Semua Bab Cinta Yang Salah: Bab 91 - Bab 100
126 Bab
Kepergian Bu Risma
Aku terjaga semalaman, mataku tak kunjung terpejam, hingga menjelang subuh, memikirkan tentang Bu Risma. Aku sudah menghianati Mas Anton, dan sudah membuat ibunya meninggal dunia. Beliau perempuan yang sangat baik, dan sangat menyayangiku, ada rasa penyesalan dalam hati ini, karena akulah penyebab semua masalah yang timbul di keluarga Mas Anton, hingga Bu Risma Anfal dan nyawanya tak terselamatkan. * Pagi ini kusambut hari dengan hati sedih, sambil merapikan tempat tidur di rumah baruku, yang aku tempati baru satu malam, kasur busa berukuran sedang tinggi sepuluh cm, tanpa ada ranjang dan nakas, hanya lemari pakaian terbuat dari plastik berukuran kecil. Jam tujuh pagi aku ke dapur untuk memasak mie instan dan telur, tak lupa menambahkan caisim beberapa helai, menu sarapan pagiku, menu sederhana yang penting bisa mengganjal perut, karena sedari subuh tadi meronta minta di isi. Menu seperti ini tak pernah aku jumpai di rumahku saat sarapan pagi,
Baca selengkapnya
Calon Istri Mas Anton
Aku berjalan ke arah Mas Anton dengan hati gundah penuh tanya, "Mas ...," panggilku saat aku sudah sampai di dekat kedua orang itu. Perempuan itu menoleh seraya menyunggingkan senyuman manis, "Mbak, maaf ya," ucapnya canggung, "Saya permisi dulu," pamit perempuan cantik dengan lesung pipi menghiasi wajah ayunya, dia mengangguk pelan, lalu beranjak dan meninggalkanku juga Mas Anton di lorong arah ke dapur. Aku melangkah lebih dekat lagi, baru saja bibir ini mau berucap, Mas Anton melengos begitu saja, tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Gegas aku mengikuti dia. Namun, dari ruang tamu terdengar suara lelaki yang memanggil Mas Anton, hingga ia berlari dan keluar menghampiri orang tersebut, aku pun mengikuti langkah Mas Anton sampai ke depan. "Acara pemakamannya, sudah siap Mas, kita bawa Bu Risma sekarang, untuk di sholatkan!" sayup terdengar suara itu, meskipun jauh tapi jelas. * * Selesai almarhum dikebumikan. Aku kembali k
Baca selengkapnya
Calon Istri Mas Anton bagian 2
"Pergi! kau Intan, dari hadapanku, berkali-kali aku mengusirmu, tapi kau tak tahu malu, masih saja berani menginjakkan kaki di rumah ini, yang tak pantas untuk kau injak. Kau sudah cukup menghancurkan hidupku, jika bukan karena perbuatanmu, mungkin ibu masih berada di sini, bersamaku," ucap Mas Anton lirih, tega dia mengusirku, ini adalah yang kesekian kalinya Mas Anton mengusirku dari rumahnya. "Dasar, perempuan tak punya malu! Untuk apa kau masih berada di rumahku? Tak ada seorang pun, yang mengharapkan kehadiranmu di sini, jadi, silahkan kau angkat kaki dari rumah kami!" lanjut Mas Anton, hatinya sudah tertutup dengan rasa benci, sehingga ia begitu tega dan tak segan mengusirku dari rumahnya. "Mas ...." Aku menghambur padanya hendak memeluk dia. Gegas Mas Anton menarik tubuhnya ke belakang hingga aku hanya menggapai angin. "Mas, bisakah bersikap ramah, padaku meskipun hanya sedikit?" Ia menggeleng seraya tersenyum miring. Aku tercenung melihat sikap Mas Anton yang
Baca selengkapnya
Kejutan
