All Chapters of The Crown Prince, Sang Putra Mahkota: Chapter 31 - Chapter 40
64 Chapters
Kenangan Pahit
  Lelaki jangkung itu menarik tangan Kania dengan kasar. Langkah-langkahnya yang panjang membuat Kania seperti terseret harus mengikuti supaya tidak tertinggal."Kita ke mana, sih, Pak?"Kania melirik wajah atasannya yang kaku, tanpa ekspresi.Jangan-jangan gue mau dibantai ini, pikiran jelek Kania tiba-tiba muncul."Pak, ngapain kita ke sini? Enggak mau, saya mau kembali ke kamar aja." Protes wanita dengan kaus longgar dan celana yoga itu.Marlo membawa Kania naik ke sebuah bangunan tinggi dengan cor beton. Bagian atas bangunan itu terbuka tanpa ada peneduh. Dari tempat mereka berdiri saat ini mereka bisa melihat hamparan pohon sawit membentang sampai batas cakrawala."Saya, saya belum pernah ke tempat ini. Menakjubkan! " Mata Kania terbuai oleh hamparan gelap di bawahnya.Mendung yang sedari siang menggantung di langit sudah sirna, kini cahaya rembulan muncul menyinari hamparan sawit yang berjajar
Read more
Pulang
  "Asyik! Onty Vi, kita main sebelah sana, yuk! Nadin mau ke situ, ayo, Onty!" Gadis kecil itu terus bergerak ke sana ke mari, hatinya sungguh riang bisa berlibur sementara waktu."Nadin, Onty Vi mungkin capek, sama Om Damar aja, ya. Nanti Onty nyusul."Gadis kecil itu mengangguk dengan semangat. Damar mengulurkan tangan, Nadin menyambutnya dengan suka ria. Gadis itu berjalan melompat-lompat di samping Damar. Divia melihat pemandangan di depannya dengan senyum semringah. Orang pasti mengira mereka adalah keluarga kecil bahagia. Sayangnya hal itu jauh dari kenyataan.Divia berjalan memutar playground, ia berencana memesan minuman untuk mereka bertiga sebelum bergabung bersama Nadin dan Damar."Jay? " Divia mengenali sosok lelaki yang sedang merangkul gadis belia di depannya. Jantungnya berdebar kencang. Rasa tak karuan antara amarah dan kecewa.Lelaki itu menoleh dan cukup terkejut mendapati Divia di tempat itu. Ia segera m
Read more
Dalam Benak Marlo
  Perjalanan berjam-jam lewat darat dan disambung dengan perjalanan udara selama hampir dua jam cukup melelahkan. Kania dan Marlo akhirnya sampai di Ibu Kota. Mereka keluar dari bandara sudah cukup larut malam karena penerbangan yang mereka ambil tadi adalah penerbangan terakhir."Saya antar pulang," kata Marlo kaku. Lelaki itu berjalan di sisinya sambil menggeret travel bag masing-masing."Enggak usah, Pak. Terima kasih. Saya bisa pulang sendiri, kok.""Kania!" Sebuah suara familiar memanggil nama wanita itu. Mereka berdua kompak menoleh.Barry berdiri tegak tak jauh dari mereka dengan kaus turtleneck lengan panjang berwarna cokelat dan celana denim. Rambutnya rapi dipoles styling gel."Ba-Barry?" Kania tampak ragu-ragu. Ia melirik bergantian antara Marlo dan Barry. Wanita itu sempat melihat rahang Marlo yang tiba-tiba mengeras, tapi hanya sekilas. Nyaris tak kentara. Wajah Marlo kembali datar dalam wakt
Read more
Hati-hati
  "Mama enggak ke kantor?" Gadis kecil berseragam sekolah warna kuning itu menggigiti pinggiran roti lapis isi selai yang menjadi sarapannya."Mama libur, Sayang." Wanita muda dengan gaun pendek warna peach itu mengoles sebuah roti tawar lagi dengan selai bluebery."Asiiik, berarti Mama bisa anterin Nadin ke sekolah, yaa!"Kania mengangguk sambil tersenyum melihat Nadin yang berjingkat-jingkat bahagia."Iya, Mama anterin ke sekolah, tapi habiskan dulu sarapannya ya, minum susunya juga!""Iya, Ma. " Gadis itu segera melahap roti lapis kesukaannya, kemudian menghabiskan segelas susu putih yang dibuat oleh Bi Darni.Divia muncul membawa dua tenteng tas penuh di kedua tangannya."Kan, gue berangkat dulu, ya. Lu istirahat, ntar habis anterin Nadin, okay?""Makasih banyak, ya. Vi!" Kania mencium  pipi sahabatnya. "Gue banyak berutang sama elu, beneran! Makasih banyak pokoknya udah jagain Nadin selama gu
Read more
Hati Yang Penuh Cinta
                Kania mematut diri di cermin sebelum berangkat ke kantor. Hari ini adalah hari presentasinya kembali di rapat direksi. Hari ini juga launching project-nya bersama dengan Barry, sebuah buku panduan bisnis yang telah digarap selama beberapa minggu. Kania mematut gaun dalamnya yang berupa gaun resmi tanpa lengan berwarna lavender dengan kerah bundar sepanjang lutut. Sebagai outer ia memakai blazer warna hitam sebatas panggul, dengan lengan sebatas siku. Rambutnya kemarin sudah digunting rapi dengan style bob pendek di atas bahu, membuat wajahnya semakin berkilau.             “Mama sudah siap?” Nadin muncul sudah berseragam sekolah lengkap.             “Siap, Sayangku. Kita berangkat sekarang?”       &nb
