mengecek bawaan. Hanya paperbag, sih. Isinya dompet, uang lima juta, kartu ATM-beberapa barang yang tidak diambil oleh perampok gila yang menggasak uang 25 juta mereka. Baju Ares sendiri pemuda itu bawa di tangan.Mereka baru saja pergi 3 kilometer dari terminal dengan tujuan acak menggunakan taksi. Lisa mendadak parno jika harus mencari tempat tinggal dekat dengan terminal. Tanpa insiden perampokan saja terminal terasa mengerikan, lebih-lebih setelah itu. Alhasil, ia memilih menjauh dari sana. Pergi naik taksi terserah ke mana saja.Mobil taksi berlalu beberapa detik kemudian. Ares berjalan mendekat. "Mau cari kontrakan di daerah sini beneran?"Lisa mengangguk. "Iya. Lagian udah lumayan jauh ju
Read more
50. New Home pt. 2
"Kalian boleh lihat-lihat dulu kontrakannya. Disini ada dua kamar sama satu kamar mandi. Untuk jemuran, bisa pakai lantai atas yang kebuka." Bu Tika membuka pintu kontrakan yang dikunci. Suhu luar yang awalnya panas berubah menjadi dingin ketika Lisa memasuki kontrakan tersebut. Rupanya salah satu pintu selain pintu rumah wanita paruh baya itu adalah pintu kontrakan.Setelah bercerita marathon sejak kejadian orang tua Lisa meninggal sampai dirampok penjahat barusan, Bu Tika pemilik kos akhirnya iba hingga membolehkan mereka berdua tinggal. Awalnya wanita itu masih tidak percaya jika Lisa dan Ares telah menikah karena dijodohkan. Lebih-lebih buktinya hanya dengan cincin yang orang pacaran saja bisa punya. Tapi dengan bantuan buku nikah yang sempat pemuda Reigara itu bawa dari rumah Oma, semua jadi terasa mudah. Ares itu keren sekali. Mana Lisa kepikiran membawa buku kecil itu."Setiap sepekan sekali, Ibu pasti bersih-bersih tempat ini, Mba Lisa. Jadi
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status