All Chapters of Pendekar Dalam Selubung Mantra: Chapter 11 - Chapter 20
43 Chapters
-11-
Di tengah kekacauan itu tubuh Endaru mulai bergetar hebat. Dia peluk lutut yang menempel kuat ke dadanya dengan wajah terbenam di sana. Suara-suara teriakan dan cacian yang berusaha dihalau oleh para opas itu terus berjejalan memasuki liang telinganya. Lamat-lamat terdengar seperti bisikan lirih Warok Sastro di telinga Endaru saat malam pertama dia memasuki kamarnya.Hanya di bumi Panaragan kau akan mendapat sanjungan dan dielu-elukan setara dengan putra para sultan. Hanya di tanah Paragan semua orang—dari berbagai kalangan—akan memuja dan mengagumi status gemblakmu. Tak akan ada mulut-mulut yang melukaimu, tak akan ada tatapan yang merendahkanmu, karena mereka begitu mengagumi paras rupawan para gemblak pilihan. Mereka juga yang akan terus memuliakan kesaktian dan kebijaksanaan para warok yang mampu menjaga dan melindungi para pengikutnya.Endaru mulai meraung dan berteriak-teriak kehilangan kendali diri. Dibekapnya telinga sambil meringkuk di lan
Read more
-12-
“Jadi karena cambuk kuda itu akhirnya kau memutuskan menjadi warok dan menjauhi para perempuan?” selidik Suro.“Tidak! Justru karena cambuk kuda itu aku semakin jatuh cinta pada Dasi tetapi ragaku seakan cenderung pada Warok Sastro yang membuat jiwa dan akalku semakin kacau. Kepala ini ingin sekali menolak setiap perintah dan permintaan Sastro untuk memasuki bilik dan mendampinginya setiap kali berpelesir, tetapi ragaku selalu mengkhianatiku. Seakan ada kekuatan besar tak kasat mata yang selalu membuatku manut dan nurut. Aku selalu merasa tak berdaya setiap kali tatapan Warok Sastro turun ke mataku. Di sisi lain aku terus membiakkan cinta kepada Dasi.”Kenangan Endaru melambung ke Ponorogo pada suatu siang di tahun 1891. Endaru memanjat pohon sampai tiba di salah satu dahan tertinggi. Dia ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang kekebalan dan kehebatan ilmu kanuragan para warok saat sedang duel.Ujung kemeja hitam tak berkanci
Read more
-13-
Perut Dasi menegang. Endaru melingkarkan lengannya begitu kuat di sana.Gadis itu berbisik, “Kau tahu kenapa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan? Bukan semua laki-laki atau semua perempuan?”“Beri tahu aku Dasi ... berikan jawaban untuk segala kegelisahan ini,” balas Endaru parau di belakang telinga Dasi yang bersubang intan.“Karena mereka ada untuk saling melengkapi. Kau ada karena bapak dan emakmu bertemu. Jika saja kedua orang tuamu sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka mungkin kau terlahir dari batu lumpang!” Dasi melepaskan lilitan tangan Endaru. Dia berjalan cepat meninggalkan pemuda kencur yang kebingungan akan jati dirinya itu.Tak! Satu sabetan besar dari celurit Warok Sastro mendarat di punggung pemuda yang menjadi lawannya. Perasaan kecewa menggelombang dalam dada Endaru. Pemuda yang wajahnya terlihat kemerahan karena pantulan sintir di kamar Nyai Centini malam itu mulai menemui kekalah
Read more
-14-
Sebuah tangan menahan dan mencengkeram kuat pergelangan Endaru yang sepenuh tenaga ingin menancapkan ujung belati pada batang leher Warok Sastro. “Kau ... ingin menjadi pembunuh, Enes?” Suara Warok Sastro berat dan parau berusaha keras mempertahankan kehidupan.Cengkeraman belati pada tangan Endaru melemah. Tubuhnya menggigil dan ketakutan. Tangannya terkulai ke lantai dengan tubuh bersimbah keringat. Warok Sastro sendiri sudah hilang kesadaran dan tergolek di lantai.Nyai Larsih datang tergopoh-gopoh membawa sintir setelah mendengar teriakan dan kegaduhan. Rambut hitam dengan pangkal keperakan perempuan itu tergerai sepanjang pinggang. Wajahnya pucat tanpa polesan gincu dan calit. Betapa terkejut perempuan itu melihat Endaru mencengkeram belati di hadapan sang warok yang sudah tak sadarkan diri.“Kangmas?” Dia guncang-guncangkan tubuh Warok Sastro dengan penuh pengibaan.Nyai Larsih kini berpaling pada Endaru dan berganti menggunc
Read more
-15-
Nyai Larsih mulai berkisah tentang sosok bernama Ki Ageng Kutu—seorang abdi kerajaan Majapahit—pada masa kekuasaan Bhre Kertabhumi di abad ke-15.Ki Ageng Kutu dapat melihat kekuasaan Majapahit akan segera berakhir akibat pemerintahan di bawah Raja Bhre Kertabhumi yang rusak. Ki Ageng Kutu akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan kanuragan untuk melakukan pemberontakan yang dimulai dari wilayah kekuasaannya di Wengker. Di sana dia mengajar seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan pada anak-anak muda dengan harapan mereka akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Ki Ageng Kutu sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan. Maka, pesan perjuangan itu disampaikannya melalui sebuah pertunjukan seni Reog.“Jadi Nak, Gus, reog pada mulanya merupakan sindiran kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu untuk membangun p
