All Chapters of Please Marry Me: Chapter 11 - Chapter 20
33 Chapters
Chapter 11
Tika dan Gagan pulang lebih dulu, sedangkan Ilana menunggu Arion di depan restoran. Ternyata makan malam dengan orang-orang yang baru dikenalnya itu cukup mengasyikkan. Kalau saja sahabatnya—Kania bisa ikut makan malam. Sayangnya gadis itu mengatakan sudah punya janji.Beberapa saat kemudian mobil Arion berhenti di depan restoran. Ilana segera mengambil langkah menuju mobil Arion, membuka pintu mobil putih itu lalu masuk ke dalam.Arion menatap ke arah Ilana. Mengetahui adiknya langsung bersandar pada sandaran kursi mobil, lelaki itu menggeleng. Arion membantu Ilana memasangkan sabuk pengaman."Kerja di kantor Danish bikin kamu kecapean? Padahal baru hari pertama," ledek Arion. Seketika Arion menerima tatapan jengkel Ilana."Aku kekenyangan tahu! Rekan kerja aku pesan banyak makanan. Kan, sayang kalau enggak habis," balas Ilana.Arion hanya tersenyum menanggapi. Sesekali Arion melirik Ilana sembari mengemudikan mobil. "Kamu enggak merencanakan sesuatu, kan?""Enggak." Ilana menjawab s
Read more
Chapter 12
Danish membantu wanita itu mengeluarkan belanjaan dari mobil dan menaruh benda itu di depan pintu. Sejak tadi pikirannya terusik oleh pertemuan tanpa sengaja dengan Ilana."Danish, dari tadi kamu diam aja. Apa ada yang menganggu pikiran kamu?" tanya wanita itu.Danish menggeleng pelan lalu membalik badan bersiap menuju mobilnya, tetapi lengannya ditahan oleh tangan wanita itu. Wanita itu enggan membiarkan Danish pergi. Jemari Danish menyentuh tangan wanita itu guna melepaskan genggaman tangan wanita itu di lengannya."Saya harus pulang sekarang.""Apa enggak bisa kita ngobrol sebentar lagi?""Saya sudah menemani kamu sejak tadi sore. Menemani makan malam, bahkan berbelanja. Apa itu enggak cukup?"Wanita itu tanpa berkata lagi akhirnya membiarkan Danish pergi. Jika wanita itu memaksa menahan Danish, sepertinya dia akan dianggap tamak oleh Danish.Danish tidak repot-repot melirik wanita itu yang masih berdiri di depan pintu rumahnya. Sorot mata wanita itu memperlihatkan kekesalan terhad
Read more
Chapter 13
Ilana tak mampu menahan senyumnya. Mata gadis itu berbinar ketika tatapannya bertemu dengan Danish. Kini mereka berada di atap gedung perusahaan tersebut.Danish tersadar masih menggenggam tangan Ilana, dan segera melepaskan genggamannya. Kemudian Danish bertanya, "Kamu mengikuti saya tadi malam?"Mendengar pertanyaan itu senyum Ilana perlahan menjadi datar. "Mana ada aku ngikutin Kak Danish. Aku dijemput Arion tadi malam, terus dia ngajak aku ke super market. Siapa yang sangka bakal ketemu Kak Danish," terang Ilana.Danish mengamati wajah Ilana. Sepertinya Danish tidak melihat Arion semalam, sehingga ia menyimpulkan Ilana membuntutinya."Nah, sekarang giliran aku bertanya. Kenapa aku dicuekin semalam? Padahal Kak Danish udah lihat aku, 'kan?" Ilana tak mau kalah. Manik matanya penuh harap akan jawaban Danish.Selama beberapa saat Danish tidak memberikan jawaban pada Ilana. Mulut lelaki itu terkunci rapat. Sementara Ilana menggerutu di depannya."Biar enggak merusak suasana." Akhirnya
Read more
Chapter 14
