All Chapters of The Crown Prince, Sang Putra Mahkota: Chapter 41 - Chapter 50
64 Chapters
Jealousy
 Bab 41"Apa terjadi sesuatu antara kamu dan Barry?" suara Marlo terdengar berat. Kania berbalik, menatap manik mata setajam elang itu. "Bukan urusan Bapak," bisiknya. Wajah tampan sempurna seperti di pahat itu tiba-tiba menyunggingkan senyum. Kania menyadari, seharusnya lelaki di depannya ini lebih sering tersenyum. Senyum yang menghiasi wajah  lelaki itu membuatnya terlihat berkali-kali lipat lebih tampan. "Kamu datang ke sini dengan dalih banyak hal demi mengetahui kondisi Barry, lalu kau sebut bukan urusanku?" Marlo masih menatap tajam, bahkan mulai berjalan semakin mendekat. "Jangan macam-macam denganku, Lady.""Rupanya saya salah, saya buang-buang waktu saja di sini." Kania berkata dengan ketus. Marlo semakin mendekat, mengeliminasi jarak di antara mereka berdua. "Mungkin kita bisa menghabiskan waktu sebentar. Sedikit chit chat tidak akan membuan
Read more
Awal Mula Huru Hara
Kania melangkahkan kaki ke lobi kantor Hadinegoro. Hari ini ia sedikit terlambat karena Nadin mogok sekolah. Tidak biasanya gadis itu rewel, apalagi di pagi hari. Nadin adalah gadis kecil yang paling semangat sekolah. Namun, sejak semalam bocah lima tahun itu rewel tidak mau datang ke sekolah keesokan harinya. Sebuah pernyataan cukup mengejutkan Kania dengar dari mulut kecil putrinya. "Mama, kata Aldo aku enggak punya Papa, semua anak punya Papa, kenapa aku enggak?"Kania yang tadi sedang membujuk gadis kecil itu keluar kamar untuk bersiap ke sekolah langsung terdiam. Ia sadar hal ini pasti suatu saat akan ditanyakan oleh Nadin. "Aku enggak mau sekolah, Ma. Nanti Aldo pasti bilangin ke teman-teman, semua ngejek aku, Ma. "Kania menarik napas, berusaha sabar. "Sayang, Mama sudah bilang, Papa Nadin sudah ada di surga sekarang.""Nadin mau tunjukin ke teman-teman kalau Nadin punya Papa
Read more
PHK
  Marlo sedang berjalan melintasi taman ketika ponselnya berbunyi. Sambil terus berjalan ia merogoh saku dalam jasnya. Nama Damar muncul di layar. Lelaki jangkung itu segera mengangkat telepon. "Om, sebaiknya segera ke kantor." Suara Damar terdengar cukup panik dari ujung telepon. "Ada masalah apa?""Huru hara yang kemarin aku bicarakan, hari ini sudah ada laporannya di meja Om.""Oke, kasih tahu, inti masalahnya apa? Aku masih dalam perjalanan ke kantor dari rumah.""Intinya Kania, Om. Dia terancam di PHK secara tidak hormat.""What?"Marlo langsung masuk ke mobil, menyalakannya dengan terburu-buru. "Tunggu aku segera datang ke kantor!"***"Apa maksudnya ini, Pak? Saya salah apa?" Kania terduduk lemas di depan meja Prasetya. Lelaki paruh baya itu menatap Kania, ekspresi tak terbaca di wajahnya. "Saya yakin, Kan,
Read more
Luruh
"Mau ke mana, Mbak?" Sekretaris Barry mencoba menghalangi Kania yang menerobos masuk. "Saya mau ketemu Pak CEO, ini penting!"  Kania berusaha nekat. Prasetya sudah gagal meyakinkan Barry, kini ia harus turun tangan sendiri. "Aduh, maaf, Mbak, enggak bisa!" sekretaris Barry yang berbadan tinggi langsung melebarkan lengan, berusaha menghalangi Kania di depan pintu. "Ini penting, saya harus ketemu Pak CEO sekarang, tolong!""Mbak, enggak bisa, di dalam sedang ada tamu." "Sebentar saja, tolong!" Kania semakin mengiba. "Mbak Kania, enggak bisa, Mbak!" Sekretaris Barry sudah nyaris hilang kesabaran. Kania berhasil meloloskan diri dari upaya sekretaris Barry. Ia melontarkan diri ke pintu kaca yang tertutup vertikal blind. Pintu itu terdorong ke depan, hingga Kania nyaris terjerembab. "Barry, aku perlu bicara!"Suara Kania
Read more
Lost Control (18+)
 "Buat apa kamu tetap di sini? Pergilah!""Sudah kubilang, aku enggak akan pergi.""Dasar keras kepala." Kania tertawa getir. "Sekarang aku bisa memaki kamu sepuasnya! Aku bukan karyawan kalian lagi, kan?""Kamu dan kerabat-kerabat kamu. Kalian semua brengsek!" Kania mendekati Marlo, memukul dada lelaki itu dengan genggamannya. Marlo bergeming, membiarkan Kania meluapkan emosi. Ia sadar kondisi Kania sedang tidak baik untuk ditinggalkan sendiri. Ia rela dicaci dan dimaki. "Silahkan pukul dan caci maki, kalau itu bisa buat kamu lebih tenang."Mata Kania menatap tajam lelaki bermata elang itu. Ketika tangan kanan Kania melayang hendak kembali memukul dadanya, lelaki itu merengkuh Kania dalam pelukan. Kania luruh dalam pelukan Marlo, emosi mencair menjadi tangis. Marlo semakin erat memeluk wanita itu, ingin berbagi sembilu yang menyayat hati sang wanita. "Kamu boleh ngga
Read more
Cinta