Read more
-16-
Dua opas Jawa menggelandang Endaru dan Suro yang baru turun dari kereta untuk kembali ke sel mereka sampai persidangan berikutnya tiba. Setelah kedua opas tersebut menggembok terali dan pergi, diam-diam Selamet menyelinap ke sana. Pria itu berjongkok sambil bersandar pada terali besi dan berbisik pada Suro, “Eh, anu, Cak ...?”“Panggil saja aku Suro. Ada perlu apa kowe?” bentak Suro dengan kesal karena didera kelelahan yang teramat sangat.Jongos berbadan jangkung dengan gigi sedikit tongos itu terperanjak. Dia raba dadanya yang berdebar-debar sambil menelan ludah. Sesaat dia melirik Endaru yang sudah meringkuk membelakangi terali. “Siapa di antara kalian yang bergelar Warok?”Endaru yang berusaha terlelap langsung siaga meski tetap dalam posisi meringkuk. Suro yang duduk paling dekat dengan terali segera menarik kerah surjan Selamet yang lusuh hingga membuat rahang pria itu memelesak menghantam terali besi d
Read more
-17-
Pikiran Suro melayang pada pesta yang serupa di tahun 1891. Dia baru datang dari Ngawi ketika  melihat warga Ponorogo berbondong-bondong dan berdiri di sepanjang jalan dusun seakan menyambut kedatangan tamu agung. Mereka begitu antusias ingin menyaksikan iring-iringan para warok dan gemblaknya yang diarak keliling kademangan.Topeng singo barong yang dipanggul oleh para warok muda berada pada barisan paling depan. Di belakangnya beriringan para penari jathil yang terdiri dari anak-anak laki-laki pilihan berusia belasan. Wajah mereka tampan dengan warna kulit kuning langsat yang bersih terawat. Di belakang para jatil, duduk di atas kereta adalah para warok pemimpin sekaligus pemilik mereka. Sejumlah warok dari berbagai daerah di kademangan itu duduk didampingi dua sampai tiga gemblak pilihan yang paling mereka banggakan.“Semua warok menanti acara tukar pakai gemblak ini. Desas-desus mereka mengincar gemblak Warok Sastro yang matanya picak satu!&rdqu
Read more
-18-
Pemuda kencur itu kembali ke biliknya untuk bersalin pakaian mengenakan beskap dan celana gombroh hitam. Dia tak perlu membawa apa pun. Segala yang dia miliki di rumah itu adalah pemberian Warok Sastro—hasil dari menjual tubuhnya. Endaru tak ingin terikat dengan kehidupannya yang kelam selama di sana.Dia melepas kaca semprong lampu minyak di meja, meniup apinya hingga padam, dan mengusapkan jemari untuk mengambil jelaganya. Dengan keberanian dan ketakutan yang saling menggelegak, dia usapkan jelaga itu menutupi wajah.Endaru berburu dengan waktu. Beberapa saat lagi kembang fajar akan mekar. Dia berlari menuju halaman belakang, memanjat pohon asam, melompat dari batang terdekat ke pagar, lalu merayap ke bawah.“Enes, aku melihatmu! Jangan kau coba untuk kabur lagi!” teriak penjaga regol—seorang pria tua dengan satu kaki yang pincang.Tubuh Endaru terguling ke rerumputan basah karena kehilangan pijakan. “Ah, sial! Si pincang i
Read more
-19-
“Kau mencari emakmu di rumah pertanian Cornellis? Meminta pertolongan dari Londo itu?” tanya Suro yang kini duduk bersandar pada terali sel mereka setelah mendengarkan kisah Endaru.“Aku memang mencari emak tapi bukan untuk meminta pertolongannya.”Suro masih bersabar menanti kelanjutan cerita Endaru.“Aku mengajak emak untuk pergi bersama melintasi perbatasan, entah ke Ngawi atau ke Bojonegoro. Ke mana pun itu yang penting kami bisa keluar dari Panaragan.”“Dan kau gagal!” Suro tertawa meledek.“Kau tahu pasti kalau aku gagal. Dia sudah menjadi gundik Cornellis. Tak seharusnya aku mengusik kehidupannya. Aku memang sempat bertemu dengan emak. Dia menyembunyikanku di lumbung selama tiga hari tapi tidak mungkin bagiku untuk berada di sana selamanya. Pada saat itu Emak memintaku pergi ke Alas Jenangan, bukan lagi ke pesantren di Tegalsari seperti saat pertama kali. Pada hari ke tiga Demang Sastro d
Read more
-20-
Burung-burung itu seperti digerakkan oleh daya sihir. Pekikan dan jeritannya menggema di udara. Kepakan sayap mereka seperti guruh yang membawa badai. Orang-orang seolah berhenti bernapas. Udara tidak terasa dingin pun panas. Angin seakan pempat di bawah kendali kepakan sayap mereka. Endaru ternganga dan menggigil secara bersamaan melihat pemandangan yang aneh itu.“Mereka datang lagi!” pekik anak-anak yang berlatih kanuragan di depan dengan wajah yang pias.Suromenggolo yang duduk di amben segera bangkit dan spontan meraih parangnya. Hanya Sentikno yang masih duduk tenang di amben sambil berteleken pada tongkatnya.“Ada apa ini?” Suro memutar badan dengan kepala terus mendongak ke atas.Burung-burung itu tidak melintas tetapi berputar-putar hanya di atas bubungan rumah. Beberapa burung terlihat menukik turun dengan cepat dan menyerang beberapa anak-anak yang masih ternganga di pelataran. Mereka menjerit sambil melindungi kepala de
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status