All Chapters of Semalam Bersamamu: Chapter 41 - Chapter 50
120 Chapters
Adik Perempuanku
Ketukan di depan memaksaku meninggalkan potongan sawi di dapur. Saat membuka pintu rumah, kutemukan Kea merengut lebih dulu sambil menarik tali ranselnya dan melihat ke arah taman bunga memanjang di samping.   "Aksa?" kejutnya setelah bertemu tatap denganku. Rengutan Kea berganti semringah palsu yang kuketahui setelah mempelajari setiap reaksinya di sekolah atau dalam pertemuan biasa kayak gini.   "Hai, Sepupu." Aku menegaskan hubungan di antara kami meski ya ... kadang mikir juga soal kemungkinan Kea curiga karena relasi dadakan kami beberapa minggu terakhir. Belum terbiasa.   "Enggak sekolah tadi?" Kea bertanya seraya melewatiku seolah dia menitah kalau aku yang harus menutup pintu. Dia meletakkan sepatu yang dilepas pada rak di dinding dekat pintu utama.   Aku mengangguk setelah memutar slot kunci. "Bolos. Enggak belajar juga abis ujian."   "Presensi masih jalan kali, Sa." Kea
Read more
Anak Kita
Pas harinya bagi rapor, tetep aja siswa disuruh bersihin kelas. Gegara jadi siswa cowok yang terakhir berada di kelas, para siswi malah minta bantuanku buat naikkan kursi ke meja sementara mereka nyapu.Kerjaan ... yang piket malah pada ngabur."Kak!""Jurig sia!"Tepukan di pundak seketika buat kaget. Udah haus, capek, kurang tidur karena semalam nemenin anak barunya Nyonya ke klub, pake ketemu makhluk astral pula."Jurig? Ngatain setan nih, ya! Kinar ini, Kak." Tau, kok. Teman sekelasnya Sara yang beberapa kali ketemu di luar sekolah macam penguntit."Salah sendiri dateng kek jurig," keluhku kemudian. Selesai mengangkat semua kursi ke atas meja, kuraih ransel milikku dan melangkah keluar kelas."Kak Aksa." Lah, si jurig masih ngekor aja."Apa?" Aku berhenti melangkah. Kumasukkan kedua tangan dalam saku celana sementara menghadapinya."Sara beneran hamil anak lo, Kak?"Ken
Read more
Nyonya
Sara menunjukkan mangkuk kaca berisi gumpalan merah mengelilingi bola air yang menampilkan citra bayi yang utuh dalam bentuk sangat kecil, bahkan gumpalannya belum mencapai permukaan telapak tanganku. Mungkin sebesar buku ibu jariku."Anak kita, Sa ...." Tangisannya menghancurkan hatiku. Berulang sampai aku sendiri ngerasa perlu keluar.Langkahku berhenti di ujung anak tangga. Setelah mengeluarkan kotak rokok dari ransel, kubakar sebatang di selipan bibir, menghirup asapnya kuat-kuat dan menahan di dalam rongga mulut hingga menguar melalui hidung.Menangis? Enggak.. Biarpun mataku terasa panas, sulit buat nangis saat ini. Rasanya enggak cukup hanya dengan menangis. Kepalan tanganku menguat, menerpa dinding terdekat."Sara enggak bilang soal kehamilan." Via, gadis yang selalui menyertai Sara tiap urusan kerjaan menghampiriku. Gaya berpakaian yang tomboi enggak nutup kejelasan gendernya. "Gue kira kalian baru aja kayak gitu pas di kapal.""Apa urusan gue?
