Mike dan Rahman merangsek maju. Mike mengernyitkan dahi dan bergumam, "Man, bukankah tanda itu milik Sander?"
Rahman mengikuti arah pandangan mata Mike. Dia bisa melihat dari kejauhan dengan bantuan kacamata Fath Glasses Virtual (FGV) yang dikenakannya. Logo pada heli yang dinaiki oleh Victor adalah milik perusahaan Sander yang ada di Indonesia.
"Yes, Sir."
Untuk sejenak perhatian Mike terarah pada kacamata yang dikenakan Rahman.
"Sir, a-," perkataan Rahman terputus.
"Apa itu buatan Ian?" tanya Mike terus menatap kaca mata Rahman.
"Siap, Sir. Sir, kita harus segera bergerak." Mike mengangguk.
Di Sisi Kanan pintu penghubung rooftop Hotel Permata
Fafa tampak mulai sadar. Dia mengerjapkan mata dan langsung terbelalak, setelah mendengar bunyi suara tembakan yang bersahutan. Fafa mendongakkan kepala dan dia baru sadar saat ini ada dalam dekapan Victor. Fafa mulai berontak.Mendengar kegaduhan yang ditimb
"Siap Boss, anak buah saya 3 terluka dan sudah diberikan perawatan." Ian mengangguk. "Bagaimana menurutmu!" lanjut Ian. "Kami siap, Boss." "Hhmm. Keluarlah." Rahman segera meninggalkan ruangan Ian dengan ekspresi keheranan. Sungguh di luar dugaan ketika mendapati Ian tetap tenang seperti ini. 'Ternyata benar kabar yang beredar, jika istri Boss sudah menjinakkannya,' batin Rahman. Dia mengendikkan bahu. Sebuah kebetulan yang menguntungkan, yang penting sekarang lolos dari amukan Singa. Setelah menyaksikan pintu telah tertutup kembali, Ian segera menatap intens Mike. "Ada apa Ian?" tanya Mike mengerutkan dahi, tanda dia tidak paham dengan maksud tatapan Ian. "Aku ingin istirahat." Ketiga sahabat Ian langsung mendekat ke arah ranjang. "Cepet sembuh, Bro!" ucap David sembari menepuk pelan bahu Ian, dan hanya direspon dengan anggukan. Setelah ketiganya keluar, Ian menghela napas dalam dan mata terpejam. Mike yang sebelum
Victor segera menghubungi anak buahnya untuk segera melakukan pencarian. Dia tidak ingin rencana yang telah disusun rapi berantakan. "Menyusahkan sekali istri Aldric. Apa dia tidak tahu, di sini masih banyak hewan buas," decak Victor. Ponsel yang berada di saku celananya bergetar, Victor melihat layar ponsel dan terkejut. "Hal-," suara Victor terputus. "Victor, besok datanglah ke sini. Minggu depan aku sibuk." Victor geram, bisa-bisanya bocah itu tidak menghormatinya. Victor bergegas keluar dari vila dengan langkah tergesa-gesa. Anak buah Victor dengan sigap membukakan pintu mobil dan mempersilahkan duduk di bagian penumpang. Mobil segera melaju ke arah resort milik keluarga Milosevic. Perjalanan tidak terlalu lama, lokasi resort tidak terlalu jauh dari vila. Victor baru saja menjejakkan kaki di pelataran resort, seorang anak buahnya berlari mendekat dan memberikan laporan dengan setengah berbisik, jika istri Andrian sudah diamankan
Lamunan Ian buyar kala mendengar ponsel miliknya yang berada di atas nakas bergetar. 'Siapa dini hari begini telpon?' tanya Ian dalam hati. Dia berdecak kesal kala melihat di layar ponsel siapa yang menghubunginya. Dengan malas, dia geser tombol accept. "Ada apa lagi!" teriak kesal Ian. Orang yang menghubungi Ian terkejut. Dia langsung menjauhkan ponsel dari telinga, pendengarannya seketika berdengung mendengar teriakan keras Ian. Ya, orang itu adalah Mike. "Dik, tenanglah." "Tenang bagaimana? Istriku dibawa Victor ke Jerman." Mike tersenyum kecil mendengar jawaban Ian. "Apakah Ian sudah menganggapku sebagai kakak?" gumamnya. Mike merasa dadanya sesak dengan rasa membuncah bahagia. Sepuluh tahun dia mendekati Andrian, tapi tidak pernah berhasil. Andrian tidak pernah menganggap saudara, dia hanya menganggap Mike sebagai kawan, rekan kerja, dan rival. Apa tadi barusan? Dia tidak menyangka jika adik yang selama ini terkenal d
