All Chapters of Behind The Beast: Chapter 21 - Chapter 30
60 Chapters
II. Summer | Twenty
"Let's go to my room." Setelah berbisik dengan suara seksinya yang provokatif, Chloe dengan gerakannya yang sensual turun dan memisahkan dirinya dari si 'panas' Vander yang masih terdiam lantaran menahan gairahnya— hanya melihat bagaimana si setan cantik itu mempermainkannya; berlari kecil sambil menggodanya agar segera di buru. Tak perlu berpikir panjang sebelum ia kehilangan jejak si kelinci nakal itu. Vander menyusuri jalannya yang hampir dipenuhi banyak orang yang berlalu lalang demi mendapatkan santapan malamnya yang menggiurkan. Sedangkan Chloe ... gadis itu sengaja membuat dirinya timbul-tenggelam di keramaian— mencoba membuat permainannya agar terlihat lebih menyenangkan. Vander menggeram begitu melihat Chloe berlari ke arah pintu darurat, dim
Read more
II. Summer | Twenty One
Bisa Vander lihat perubahan mimik pada wajah Chloe dari bayangan di cermin di hadapan mereka. Air wajah itu menampilkan berbagai sirat yang menunjukkan rasa terkejut, cemas juga rasa ... takut?Vander tak yakin jika permintaannya tadi mampu membuat si setan cantik itu juga sedikit bergetar. Aneh bila mengingat sepak terjang wanita itu yang begitu lihai menggoda, bahkan terkenal agresif. Ada yang berbeda dengan Chloe. Rasanya seperti menghadapi dua orang berbeda dari Chloe yang ia temui beberapa hari yang lalu dengan yang sekarang.Perubahan yang cukup signifikan. Padahal Vander mengira kegiatan mereka akan terkesan sangat binal malam ini.Entahlah kalau begini keadaannya. Lagi-lagi si biang onar tak dapat di prediksi dengan benar."Jangan katakan bila kau belum siap, Chloe. Bahkan sedari awal kau yang mencoba mencumbuku, re
Read more
II. Summer | Twenty Two
Vander terus mengerjai tubuh indah Chloe. Tak peduli jika gadis itu meracau-racau karena ulah lidah nakalnya yang begitu lihai mengerjai setiap jengkal pemilik tubuh.Seolah mengobrak-abrik diri si biang onar— Vander menyentuh si pemilik tubuh eksotis itu dengan liar juga lembut. Sengaja membuat kesan yang nantinya takkan terlupakan sebagai kenang-kenangan yang mematikan.Vander ingin membuat seorang Chloe menyesal. Sangat menyesal."Oh, God. It's so good," erang Chloe ketika mendapati kepala Vander berada di antara kedua kaki jenjangnya, "kau yang terbaik, Rexie. It's always you."Senyum Vander tersungging selagi ia mengerjai bagian inti gadis itu— merasa bangga dengan apa yang dilakukannya. Dan itu artinya adalah kabar baik. Chloe terhipnotis akan perlakuannya. Si setan cantik itu benar-benar melupakan kekas
Read more
II. Summer | Twenty Three
Vander duduk terdiam dengan keadaan bertelanjang dada dalam kegelapan di sebuah sofa yang beberapa waktu lalu adalah saksi dimana ia mencumbu gadis yang kini tengah terbaring nyenyak di ranjang belakangnya. Isi pikirannya masih berkecamuk, dengan hati yang kian berantakan. Dimana keduanya beradu, saling berperang dan semakin tidak terbantahkan. Lantaran kenyataan yang menjungkir balikkan semua harapan. Menjadi lebih runyam dari apa yang telah direncanakan.Chloe.Masih didekatnya, bersamanya dan telah mengorbankan dirinya. Vander tak tahu bagaimana cara menghubungkan semua tautan persoalan dan fakta yang ia hadapi. Masih menerka-nerka tetapi tidak berani lagi berpikir terlalu jauh.Dan sepertinya ... Vander telah melewati garis kehati-hatiannya. Terlalu angkuh akan kepercayaan dirinya. Lalu kini hanyalah sebuah penyesalan dan tanda tanya besar yang bersarang dalam
Read more
II. Summer | Twenty Four
Tanpa kata. Juga dua tatapan yang berbeda. Adalah ketika Vander dan Louis berhadapan. Setelah sekian lamanya tak bertemu sapa, akhirnya keduanya dipertemukan juga dalam waktu yang tak terduga. Amarah, kecewa, dan luka merupakan rasa yang telah dipendam Vander sedari lama. Kilat matanya tak pernah berbohong. Dan sangat kontras dengan mimik wajahnya.Berbeda dengan Louis. Air wajahnya kini tampak tenang. Tidak seperti awal yang terlihat agak emosional. Sosoknya berubah menjadi tak terbaca dengan sikap berdiam dirinya yang membuat Vander jengah."Maaf," ucap Louis lebih dulu sebelum Vander membuka mulutnya, "maaf untuk kejadian yang lalu.""Percayalah, bukan maafmu yang ingin kudengar," kekeh Vander seraya memasukkan kedua tangannya ke saku jaket dan mengalihkan pandangannya pada gedung pencakar la
Read more
II. Summer | Twenty Five
