Semua Bab Behind The Beast: Bab 31 - Bab 40
60 Bab
II. Summer | Thirty
Rasa tak nyaman tiba-tiba mengganggu tidur Vander. Seperti sesuatu yang basah dan lembap di ranjangnya kini. Seluruh tubuhnya merasa dingin dan agak risih. Sehingga dengan susah dia perlahan membuka kedua kelopak matanya. Mencoba menahan kantuk agar tak kembali terlelap. Hanya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Gelap. Ya memang biasanya kamar miliknya selalu gelap saat tidur. Sepertinya masih larut malam. Lalu ingatan soal Chloe menyeruak di pikirannya. Tentang yang baru saja terjadi dan dia lakukan bersama gadis cantik itu. Semuanya. "Chloe?" Vander meraba samping ranjangnya. Kosong. Hanya kelembapan yang dia rasakan di selimut putih tebal itu. "Chloe?" Dengan suara parau khas bangun tidurnya Vander memanggil sekali lagi, tetapi tak ada yang menyahut. Sangat h
Baca selengkapnya
II. Summer | Thirty One
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore saat Vander akhirnya turun untuk mengecek mobil miliknya yang akan diperlombakan nanti di Las Vegas. Sudah lama dia tak menjamah mobil antik itu, dan keadaan kendaraan tersebut masih sama saat dia meninggalkannya. Hanya saja kaki-kakinya sudah berubah. Sepertinya Polo atau Robert sudah mengganti sesuai permintaannya. Dimana velg celong antik sudah terpasang bersamaan dengan roda.Soal para montir-montir berbakat itu, mereka semua telah pulang lebih awal. Termasuk ayahnya yang telah balik ke rumah. Meninggalkan Vander dan Chloe yang masih mengamankan diri disana berdua."Wow, ini bukankah .... " Chloe datang dari arah belakang Vander berjalan menuju kap mesin mobil. "Paul?"Mata Vander menyipit tatkala melihat kaos baju hitam kebesaran yang dkenakan Chloe. Itu miliknya."Ya," jawab Vander me
Baca selengkapnya
II. Summer | Thirty Two
"Oh, sh*t!" Vander mengumpat kecil disaat motor yang dia kendarai akhirnya bergerak pelan dan kemudian berhenti bersamaan mobil lainnya yang terjebak macet di antara gedung-gedung Times Square. Seperti biasanya, Manhattan selalu seperti ini di jam-jam pulang kantor. Sangat mengesalkan. Vander melirik layar besar di sampingnya. Papan iklan itu menunjukkan waktu kini pukul delapan malam lewat. Memasuki akhir senja di New York. Tampak langit sudah mulai menggelap, tetapi ada yang berbeda sepertinya hari ini. Banyak orang yang melongokkan kepalanya menghadap ke depan— ke arah barat dimana matahari akan tenggelam. Vander mengikuti arah pandang orang-orang ke seberang jalan. Melihat ke arah matahari yang tampak segaris dengan jalan. Sangat indah.
Baca selengkapnya
III. Let The Rain of Autumn Fall Down
Sudah musimnya. Ketika daun-daun mulai meninggalkan rantingnya, terbawa angin dan akhirnya kembali ke tanah. Ya, setinggi apapun kita di dunia ini, pada akhirnya semua akan kembali ke awal. Ke titik mula temu itu. Ke bagian terdasar di mana kita memijak. Itu sudah hukum alam. Tak bisa diganggu gugat. Namun, apakah nasib seorang Vander juga ditentukan oleh alam?  Tidak. Dia berhak memilih. Berhak memperjuangkan, dan berhak menang. Kekalahan bukanlah akhir dari semua. Walau terjatuh bisa menimbulkan trauma, tetapi itu bukanlah hal lemah, melainkan sebuah proses untuk menemukan arti dari sebuah kata bahagia. "Hey, son, sudah sejam kau di luar. Masuklah." Vander hanya diam di kursi taman yang di dudukinya. Sudah lama ia duduk di halaman belakang rumahnya. Termenung seorang diri sambil melihat langit sore. Tanpa Chloe
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Four
"Hey, buddy .... what are you doin' here?"Darah Vander berdesir tatkala sebuah suara menginterupsi tindakannya yang sedari tadi diam - diam mengintai. Sebuah tangan yang menepuknya itu kemudian meremas kuat bahunya, hingga tubuhnya berbalik menghadap sang pemilik suara."Oh, no!" pekik Billy dari pelantang suara yang mereka pakai."It's okay, kids. Keep calm," sahut Dangelo sembari memerhatikan sekitar. Semua tampak aman, "pria itu bukan ancaman."Sedangkan Vander jantungnya sudah mencelos. Ia kira orang yang menciduknya itu salah satu pengawal ayah Chloe, tapi ternyata ...."God! L! Kau rupanya," desis Vander sambil memerhatikan situasi. Tak menyangka teman lamanya itu berada di tempat yang sama."Astaga, Van
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Five