Sejak kecil Andrinof sudah dekat dengan K.H. Mansyur. Setelah mengetahui perceraian Victor dan Anya, empat bulan kemudian dia menikahi Anya-gadis pujaannya. Hal itu bisa terjadi karena sebuah kesepakatan tergila yang pernah Andrinof dan Victor ambil karena menyukai perempuan yang sama. Kesepakatan yang membuat posisi keturunan mereka sulit seperti sekarang ini.Demi melindungi hal-hal gila yang mungkin dilakukan lagi keturunannya kelak. Anav Milosevic membentuk kelompok agen Save Eagle. Sekarang terbukti bukan? Bagaimanapun insting seorang Anav Milosevic sangat teruji.Bagaikan de javu, Victor mulai bergerak, tentu saja agen Save Eagle sudah siaga. Save Eagle beranggotakan sembilan orang dan siapa saja mereka, tidak satupun keturunan Milosevic yang tahu.Perusahaan Farmasi maupun perusahaan alat-alat kesehatan yang beroperasi di Jerman dan Rusia adalah bisnis milik Anav yang terlihat, selebihnya adalah bisnis gelap. Sebuah kemustahilan menunjukkan siapa ja
"Ada apa Ian?" tanya David heran kala mendengar Ian mengumpat."Ini." Andrian tidak meneruskan kata-katanya."JE BAK AN," ujar David dengan mengeja. Ian langsung menghubungi Hamid-agen The Hunter, melalui Private Line."Yes, Sir." Terdengar suara berat di ujung sana."Lakukan sekarang!""Yes, Sir."Ian segera mematikan sambungan telpon. Dia mengerutkan dahi. 'Ada apa ini?' batinnya. Ian mencoba merangkai potongan puzzle dan mulai menganalisa. Kejadian bermula kala dia selesai menjalani pembedahan tulang ekor. Kedua, Victor muncul dan disusul Mike. Ketiga, Sander ikut dalam permainan ini, walaupun belum terkonfirmasi kebenarannya. 'Apa kepentingan Sander dalam hal ini?' batin Ian.Sekian lama keadaan hening. David masih terus mengamati layar tab untuk memantau pergerakan Fafa. Sedangkan Ian masih setia dalam diam. Setitik
Brak! Fafa belum sempat menyadari kejadian yang baru saja menimpanya. Dia hanya melotot ke arah Victor. Perlahan kesadaran Fafa menghilang dan matanya tertutup. Entahlah, sudah berapa lama Fafa tidak sadarkan diri. Saat membuka mata, dia sudah berada di dalam mobil yang sedang melaju di tengah hamparan gurun pasir. Fafa duduk di bangku bagian tengah mobil, sedangkan di depan ada dua pria. Fafa tetap bungkam, dia mencoba memutar kembali ingatan saat membuka daun pintu kamar hotel. Secara mengejutkan, seseorang di balik dinding langsung muncul dan membekapnya menggunakan sapu tangan. Setelah itu, dia tidak tahu apa yang terjadi. "Sudah bangun, Young Lady?" ucap pria di sebelah pengemudi. Fafa bisa melihat dari cermin yang ada di atas dashboard, pria yang menjadi pengemudi tersenyum tipis. Fafa tidak menjawab pertanyaan pria itu, dia hanya mengangguk. Fafa memilih mengalihkan pandangannya, melihat kanan kiri d
Akhirnya daun pintu terbuka dengan suara keras. Beberapa pria dengan wajah tertutup masker masuk dengan posisi waspada. Salah seorang maju dan berkata, "Nyonya."Dia membungkuk hormat. "Maafkan kami datang terlambat. Sekarang Anda sudah aman. Silakan, kami akan mengawal Anda bertemu tuan muda!" ujarnya."Tuan muda!""Iya, Nyonya. Tuan Muda Aldric.""Hubby."Dia mengangguk. Fafa membuang napas lega dan tersenyum. Fafa segera keluar kamar. Di ruang tengah dia melihat banyak darah tercecer, Fafa seketika berhenti."A-apa mereka semua mati! Apa Ahmed mati! Pria yang menjemputku juga mati?" tanya beruntun Fafa dengan tubuh bergetar dan menahan tangis."Silakan masuk ke dalam mobil. Kami akan mengantar Anda istirahat di hotel." Hamid berusaha mengabaikan pertanyaan Fafa. Dia sadar saat ini, Nyonya Aldric sedang shock. Hamid melihat reaksi Fafa
"Dav," panggil Ian. Mike dan David langsung memandang ke arah Ian. "Ada yang ingin aku bicarakan dengan Mike!" lanjut Ian. David perlahan keluar dari ruang perawatan. Di depan kamar sudah ada Hamid, kedua langsung meninggalkan tempat itu. Hamid mengantar David untuk beristirahat di kamar tamu. Sedangankan Mike dan Ian masih ada di dalam kamar perawatan. Hening, keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan untuk beberapa saat. Mike sudah tidak tahan, dia tahu Ian enggan untuk bicara dengannya. "Dik!" panggil Mike. Ian menoleh, lama mereka saling memandang. "Thanks." Satu kata yang membuat Mike terkejut, bahkan tidak bisa menutupi keterkejutannya. Bagaimana bisa, seorang Aldric Andrian bicara tentang terima kasih. Kata terima kasih dan maaf adalah kata tabu bagi seorang Aldric Andrian! Gadis itu. Mike semakin pensaran dengan istri Andrian. "Iya. Thanks dukungannya,"