All Chapters of Semalam Bersamamu: Chapter 61 - Chapter 70
120 Chapters
Enggak Mungkin
"Aksa bercanda mulu!" Kea memukul bahuku. Tepukan dari telapak tangannya ternyata pedes banget. Gimana kalau belajar bela diri? Dia menyejajari langkahku melalui jalan setapak luar bangunan rumah sakit. Enggak kayak sebelumnya yang lewat koridor dalam.   "Enggak mungkin lah gue gantiin Sara," lanjut Kea sambil terkekeh. Kalau dibandingkan sama penampilan Sara biasanya yang cenderung mengenakan jin atau rok pendek yang memperlihatkan kaki jenjangnya dengan atasan yang harus in, Kea betah menjadikan kaus dan jin panjang--menutupi keseluruhan tubuhnya yang lebih pendek dariku.   Abah berhasil membuat adikku ini tetap terlihat sederhana dan enggak diperhitungkan buat sasaran pengincar harta. Coba aja dia kayak anaknya para tante yang sering memanggilku, pasti sudah banyak yang ngantri mengajaknya kencan. Ubah penampilan yang bisa menonjolkan kecantikannya gitu.   Ah, jangan, deh. Biar Kea tetap Kea yang biasa sampai
Read more
Rencana Masa Depan
Bosenin juga enggak ada si rese. Udah kebiasaan kali ya ngeliat Sara yang biasanya mimpin tim penyorak latihan di lapangan. Entah kapan dia bakal balik ke sekolah atau mungkin mau tetap bersembunyi ampe benar-benar ngerasa aman dari urusan video mesum yang terlanjur kesebar meski belum ada berita atau isu tentang itu di sini.   "Udah liat pengumuman, belum?" Kea muncul di luar jendela sebelah meja belajarku. Semenjak disematkan predikat sebagai sepupu, Kea rajin banget mampir. Entah karena anggep aku keluarga atau nyari peluang deketin Nabas lagi.   "Pengumuman apa?" Kalan lebih dulu nanya tanpa melepaskan atensi dari gim di layar ponsel. Dia masih betah berteriak pada rekan timnya dari sambungan daring.   "Siswa yang bisa ajuin daftar non-tes ke universitas negeri." Nabas turut muncul. Dia merebut kotak susu yang disedot Kea, menekan ujung sedotan yang gepeng sebelum menghabiskan isinya.   Kebiasaan
Read more
Aku Di Sampingmu
Kepalan tanganku menguat, menghantam permukaan meja dan hampir melayangkan pukulan kalau aja enggak sadar Kinar itu perempuan. "Asal lo tau! Sara bukan cewek gampangan kayak lo yang mudah banget ngisep burung cowok!" Atensi sekeliling menahanku berbuat lebih jauh. Setiap tatapan ke arahku terasa menjemukan. Aku bergeser dari meja dan berniat menjauh. "Udah banyak yang liat buktinya kok, Kak." Seringai yang terlihat di wajah Kinar ketika menunjukkan potongan video ke depan mataku justru mendidihkan darah yang telah panas. "Pelakunya dimasukkin penjara buat nutup kasus? Gerald kan emang udah lama suka sama Sara, Kak." Susah payah kutahan geraman hingga menggertakkan gigi dalam mulut. Namun, Kea lebih dulu menarik rambut panjang Kinar dan menariknya keluar kelas. "Mulut lo ini perlu cium tanah kayaknya." Wajah mulus Kinar sukses mendarat di lantai koridor saat diempaskan. Ingin aku bertepuk tangan