Read more
Restu Orang Tua
"Ini bini lo?" Nyonya berdiri kaku setelah berhasil masuk kamar. Wajah berpulas riasan yang menyamarkan usianya seketika semringah.Aku mengiakan, mengangguk meski belum tentu dilihat."Artis yang sering muncul di tv, ya." Wanita paruh baya itu langsung duduk pada pinggiran ranjang dan menggenggam jemari Sara yang sedang berusaha bersandar. "Cantik aslinya."Sara bertanya, "Siapa, Sa?" tanpa mengeluarkan suara. Dia menunjuk dan memberi isyarat bingung.Aku berjalan mendekat seraya mengusap tengkuk yang dadakan berasa dingin. Kayak ada setannya gitu yang niup-niup. "Ini ... lo tau lah yang nampung gue selama ini." "Yang lo save pakai nama Nyonya?" Suara Sara baru kedengaran, masih serak. Sekeliling matanya pun tampak sembab. Biarpun begitu, Nyonya benar soal satu hal, Sara tetap cantik."Iya, bener." Nyonya lebih dulu menjawab. Dia belum berhenti mengusap punggung tangan Sara. "Tangan artis memang putih, mulus, lembut.
Read more
Kayak Simpanan
Dua minggu lebih setelah pertemuan terakhir dengan Sara, masih ada dua minggu lebih lagi buat liburan sebelum muncul di kelas dua belas. Aku di mana? Berjemur di pinggir pantai tanpa alas, menikmati matahari sore yang sebenernya enggak panas. Sendirian.Kebiasaan, sih. Hampir enggak punya teman. Kalan sedang mengikuti pertandingan gim, Nabas lagi ambil banyak kerjaan. Aku ... membiasakan diri seperti dulu lagi meski kadang masih kepikiran juga apa yang dia lakukan dua minggu terakhir tanpa bisa dihubungi.Ponsel dalam tas pinggang yang melekat bergetar. Layar di sana menampilkan nama kontak dari seseorang yang enggak kuharap. Kea."Lo di mana?" cecarnya tanpa salam atau basa-basi. Bikin aku refleks menjauhkan telinga dari pengeras suara ponsel."Liburan," jawabku setelah memastikan enggak ada suara pengganggu di seberang panggilan."Enggak ngajak-ngajak.""Buat apa?" Aku membenahi kacamata gelap yang meng
Read more
Sembunyi Dulu
"Tapi, Vi, dia megang-megang Sara!" Aku semakin naik darah ketika si pemuda yang sok ngefans itu terus melayangkan alasan enggak masuk akal soal ketidaksengajaan. Jelas-jelas Sara enggak nyaman.Sara bahkan berbisik padaku mengenai gesekan yang terasa di belakang tubuhnya ketika berfoto, tetapi keramaian yang terbentuk menjadi alibinya buat menghindari masalah dengan menarikku menjauhi pinggiran pantai. "Biar Kak Via aja entar yang urus melalui hukum," kata Sara."Artis kayak l**te aja sok gaya! Dipegang-pegang sana mau. Perlu dibayar berapa lo?"Teriakan enggak senonoh dari orang itu memaksaku lepaskan pegangan Sara dan berlari menghajarnya seketika. Kerumunan yang belum mengurai terdengar bertanya-tanya.Enggak. Aku enggak peduli sama sekali. Kepalanku yang semakin mengencang begitu gatal untuk dilontarkan. Tinjuan melayang pada wajah dan perut pemuda itu berkali-kali sampai dia terjerembab di permukaan pasir pantai yang sebelumnya menjadi tempatku bers
Read more
ILY
Kerumunan di foyer sebenarnya sangat-sangat ngeganggu. Aku aja sampai harus menembus para pengabdi berita buat mencapai tangga hingga bintang utama tiba dan menarik semua atensi wartawan. Kilat cahaya hingga pertanyaan-pertanyaan menguar. Benar-benar .... Seumur hidup, aku baru ngeliat hal kayak gini dua kali. Pertama waktu bawa kabur Sara dari restoran, dan ini waktu sedang liburan. Euforia sebuah berita pembelaan diri bisa jadi kriminal dalam sekejap kalau ... dilakuin figur publik. Kayaknya setiap jengkal hidup seorang artis bakal jadi sorotan, ya? "Mbak Sara! Mbak Sara! Bagaimana tuntutan dari pihak Pak Andra yang meminta Mbak Sara meminta maaf atas pencemaran nama baik?" Dari anak tangga tempatku menunggu, pertanyaan serupa terus bergulir. Aku bahkan sampai duduk, memegang teralis horizontal penyusun tangga, turut lakukan hal yang sama seperti orang di sekitarku, menonton. Mungkin kalau aku masuk jajaran fans, menunggu kayak gini bisa ber