Masih ingat dulu saat kami bertemu untuk kesekian kalinya, Mas Anton sering menyambangi rumahku semenjak kami bertemu di resepsi pernikahan kak Novi waktu itu, lalu kami di kenalkan oleh Mama Sofia, memang sejak awal aku tak mencintai dia sepenuhnya, tetap di hati ini hanya ada Mas Arkan seorang. Malam itu, aku kedatangan tamu yang tak aku harapkan, dia adalah sosok lelaki tampan. Namun, ketampanannya satu tingkat di bawah Mas Arkan kakak ipar yang selalu aku kagumi. Tamu yang tak kuharapkan dan tak diundang itu tak lain adalah Mas Anton, yang kini sudah menjadi mantan suamiku. Kala itu aku dan Mas Anton duduk berdua, masing-masing dengan perasaan canggung, duduk di teras depan ditemani remang cahaya rembulan malam, yang menghiasi taman kecil di hadapan kami. "Intan, semenjak kita bertemu, ada rasa yang aneh di hati ini. Mas selalu memikirkanmu," ungkapnya kemudian tangannya menggapai jemari tanganku, aku hanya balas tersenyum simpul. "Meskipun Mas be
Baca selengkapnya
Kegilaan Mas Arkan
"Ingat Mas! Ini bukan rumah kita, ataupun hotel, ini rumah kontrakan, dan di kanan kiri rumah ini banyak penghuninya, nanti kita bisa ketahuan," peringatku menepis tangannya, menghindari dia agar tak memelukku, dan aku mundur beberapa langkah kebelakang. "Mas tahu Intan, ini bukan hotel, tapi Mas mohon ... kau jangan menolak, Mas! Mas sangat merindukanmu, dan hampir gila di buatmu, kita sudah lama tak bertemu kan. Mas ingin berduaan denganmu, walaupun sebentar saja," ucap Mas Arkan merajuk dengan suara rendah khas orang mabuk. "Aku minta, kamu segera pergi dari sini! Bagaimana jika ada tetangga yang mengetahui kita berdua di dalam sini?" usirku pada Mas Arkan, ia berjalan sempoyongan lebih mendekatiku. "Jangan usir Mas, Intan! Susah payah Mas mencari alamatmu, karena Mas sudah tak tahan lagi ingin bertemu denganmu, dan sekarang kamu malah mengusir Mas, begitu teganya kamu. Andai kamu tahu, Mas selalu memimpikanmu, di setiap malam. Selalu mengingatmu d
Baca selengkapnya
Mencari Pekerjaan
"Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Mas takkan memaksamu, tapi ... jika kau berubah pikiran, dan butuh sesuatu, hubungi Mas tak usah sungkan!" pintanya, sambil bangkit dengan memegangi pahanya yang aku tendang tadi. "Iya, itu gampang, Mas, jika aku butuh sesuatu, pasti aku akan menghubungimu," balasku menggeser tubuh, memberi jalan untuk Mas Arkan lewat. "Mas pulang ya, Intan," pamit Mas Arkan dan mengusap rambutku kilas, "Jaga dirimu baik-baik. Mas akan menunggumu, sampai kau mau menerima tawaran dari Mas, dan ... akan menunggu jawabanmu, apa kau bersedia menjadi istri Mas, jika sudah selesai ikrar talak," imbuhnya. Aku mengangguk pelan, tanpa bicara, entah harus menjawab apa dengan pertanyaannya? Aku memang masih mencintai dia, tapi aku tak tahu harus bagaimana, dan masih memikirkan kata yang di ucapkan Diandra kemarin. Jangan kembali dengan Mas Arkan, hubungan yang di awali dari kebohongan dan perselingkuhan takkan pernah menemukan kebahagiaan ya
Baca selengkapnya
Kembali Kerumah
"Hm, tak ada pilihan lain, selain pulang dulu ke rumah, untuk mengambil semua uang, dan barang berharga milikku," ucapku bergumam sendiri sambil berdiri di depan gerbang. Mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman rumah yang terhalang pagar besi setinggi dua meter. Pintu pagar di bukakan oleh sang penjaga rumah ini, pak Amir namanya, pria paruh baya yang setia bekerja semenjak aku masih SD hingga saat ini. Ia mengabdikan dirinya bekerja sebagai security pada keluargaku, meskipun papa dan mama sudah tiada. Aku masuk ke rumah orang tuaku, dengan perasaan ragu, melangkah pelan melewati ruang tamu. Rasa hati ini sungguh tak menentu, setelah aku membuat kekacauan di rumah ini, hingga semua orang pergi meninggalkan aku. Semoga saja kak Novi tak ada di rumah, aku takut dan malu kalau sampai bertemu dia. Rumah ini tampak sepi, membuat hati ini lega, mungkin kak Novi sedang bekerja, pikirku, tak ada tanda-tanda bahwa ada orang di dalam rumah. Sampai aku di depan tang