Read more
Hukuman Mereka
"Gue enggak sekolah aja kali yah, Sa." Sara terlihat menggesekkan ujung selimut dalam genggamannya, cemas. Setelah sadar dari amukan tadi, dia menghindari peganganku tanpa sebab. Jadi, aku lebih banyak duduk di dekat ranjang sambil memainkan gim rekomennya Kalan. Perang strategi menggunakan tembakan runduk berkelompok secara daring. Sesekali terdengar seruan rekanku dalam pelantang di telinga kanan ketika saling memberi arahan sementara telinga kiriku bebas mendengarkan celotehan acak Sara. "Kenapa enggak?" Aku menanggapi, beberapa kali mengawasinya dari sudut mata. Hanya berjaga-jaga, meminimalisir kemungkinan berbahaya. "Malu gue. Anak-anak pada ngabarin gue soal Kinar yang ngasih liat lo video itu." Soal itu ... aku juga menyayangkan, sih. Padahal kalau enggak ada yang bicarain, isu itu bakal tenggelam dengan sendirinya. "Maaf, gue enggak bisa bantu apa-apa." Aku juga salah ka
Read more
Tidak Tersentuh
"Gue kangen sama lo, Ra." Aku meraih pinggang Sara dari belakang setelah tiba di kamar, di rumahnya. Daguku bertumpu di pundak Sara, menenggelamkan wajah pada lekuk yang tampak dari garis leher blus yang dikenakannya. "Aksa ...." Sara sempat melenguh, terlihat menggeliat, menghindar dan mendorongku lepaskannya. "Enggak!" Kedua tanganku menggantung di sisi tubuh. Terdiam dan berpikir berulang-ulang kalau semua ini enggak mudah buat kami seperti dulu lagi. Bayangan malam itu terus muncul di kepalaku. Wajah Sara yang menikmati dan mencapai pelepasan di depanku, menyakitiku. "Maaf." Sara berbalik. Jemarinya naik ke udara, hampir mencapaiku yang terus mundur hingga berada di ambang pintu. Aku menggeleng. "Maaf juga." Melihat wajahnya yang memelas ternyata bisa memanaskan kelopak mataku. "Sa?" Jemari Sara berhasil mencapai rahangku, menyentuhkan kulit dinginnya yang ternyata berkeringa
Read more
Menyesatkan
Kumainkan pemantik rokok di permukaan meja, mendengarkan ocehan rekanku setelah urusan klien yang enggak jadi datang. Selain itu, layar ponselku di samping pemantik terus berkedip. Layarnya menampilkan deret pesan yang terus muncul dari Sara.   "Kalau gue mau nyari kerjaan di luar pesanan Nyonya gimana?" tanya Nabas yang mengalihkan perhatianku buat sejenak.    Sambil membalas pesan mengenai lokasi, aku bertanya pada Nabas, "Mau?" Kubenahi posisi duduk yang menumpu sebelah kaki di lutut kaki satunya dan melihat sekeliling.   "Kali ...." Ragu terdengar dari jawaban pelan Nabas.   "Bilang aja nyari tambahan." Kukeluarkan kotak rokok putih ke atas meja, mengetuk-ngetuk permukaan bawahnya pada lapisan plastik yang menjadi alas dari es teh di hadapan kami. "Mau?"   "Eng ...." Masih keraguan yang sama. Ekspresi wajah Nabas seperti cewek yang menggigit bibir bawahnya ketika tertang
Read more
Bisa Dipercaya?