Read more
Ketahuan
"Garini! Buka pintunya! Garini Sarasidya!"Gedoran pintu dari luar sempat membuat mataku terbuka. Namun, lelah yang menguasai membuatku abai. Begitu juga dengan Sara. Dia semakin mengeratkan pelukan seolah takut aku bakal pergi seperti terakhir kali. Mungkin, aku juga mulai bosan dengan keadaan diam-diam kami selama ini."Garini!"Sara mendadak terbangun, menarikku untuk mengikuti. Dari membuka pintu lemari sampai menyuruhku tetap diam di kamar mandi. Dia panik."Sara takut?" Aku terkikik, menyadari tubuh yang terasa lengket setelah peluh semalaman melekat di bawah pendingin ruangan.Di luar terlalu bising. Suara bariton tampaknya mendominasi pembicaraan. Setelahnya seperti pintu-pintu yang dibanting dan berakhir pada gedoran pintu kamar mandi."Buka! Buka atau perlu saya dobrak?" Gagang pintu bergerak kencang, dipaksa membuka. Teriakan Sara dan suara jatuh membuatku berhenti menganggap remeh. Spontan kutarik handuk di kabinet setelah mencuc
Read more
Kepergok
Minggu pertama sekolah tuh apa sih yang dihadapi siswa? Perkenalan siswa baru? Perkenalan wali kelas? Banyak rapat guru?Jarang banget seminggu pertama itu langsung belajar. Kayak deretan orang yang ikut nongkrong bareng aku pada bangku di pinggir lapangan. Kayaknya semenjak punya teman, kebebasanku seketika terpasung.Ada Nabas yang milih jongkok di bangku dengan dalih enggak mau belakang celananya kotor. Tau-tau nanya aja, "Ambil kerjaan enggak entar?""Kagak." Masih aja nawarin padahal udah berkali-kali kutolak.Nabas mengeluarkan permen dari sakunya. "Nemenin doang." Kirain bakal ngasih. Iya, bungkusnya doang dititip ke saku seragam.Aku menggeleng, mengembalikan sampah ke sakunya sebelum merentangkan kedua tangan pada sandaran bangku. "Kerjaan lo .... Gue enggak mau ambil risiko." Tatapanku tertuju pada Sara yang berada di puncak piramida tim pesoraknya. Seminggu terakhir latihan fisik ternyata bisa mengurangi efek penambaha
Read more
Dua Bucin
"Kalian bisa lakuin di rumah kali. Bukan di sekolah." Kea muncul di depan pintu dalam keadaan bersedekap, melirik ujung lorong dan kami bergantian. "Syukur gue yang nemuin."   "Lo ngapain muncul di sini?" Aku menengahi keberadaan Sara dan Kea, menggenggam tangan Sara keluar dari ruangan.   Kea menyejajari langkahku melintasi lorong yang menghubungkan empat kelas di lantai tiga. Enggak kayak sebulan lalu tanpa dinding, gedung ini sudah siap ditempati kalau aja dibersihin kayak lantai satu.    "Jaga-jaga. Kali ada adik kelas yang naik ke atas sini." Kea fokus menekuri lantai yang akan dijejaknya. Sesekali tatapannya terlihat ke arah lapangan tempat dua temanku bicara sama teman Sara tadi.   "Bikin jantungan aja lo." Kurasakan genggaman Sara menguat. Saat menoleh, aku tertinggal dari Kea karena menaikkan Sara ke belakang punggung. "Mungkin mereka mau mesum juga," timbangku mengingat lorong ini mema
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status