Kesal. Tidak ada yang lebih membuat Vander frustrasi dikala dirinya saat ini tengah terkurung. Di balik jeruji besi, dia harus merasakan dinginnya lantai penjara dan juga rasa hampa. Semua kesialan itu harus dirinya dapatkan lantaran sudah berbuar onar di sebuah fasilitas kesehatan, hingga membuat seorang terluka parah dalam insiden penyerangan itu. Apapun yang membuat dia kesal, tak lebih karena saat ini dirinya tak bisa menemui sosok perempuan yang selalu ada di pikirannya—Chloe. Gadis itu sukses membuatnya gila dengan pikiran semrawut. Membuatnya tak bisa memikirkan hal lain selain keadaan terakhir Chloe yang berhasil ia tangkap sebelum akhirnya gadis itu jatuh pingsan. Langkah cepat dari sebuah sepatu terdengar dan menggema di lantai dingin yang Vander duduki. Tak tahu sudah berapa lama ia harus meringkuk di dalam sel itu. Satu hal yang pasti, ia sedang menunggu informasi dari Billy
Read more
II. Summer | Twenty Six
Sepanjang Daniel Green -sang pengacara- yang menangani kasus Vander berbicara, Vander kehilangan fokusnya. Tak sama sekali berada disana, pikirannya melanglang buana ke hutan belantara yang membuatnya semakin tersesat. Itu semua karena ucapan ayah Chloe sebelum pergi meninggalkannya. Jangan temui Chloe. Dia berhak bahagia dengan Louis. Disisinya .... Vander sungguh merasa otaknya berpikir sangat lambat hanya untuk memahami. Seolah pikirannya menolak sebuah kenyataan, seperti itu pula hatinya yang mencoba membela diri, tapi lagi-lagi logika seolah membuat alaram tanda penolakan. Jelas semuanya tidak sejalan. Beradu dalam penuh kecamuk yang hampir membuatnya hilang kewarasan. Vander sungguh tidak tahu dari mana dia akan memulai menyelesaikan semua kepingan puzzle i
Read more
II. Summer | Twenty Seven
Tidak terhitung sudah berapa kali Vander dibawa ke klinik penjara karena ketidak sadaran dirinya yang sering terjadi tiba-tiba. Membuat para sipir yang berjaga selalu panik dan membopongnya setiap waktu. Bahkan dokter Albert sendiri bosan menangani pasiennya yang satu itu— yang tetap bebal tak ingin makan juga minum, serta membuang obat yang telah diresepkannya. Vander sungguh ingin mati konyol sepertinya. "Ha! Ini yang terakhir kau boleh kesini, anak muda," berang dokter Albert yang sedang dinas sendiri harus memasang infus di tangan Vander lagi, "kau menyebalkan dengan sikapmu itu. Bila ingin mati, katakan! Aku  akan memotong urat nadimu sekarang juga." "Lakukan," jawab Vander yang akhirnya mengeluarkan suara setelah sekian lama. Tubuhnya sekarang di ikat dibagian sisi kanan dan kirinya agar tidak kembali berulah. Dokter Albert tampak kage
Read more
II. Summer | Twenty Eight
Baru kali ini Vander merasa dirinya sangat cemas juga tak sabar dengan pacu jantung tak menentu dalam satu waktu. Sudah lama rasanya dirinya tak menggebu seperti sekarang. Kali ini, sudah dipastikan bulir keringat sebesar jagung keluar dari pelipisnya. Apalagi laju kendaraan yang membawanya sangat kencang membelah kota. Tak menyangka bahwa pria paruh baya di sampingnyalah yang membawa salah satu mobil klasik tercepat di dunia itu. Dari kejauhan bisa dirinya lihat jembatan Brooklyn berdiri megah. Rasanya sudah lama dia tak menginjakkan kaki sekedar berdiri terpaku seperti yang biasa dilakukan. Bangunan kuno itu masih baik-baik saja tanpanya. Tidak sama sepertinya yang selalu kacau dari hari ke hari. Apakah dia bisa menjadi sekuat Brooklyn? Setegar Washington yang menembus batasnya? Melintasi jembatan panjang itu, kenangan Vander muncul akan Chloe yang dulu bersamanya di dalam mobil. Rasanya Va
Read more
II. Summer | Twenty Nine
Merangkak pelan di atas ranjang miliknya, Vander bersusah payah agar tak membangunkan Chloe yang sedang tertidur lelap. Demi Tuhan, Vander sangat merindukan sosok yang berada dalam dekapannya kini. Bahkan dia tak henti-henti menciumi wangi rambut dari kepala Chloe, jari jemarinya, semuanya. Vander sangat teramat merindukan gadis nakalnya yang biasanya sangat ceria. Mendengar kabar bila Chloe kembali tertekan karena ulahnya, dan juga sang ayah yang tak mengizinkannya keluar serta selalu di bawah dalam pengawasan, hati Vander pilu. Apalagi usaha Chloe yang kembali ingin menemuinya hingga nekat kabur dengan bantuan psikiaternya –dokter Elena– membuat Vander luluh dan merasa bersalah, karena tiada membandingi dengan usaha sang kekasih yang terlampau luar biasa. "Lulu, maafkan aku untuk semuanya. Maafkan aku ...." Tangis Vander pecah dengan deka
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status