Vander dan Louis kembali memasuki aula besar tempat di adakannya pesta. Mata elang Vander mulai menyisir satu per satu pengunjung disana. Namun, tak ada satupun wajah yang dicarinya. Membuat langkahnya panik dengan wajah yang mulai mengeras."Dad? Billy? Andres? Apa kalian mendengarku?" tanyanya sambil memegang alat bantu di telinganya, "seseorang jawab aku! Kalian dimana?!" desisnya saat tak ada juga yang membalas panggilnnya."Shit! Ada yang tak beres," beri tahu Vander pada Louis, "ayah dan kedua temanku menghilang. Terakhir Billy menelfonku saat di kamar tadi. Dan setelahnya .... ""Damn! Kau tak sendiri? Paman Dan juga ikut? Are you kidding me?!""Kau kira aku bodoh tak ada rencana. Rentan bila aku hanya sendiri. Soal ayahku ..., dia sangat keras kepala ingin ikut. Beginilah jadinya! Sia
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Six
Andres tak henti - hentinya tertawa sambil memberikan guyonan dan ledekannya pada semua penumpang dengan menirukan gaya bicara seorang Mark yang mati kutu tadi saat di kapal. Billy pun ikut menimpali. Keduanya benar-benar memekakkan telinga bila bersama. Sedangkan Vander sambil menyetir mobilnya ke arah dimana Chloe berada, terlaku fokus dengan jalanan hingga tak sadar sebuah panggilan tertuju padanya tak ia indahkan.Terlalu banyak tanda tanya dibenaknya walaupun sang ayah sudah menjelaskan segalanya. Termasuk pasukan yang dipanggil sang ayah khusus demi misi mereka. Vander tidak tahu mengenai rencana yang satu itu. Itu adalah 'Plan B' sang ayah bila terjadi sesuatu yang darurat.Saat Dangelo, Andres dan Billy tertangkap. Semua alat komunikasi dan harta benda milik mereka disita. Termasuk alat pelantang yang mereka pakai. Alasan mengapa Vander tak dapat mendengar sama sekali saat merek
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Seven
Vander tidak tidur. Ia sibuk memerhatikan Chloe dan mendekapnya terus. Bahkan sampai pagi datang menjelang dan matahari mulai bersinar, Vander tetap di sisi kekasihnya. Hingga sebuah ketukan di pintu dan suara sang ibu menyuruhnya untuk turun, terpaksa ia melepaskan si putri tidur itu pergi.Sedikit heran mengapa Chloe sama sekali tak terganggu. Padahal dia sudah membuat banyak gerakan di tubuh gadis itu, dan hujama ciuman juga pelukan eratnya. Namun, Chloe sepertinya enggan untuk bangun. Vander baru tahu jika kekasihnya itu bisa tidur dalam keadaan seperti orang mati. Setahunya Chloe sangat mudah terusik. Walaupun kelelahan sekalipun.Setibanya di bawah, ruang makan rumahnya berubah layaknya sebuah cafe. Sangat ramai. Bahkan dia melihat dokter perempuan yang dulu pernah menyelamatkan Chloe hadir juga. Vander lupa siapa nama anak dokter Albert itu."Vander, mana C
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Eight
Resah. Mungkin rasa itu yang dirasakan oleh semua orang yang ada di ruang keluarga Zeckar saat ini. Bagaimana tidak? Di kamar atas Chloe sedang diperiksa oleh Dokter Elena bersama tim medis khusus yang sengaja di datangkan langsung atas perintah seorang Mark Johnson untuk memeriksa putri semata wayangnya perihal praduga yang dilayangkan Dangelo bahwa sang anak kini tengah mengandung. Menurut Dangelo bila saat ini Chloe pasti sedang mengandung. Dilihat dari kebiasaan Chloe yang akhir-akhir ini mengalami sindrom putri tidur. Sama seperti sang istri dulu— Zallyn yang saat mengandung Vander mengalami hal yang sama. Ditambah lagi dengan kondisi fisik yang lemah; tampak pucat selalu dan emosinya menjadi labil. Vander hanya bisa menghela napasnya pasrah dengan perasaan yang tak tahu apakah harus senang atau .... Entahlah. Vander merasa semuanya terlalu cepat sekarang. 
Baca selengkapnya
III. Autumn | Thirty Nine
Sudah memasuki senja ketika Vander melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam waktu setempat. Namun, Chloe dengan bukunya masih tampak santai bersender pada punggung Vander, tak sadar bila hari sudah mulai menggelap.Vander hanya diam tak berani menginterupsi kegiatan membaca Chloe sambil sesekali mengelus perut buncit kekasihnya itu yang sudah mulai membesar dan membuatnya gemas. Berulang kali dia melakukan kegiatanya itu, sembari menikmati momen senja di musim gugur dari tempat mereka berada sekarang. Di sebuah taman yang tak jauh dari jembatan Brooklyn terlihat. Tepat di bawah pohon mapple yang sedang mengugurkan dirinya.Kali ini, Vander berpenampilan seperti dulu. Dengan kacamata yang bertengger di wajahnya, rambut klimis dan sweater tuanya yang kuno. Kembali menjadi si buruk rupa yang diinginkan Chloe. Alasan kekasihnya itu agar Vander tak dilirik wanita lainnya. Ch
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status