Baru juga mulai udah kasus. Aku beranjak dari tempat duduk diikuti Sara yang ternyata menggandeng lenganku. Lucu juga ya ditempelin makhluk sehalus bulu gini, bawaannya ngikut aja. Tas belanjaannya aja ditinggal mentang-mentang deketan. Kunaikkan kuncung penutup kepala dari jaket yang dikenakan Sara untuk menutupi keseluruhan rambutnya. "Bapak siapa, ya?" tanyaku lebih dulu seraya membelah kerumunan berseragam serba gelap yang mengelilingi Nabas. "Kalian ini yang siapa? Saya tidak ada urusan dengan kalian." Pria berperut besar yang tampak berdebat dengan pasangannya itu langsung mengoceh ke depan wajahku. Ampe berasa muncrat menerpa dan perlu ambil tisu dari meja buat ngelap. Kupindahkan pegangan Sara di tangan, berganti genggaman menguat. "Maaf ya, Pak. Ini teman saya. Bapak bisa tanya saya lebih lanjut sebagai saksinya." Aku mendorong perlahan bapak tua ini biar menjauh dari Nabas yang terlihat menutup wajah meski susu
Read more
Reka Adegan
Apaan ... juga ngikutin maunya bini yang nyuruh pura-pura nyari klien lepas gini. Masa nungguin di depan kafe sambil mainin pemantik rokok yang sengaja enggak digulir? Ada banyak teknik sebenarnya buat ngasih kode lagi nungguin pelanggan, tapi ya ... emang Sara enggak cemburu? Kulirik sesekali keberadaan Sara yang bersandar pada pembatas void mal sambil memasang masker yang menutupi sebagian wajahnya. Dia kayaknya ngobrol seru banget sama Nabas. Kan ngeselin. Kuambil sebatang tembakau dari dalam kotak putih dalam genggaman, sekadar nangkring di selipan bibir dan menunggu lagi. "Lingga?" Panggilan familier yang sering diucap pelanggan membuatku menoleh dan temukan wanita yang kerap berganti warna rambut menghampiri. "Lama enggak ketemu." "Hai, Tan." Awalnya aku terkejut, tetapi sandaran punggung pada dinding kutinggalkan dengan berdiri tegak menghadapinya dan menurunkan rokok dari bibir ke selipan jar
Read more
Sudah Berencana
“Berapa kali Mama bilang soal piaraanmu ini?”   Sekali lagi, aku mendapat teriakan dari mama mertua ketika berpapasan di koridor penghubung dapur dengan tangga naik. Masih pagi juga, malah udah dimarahin. Padahal kan aku masih mantu, bukan anak kandung.   “Ma! Aksa itu sekarang suami Sara," bela Sara sambil menggaet lenganku, mencengkeram pegangan di pergelangan tangan hingga kurasakan ujung-ujung kukunya menancap.   “Suami dari mana kalau makan aja dapetnya dari kamu atau perempuan di luar sana.” Mamanya Sara menunjuk-nunjuk ke wajahku dan sesekali mendorong pundak hingga aku enggak sengaja mundur. Perbedaan postur ternyata bukan halangan buatnya menyakitiku.   “Mama ...," Sara menggeleng, tampak memaksakan ketenangan di wajahnya, "Aksa itu--”   “Mama pernah tidur dengan dia," potong Mama sambil lemparkan tas tangannya mengenai kepalaku. Sakit. Ternyata keras juga. Apa sih yang
Read more
Kejutan Lagi
"Akhirnya lo masuk sekolah lagi." Aku menyapa lebih dulu ketika bertemu Sara di kantin sekolah pas jam istirahat. Dia memilih deret bangku merapat dinding kantin.Abis nganterin bokapnya yang ternyata sangat ... menyedihkan ke kantor, baru bawa roda empat mahal ke sekolah, jadi enggak bisa barengan. Dulu ngeliat si papa mertua sih serem, tapi belakangan beliau terlihat kurusan dan lebih kuyu. Jadi kasihan. "Ya, dengan dikucilkan." Sara menenggelamkan wajahnya dalam tudung jaket. Lucu sih sebenernya. Lebih imut dibanding sok buka-bukaan kayak biasa. Ujung dagunya mengedik ke arah Kea dan Nabas yang mengantre makanan. "Syukurnya mereka mau bantuin." Mengambil posisi di sampingnya, kubiarkan Sara meletakkan kepalanya di pundakku. "Ada gue di sini. Ingat?" Tanganku naik mengusap puncak kepalanya yang tertutupi. "Tahun depan kamunya udah lulus." Sara menghela napas, terasa gerakan bahunya yang naik lama, lalu turun kem
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status