Read more
Ungkapan Cinta (18+)
   Singapura            Empat orang lelaki tegap masuk ke sebuah apartemen di lantai sepuluh. Para lelaki itu dengan mudah masuk melalui pintu depan. Sudah beberapa hari ini, mereka diperintahkan untuk mengawasi unit apartemen tersebut. Kini, mereka sudah menerima perintah baru untuk melaksanakan tugas yang telah dibahas sebelumnya.Seorang gadis kecil yang sedang tidur lelap di ranjang diangkat sedemikian rupa, lalu dibawa begitu saja oleh lelaki itu. Sang Ibu histeris, ia meraung-raung meratapi putri kecilnya yang diambil. Badannya lemah menggelosor di lantai, ia terus memanggil-manggil nama putri kesayangannya. Namun, para lelaki berbadan tegap itu tak menghiraukan.Wanita berhidung mancung itu seperti tersadar akan sesuatu, lantas segera berdiri meraih ponselnya.Ia berusaha melakukan panggilan ke salah satu nama di kontaknya. Namun, sambungan tersebut tak
Read more
Ancaman
              “A-a-ada telepon!” Kania menarik diri dari Barry. Wanita itu segera merapikan baju dan rambutnya yang sedikit berantakan.            Mereka masih berada di dalam mobil. Tangan Barry masih menggengam erat tangan Kania, walaupun wanita itu berusaha menjauh. Wajah Kania merona merah, bibirnya membengkak karena habis dilumat oleh Barry.Barry mengambil ponsel di sela-sela duduk mereka berdua. Mengamati sebuah nama inisial muncul di layar ponsel pintarnya. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.                  Ia tidak mungkin mengangkat telepon tersebut di hadapan Kania, ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju kantor.“Kita jalan lagi, ya,” bisik Barry lembut sambil memandangi sang kekasih.
Read more
Sembilu
  Nadin sedang memetik bunga berwarna lavender ketika sebuah suara mengagetkannya dari belakang."Main di taman sendiri lagi, Anak Cantik?"Gadis kecil itu menoleh dan melihat lelaki tampan yang sering disebutnya Om Baik sudah berdiri di belakang. Kedua tangan lelaki itu dilipat di depan dada, senyum lelaki itu meghiasi bibir."Om Baik!" seru gadis kecil itu kegirangan."Halo, Cantik!""Om, kok ada di sini?" Gadis itu mendongak ke arah Marlo yang menjulang tinggi di hadapannya."Harusnya Om yang tanya begitu. Kamu enggak sekolah?"Gadis kecil itu meringis, memperlihatkan gigi geliginya yang rapi."Aku udah pulang sekolah, Om. Aku sama temenku lagi main di sini, sambil menunggu mobil jemputan kami.”"Oh, begitu. Ada Mama atau pengasuh kamu di sini?"Nadin mengangguk. "Ada Bi Darni lagi nungguin di bangku.""Yah, bagus kalau ada orang dewasa disekitarmu. Ingat, ya, enggak boleh
Read more
Cokelat Pelipur Lara
  "Gimana menurut kamu? Bagus nggak?"Marlo menoleh ke arah Damar. Yang dilihat justru seperti melamun. Tatapan Damar menyasar ke plafon, tetapi pikirannya sedang berada di awang-awang."Woi, bocah!" Marlo menepuk pundak Damar dengan jengkel. Lelaki muda ituterkejut, seolah-olah kembali tersadar."Kamu kenapa, sih? Dari tadi saya ajak ngomong, lho!"Lelaki muda itu meringis memohon ampun kepada Marlo. "Apa ya tadi?"Marlo geleng-ggeleng-geleng kepala. Padahal ia khusus meminta Damar datang untuk melihat rumah barunya. Kini bocah itu malah keasyikan melamun. Marlo curiga Damar sedang terlibat cinta lokasi dengan sekretaris Prasetya, kawan karib Kania. Ia mencoba mengingat siapa namanya, tapi cukup sulit."Dari tadi saya nanya, gimana menurut kamu? Rumah ini?" kata Marlo setengah jengkel."Ooooh rumah ini? " Damar nyengir kuda, takut kena omel lelaki galak itu. "Bagus, bos, bagus banget. Suasananya juga nyaman,
Read more
Menghilang
 Bab 40Mentari pagi bersinar dengan cerah, menandai hari baru. Sekali lagi sang surya memimpin kehidupan dari balik cakrawala. Kesibukan pagi di rumah Kania hampir sama dengan rumah-rumah lain di kompleks perumahan pinggir kota. "Nadin, sudah selesai mandi belum? " teriak Kania dari arah dapur. Tangannya bergerak lincah memotong dan memegang alat dapur. Bekal Nadin sedang dalam proses. Sesuai permintaan gadis kecil itu, hari ini ia mau bekal nasi goreng bungkus telur dengan isian sosis dan bakso. Kania sudah menyiapkan tiga wadah bekal di atas meja, siap untuk diisi. Kenapa ada tiga? Satu untuk Nadin, satu untuk Kania, dan tentu saja satu lagi untuk Barry. Kania mulai menghias nasi goreng yang sudah dibalut dengan telur dadar. Ia sedang menambahkan hiasan hidung dan mulut dari wortel dan ketimun ketika mendengar balasan suara Nadin dari arah kamar. "Sudah selesai, Mama! Aku sedang ganti
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status