Baca selengkapnya
Selalu Salah
"Intan, aku tak habis pikir, kukira kau sudah berubah dengan kejadian kemarin. Tapi, nyatanya tidak. Tidak sama sekali," ucap kak Novi lirih seraya memejamkan matanya, ia terduduk meleseh di lantai. Bahkan sekarang kak Novi enggan menyebutkan kata kakak, untuk kusebut, melainkan 'Aku, Kamu,' yang terucap dari bibirnya, tak seperti hari-hari yang lalu. "Kak, maafkan aku, tadi aku hanya asal bicara, tak bermaksud menyakiti perasaanmu lagi. Aku sayang sama kamu, kak," ungkapku seraya mendekatinya. "Sudah cukup Intan, sekarang juga kamu pergi dari hadapanku! Aku sudah muak dengan semua sandiwaramu, selama ini kau dan suamiku pura-pura baik, di hadapanku, padahal nyatanya. Kau main belakang. Apalagi sekarang setelah semuanya terungkap, dan kalian sudah terbebas dari kami, pasti kalian lebih leluasa lagi untuk saling memuaskan. Kuakui aku ini banyak kekurangannya, dari segi kecantikan, aku jauh lebih dibawah kamu, aku perempuan jelek. Dan tak sempurna, tidak sepert
Baca selengkapnya
Cemas
Mas Anton tak menggubris panggilan dari Mas Arkan, dia keluar gerbang dan melajukan kendaraannya menuju rumah sakit. "Mas, aku ikut," pintaku sembari mengejar mobil Mas Anton. "Tidak usah! Kau. Perempuan tak punya hati!" umpat Mas Anton sambil melaju. Aku menghentikan langkahku setelah mendengar penolakan darinya, dan berdiri di jalan konblok menuju pintu gerbang, hanya bisa memandangi kepergian Mas Anton, karena dia melarangku untuk ikut menemani kakakku sendiri. Mungkin dia menyangka bahwa akulah, yang sudah membuat kakakku seperti itu. Sungguh tak pernah terbesit sama sekali di dalam benakku untuk menyakiti kak Novi, aku hanya bisa menarik napas panjang mengingat Mas Anton yang begitu benci padaku, dan menyalahkanku. "Maafkan aku, Kak. Aku tak bisa menemanimu," gumamku menatap mobil Mas Anton yang hilang di balik gerbang. Mas Arkan menggelengkan kepalanya melihat sikap Mas Anton yang tak sama sekali mempedulikan aku, dan malah menga
Baca selengkapnya
Mau Dibawa Kemana
"Mas, sebenarnya aku mau di bawa kemana, sih?" tanyaku cepat, seraya mengguncang tangannya. Pria berpakaian formal ini malah tersenyum tanpa menatapku dan terus fokus mengemudi. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini? yang pastinya aku khawatir dan takut padanya, dari gerak geriknya yang sangat mencurigakan. "Sudah Mas katakan sejak tadi, kita istirahat sebentar, nanti baru menjenguk Novi," ujarnya santai. Aku yang merasa dibohongi olehnya, dengan cepat membuka sabuk pengaman, dan menarik tuas pintu mobil, "Sial!" umpatku, sambil memukul kaca jendela mobil yang terkunci. "Kamu kenapa sih, Tan, takut amat sama kekasihmu ini? Mas gak bakalan nyakitin kamu, apalagi sampai berbuat sesuatu yang tidak kamu inginkan," ujarnya masih dengan sikapnya yang tak dapat ku tebak. "Mas, turunkan aku sekarang juga! Aku mau ke rumah sakit," pintaku sedikit emosi. "Hm." Dia hanya mengangkat kedua bahunya menanggapi ucapanku. Rasanya aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status