Farrel menunjukkan restoran yang dipilihnya, tapi Ilana tidak terkesan sama sekali. Jika Danish yang mengajaknya makan malam, kemungkinan dia akan sangat terkesan.Melihat ekspresi datar Ilana, Farrel segera mengajaknya duduk. Pelayan segera memberikan buku menu kepada mereka. Ilana tidak repot-repot melihat buku menu tersebut. Ia meminta Farrel untuk memesan apa saja."Apa perlu ngajak aku makan malam? Dan cuma berdua?" tanya Ilana."Kalau ngajak Danish atau orang lain, kita ngobrolnya jadi enggak leluasa," jawab Farrel. "Tapi, kamu pasti bakal berterima kasih aku nanti.""Sekarang Kak Farrel bilang aja deh, tentang yang tadi siang itu. Jangan bikin aku penasaran lagi. Dan aku enggak mau nunggu sampai makanan datang."Ilana mengetahui niat Farrel yang ingin menunda waktu. Farrel terkekeh melihat ekspresi tidak sabaran Ilana."Oke, sebelum itu kamu harus janji, jangan bilang ke Danish.""Aku janji.""Wanita yang tadi malam sama Danish —”Ilana memotong ucapan Farrel, "Wanita yang sema
Read more
Chapter 15
Danish mengantar Ilana sesuai permintaan Farrel. Sebenarnya Danish juga tidak rela jika gadis itu pulang sendirian. Bisa-bisa Danish akan memikirkan Ilana semalaman."Kak Danish, kita jangan pulang dulu, ya?""Saya harus antar kamu pulang. Saya enggak mau bikin keluarga kamu khawatir."Meskipun Danish menolak permintaan Ilana, tetapi gadis itu tidak merajuk seperti biasa."Aku udah kabarin Papa lewat chat tadi. Papa bilang asalkan sama Kak Danish, aku pasti pulang dengan aman. Aku juga bilang mau jalan-jalan sebentar sama Kak Danish dan Papa bolehin."Sudut bibir Ilana terangkat bahagia. Sekarang bagaimana cara Danish menolak ajakan Ilana?Danish berdehem. Ilana selalu bisa membuat Danish kehabisan kata. Ayah Ilana juga sama, sudah tahu putri kesayangannya bersama seorang pria, tapi malah diberikan izin."Kamu mau ke mana? Akan saya antar.""Ke bioskop. Ada film yang mau aku tonton. Kebetulan aku punya dua tiket nonton."Suara Ilana dipenuhi kebahagiaan. Ilana membeli tiket itu melalu
Read more
Chapter 16
Di kantor, Danish menebar senyumnya. Sungguh aneh bukan? Farrel yang menyaksikan tingkah laku sahabatnya pun menyimpulkan bahwa Ilana alasannya. Mungkin tak lama lagi sinar kemilau akan semakin terang di hati Danish."Sepertinya tadi malam berjalan lancar," ucap Farrel ketika duduk di salah satu sofa di kantor Danish.Farrel ke kantor Danish karena ada pekerjaan yang dibicarakan setelah selesai, Farrel bukannya kembali ke kantornya malah membicarakan urusan pribadi."Apa?" Danish membalas dengan pertanyaan."Tadi malam. Kalian pasti sudah baikan.""Begitulah." Danish mengedikan bahu dan berkomentar singkat. Ia sibuk dengan laptop di depannya."Anehnya enggak pacaran tapi bisa marahan. Oh, iya, temenan juga bisa marahan. Jadi, kalian ini berteman atau pacaran?" Sekali lagi Farrel melontarkan pertanyaan, padahal dia sudah tahu jawabannya. Namun, mengingat Danish menjadi lebih sering tersenyum, tentu menguatkan niatnya untuk bertanya dan mendengar sendiri dari mulut Danish.Danish kehilan
Read more
Chapter 17
Rasa gelisah menyelimuti hati Danish kala memikirkan ucapan sahabatnya tadi siang. Badan Danish tak bisa berbaring santai di ranjangnya. Maka ia putuskan untuk bangkit, melangkah keluar kamarnya.Jam dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Sebenarnya Danish memang kuat begadang demi pekerjaan, tetapi tak setiap hari. Kemarin malam ia sudah begadang dan sekarang begadang lagi.Jari tangan kanan Danish menekan tombol water dispenser, sementara tangan kirinya memegang gelas. Untungnya ia masih fokus, sehingga gelasnya tak kepenuhan.Danish meneguk air putih dalam gelas perlahan-lahan. Ia menghabiskan semuanya. Lantas mencuci gelas tersebut agar ada hal yang dikerjakannya. Namun, mencuci satu gelas tak menghilangkan keruh pikirannya.Satu-satunya cara adalah memastikan perasaanny sendiri."Sepertinya saya harus mulai menerimanya," Danish bergumam. Tetapi, sesaat kemudian Danish kembali membuka mulut, "enggak. Saya enggak bisa menjauh ataupun mendekat."Artinya, Danish belum dapat memutus