"Mama!" Suara Nadin melengking. "Mama sudah pulang, ya?"Nadin berlari ke dalam, nyaris menabrak Kania yang berjalan dari arah dapur. "Astaga, Sayang, Hati-hati, enggak usah lari di dalam rumah, nanti jatuh." "Mama sudah pulang? Nadin seneng Mama pulang cepat!" suara Nadin terdengar riang. "Iya, Mama juga senang. Kamu ganti baju, nanti kita makan siang sama-sama, ya! Mama sudah masak ayam goreng kesukaanmu," kata Kania. Gadis kecil itu berseru girang dengan cukup heboh. "Emm, Sayang, Mama mau kenalin kamu dulu ke teman Mama, boleh? Temen Mama mau ikut makan siang sama kita." Kania melirik ke arah dalam. Nadin melihat seorang laki-laki baru keluar dari ruang makan, berbadan tinggi dengan baju kemeja lengan panjang yang sudah digulung sampai sebatas siku."Om Baik!" Seru Nadin menubruk lelaki itu. Mata Kania membulat sempurna. "Jadi ini Om Baik y
Read more
Janji
 "Mar, itu kan mobil elu. Bos elu masih di sini brarti!" Divia menunjuk mobil yang terparkir di depan rumah Kania. Damar mengangguk, ia melihat mobilnya masih di depan rumah Kania. "Kita turun, yuk! Semoga Kania baik-baik saja."Damar dan Divia berjalan beriringan menuju rumah Kania. "Permisi!" seru Divia dari luar, ia mengetuk pintu beberapa kali. Tak lama berselang pintu dibuka, Kania muncul dari balik pintu. "Kania  .... ""Eh, elu, Vi, Damar juga. Ayo, masuklah," Kania memimpin mereka masuk menuju ruang tengah. Divia merasa curiga, tidak ada tanda-tanda Kania merasa sedih berlebihan seperti kondisinya tadi siang. Divia dan Damar saling pandang ketika mereka mendengar suara gelak tawa dari ruang tengah. Pemandangan di depan mata mereka sungguh tidak dapat dipercaya. Damar sampai menganga melihat Marlo sedang asyik bercanda tawa dengan Nadin
Read more
Sesal
"Besok pagi aku berangkat pagi, tolong siapkan perlengkapanku pagi-pagi sekali, Berto."Marlo sedang menikmati teh cammomile dari cangkir keramik putih polos ketika Berto kembali masuk untuk membereskan baju kotor Tuan Mudanya. "Baik, Tuan Muda." Berto sudah hampir melangkah ke luar kamar, ketika akhirnya ia berbalik menatap tuannya. "Tuan Muda, saya sungguh senang sekali melihat Tuan Muda begitu terlihat bahagia, setelah sekian tahun."Marlo menyesap kembali tehnya. Lelaki berjubah kamar warna kelabu itu menyunggingkan senyum. "Ada seseorang yang sudah merubah hidupku," ucapnya lirih. Berto menegakkan tubuh. "Siapa pun orang itu, saya sungguh ingin berterima kasih dari lubuk hati yang paling dalam karena telah mengembalikan senyum Tuan Muda."Marlo kembali tersenyum memperlihatkan gigi geliginya yang putih rapi. "Ide bagus. Kapan-kapan saya akan bawa dia ke rumah. Kamu pasti akan suka, apalagi ada
Read more
Pertemuan Tak Sengaja
 Barry memasuki rumah dengan muka kusut. Ia sengaja membanting pintu kamarnya hingga menutup, mengingat kembali netranya menangkap pemandangan keluarga Kania bersama Marlo. Rasa cemburu membara di dadanya. Posisi yang selama ini begitu ia inginkan. Kenapa ia baru sadar bahwa Marlo juga memberi perhatian khusus kepada Kania? "Sial!" serunya sambil memukul udara kosong. Pintu kamarnya membuka. Clarissa yang tampak segar dengan gaun siang warna biru langit masuk dengan langkah anggun. "Kenapa kamu?"Barry bergeming, duduk menatap lantai marmer. "Dari mana kamu semalaman? Mama enggak mau melihat kamu mabuk mabukan lagi, ya! Jangan jadi orang tolol dengan membawa masalahmu ke minuman keras!"Barry masih bergeming. "Yah, awalnya memang berat. Lihat saja nanti, Lama-lama kamu juga terbiasa," ujar wanita dengan pemulas bibir warna marun itu. "Tolong keluar
Read more
Menikahlah Denganku
Barry terus melirik ke meja di ujung balkon. Terlihat seperti keluarga bahagia. Benarkah Kania bersama Marlo? Cepat sekali wanita itu membalikkan perasaan. "Aku sudah pesenin steak favorit aku. Nanti kamu cobain, ya." Jesslyn tersenyum mengamati Barry yang terlihat tampan mengenakan setelan jas warna biru. "Pasti kamu suka.""Aku permisi sebentar, ke kamar kecil, boleh?" Barry menatap Jesslyn dengan senyum palsu. Wanita cantik itu mengangguk. "Okey, jangan lama-lama, ya."Barry segera beranjak. Ia buru-buru ingin ke toilet begitu melihat Kania beranjak dari tempat duduk. Dari gelagatnya wanita itu akan pergi ke toilet. Kesempatan bagus. ***Kania baru saja buang air kecil. Ia merapikan diri di depan kaca wastafel. Seharusnya tadi Marlo bilang kepadanya akan mampir ke restoran, setidaknya ia bisa sedikit berdandan. Setelah dirasa cukup, gegas wanita itu keluar dari toilet. 
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status