Read more
Chapter 18
Vela tampak menenangkan atasannya, Helen. Wanita yang tadi berdebat dengan Ilana. Terlihat jelas ekspresi malu sekaligus marah di wajah Helen. Padahal wanita itu ingin mempermalukan Ilana."Saya ingin gadis itu meninggalkan perusahaan." Nadanya jelas dipenuhi kebencian. Untuk pertama kali Helen berurusan dengan Ilana sudah membuat dirinya kehilangan muka."Tapi, anak magang itu bukan di divisi kita, Bu," sahut Vela.Vela adalah karyawan yang paling dekat dengan Helen. Bisa dibilang merupakan tangan kanan wanita itu. Helen menatap garang pada Vela."Erna bisa mengatasinya. Kamu kasih tahu Erna, apa yang baru saja saya katakan," perintahnya.Meski begitu Vela tidak beranjak. Menggunakan kekuasaan untuk memecat anak magang?"Tapi, Bu. Apa Bu Erna akan mau menuruti permintaan Ibu?""Vela, kenapa saya merasa kalau kamu tidak mau melakukan perintah saya? Sudah berapa lama kamu bekerja bersama saya? Jika jabatan saya naik, jaba
Read more
Chapter 19
Sepulang dari kantor, Ilana segera mandi lalu berdandan. Pasalnya Kania tiba-tiba mengajak bertemu setelah beberapa hari bergelut dengan kesibukan masing-masing, mereka jadi kurang ada waktu bertemu.Pertama mereka pergi ke restoran favorit sejak masih SMA. Ya, sambil bernostalgia masa-masa SMA mereka."Cie ... yang bilang mau lupain Danish. Malah kerja di perusahaannya. Aku enggak nyangka aja, perasaan kamu bakal sekokoh ini." Kania menggodanya, yang jelas membuat Ilana tersenyum malu-malu."Malam itu aku udah berpikir matang-matang. Aku udah bikin pengumuman ke keluarga aku, enggak mungkin aku nyerah gitu aja," sahut Ilana, yang kemudian menyeruput jus alpukat melalui sedotan.Kania tak tahan untuk tidak menggeleng. Ia tahu sahabatnya adalah orang yang berpendirian teguh. Hanya saja Kania tak mau sampai Ilana jatuh terlalu dalam karena perasaannya pada Danish."Oke. Kalau kamu sangat yakin, aku tetap akan dukung. Tapi ..., kalau sekali lagi cinta kamu ditolak, aku saranin kamu lanju
Read more
Chapter 20
Pagi-pagi sekali Vela membelikan segelas kopi untuk Ilana juga mengajaknya berbicara di taman belakang gedung perusahaan.Ilana menerima segelas kopi tanpa berpikir panjang."Kamu pasti kesulitan kemarin," ucap Vela setelah duduk di sebuah gazebo di taman tersebut. Sesekali Vela memperhatikan langit yang dihiasi beberapa awan. Cuaca hari ini amat cerah."Ya, perempuan gila yang cari masalah itu, aku enggak tahu dia seorang manajer," sahut Ilana. Kemudian menyeruput kopinya, "terlalu manis.""Itu kopi instan. Lain kali mau aku belikan kopi pahit?""Kenapa mesti beli? Kak Vela bisa bikinin aku kopi di pantry," sahut Ilana. Meski kemanisan dia tetap menyeruput kopi tersebut karena rasanya tidak enak membuang pemberian orang lain."Kalau kamu tahu Bu Helen seorang manajer, apa kamu akan lebih sopan?" tanya Vela masuk ke pokok pembicaraan. Vela merasa gelisah sejak kemarin dan juga merasa bersalah, karena hampir saja Ilana kehilangan pekerjaan. Dia berterima kasih karena Erna tidak menurut
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status