All Chapters of Cinta Yang Salah: Chapter 81 - Chapter 90
126 Chapters
Sendiri Bagian 2
"Sus, bisa tolong saya!" pintaku pada perempuan berbaju putih, yang baru saja masuk ke dalam ruangan di mana aku berada, dia berjalan mendekat ke arahku dengan sebuah botol infus di genggaman tangannya. "Iya, ada apa Bu?" jawabnya seraya menghampiriku, kemudian pandangannya beralih ke bawah, "Ya ampun Bu ... ini kok buburnya tumpah?" tanyanya, dengan kening berkerut. "Maaf Sus, tadi saya mau makan, tangan saya gemetar, jadi buburnya tumpah," "Bu, kalau butuh sesuatu, panggil saya, tekan bel saja, nanti saya akan datang," "Saya lupa Sus," "Suami ibu kemana? Kok gak nungguin ibu di sini," tanyanya sambil mengganti botol infus yang sudah habis dengan yang baru. "Eum, suami saya pulang, dia ada keperluan lain," jawabku sekenanya. Kemudian perempuan berbaju serba putih itu membersihkan bubur setelah membantuku membuka bungkus roti dan aku pun minum obat, yang diberikan oleh suster tadi satu jam yang lalu. Dia beranjak dari k
Read more
Sikap Mas Anton
Aku menelan ludah dengan susah payah, mendengar ucapan Mas Anton, juga sikapnya yang begitu dingin terhadapku. Ku Letakkan kembali bubur ke atas meja selera makanku menghilang seketika. "Terserah kamu Mas, jika kamu tak mau menerimaku lagi, tapi ibumu ingin aku tetap jadi menantu nya," jawabku dengan, cepat. "Aku lelah Intan, berdebat terus dengan kamu, jika ibu tau keburukanmu, aku yakin ibu juga akan membencimu, dan takkan pernah menganggapmu sebagai menantunya lagi,!" jawab Mas Anton menunjuk jarinya ke arahku. Aku tersenyum menyikapi sikap dia yang seperti itu, acuh tak peduli padaku dan perasaanku. "Ya sudah, kita bahas nanti saja di rumah! Eum ... Mas, sebaiknya sekarang sarapan dulu yuk! Ibu bawakan makanan untuk kita," ajak ku bersikap semanis mungkin melupakan sikapnya yang tadi, dengan menyunggingkan senyuman meski dengan hati perih. "Makan saja sendiri! Aku sudah makan," jawabnya datar. Mas Anton berjalan lalu ia berdiri menjauh dar
Read more
Dijenguk Kania
"Mas, mau pergi kemana? Bukannya ibu menyuruhmu tetap di sini, untuk menemaniku!" ucapku sedikit berteriak saat Mas Anton melangkah menuju pintu, dia menoleh sekilas. "Aku suntuk, berada di sini," jawabnya ketus, sebelum Mas Anton keluar dari ruangan tempatku di rawat, terlebih dahulu ada orang yang mengetuk pintu. Mas Anton langsung membukakan pintu untuk orang tersebut, tidak mungkin itu suster dari suaranya yang menanyakan keberadaanku. "Silakan masuk! Intan ada di dalam," jawab Mas Anton sembari membuka pintu dengan lebar mempersilakan orang itu masuk. "Siapa Mas?" tanya ku basa-basi, mencondogkan tubuh ke samping untuk melihat seseorang yang datang. Ucapanku tak di hiraukannya, tak ada sahutan dari bibir Mas Anton, jangankan bicara hangat seperti dahulu, sekedar menjawab pertanyaanku saja Mas Anton sudah enggan. "Terima kasih Mas," suara itu, sangat familiar di telingaku, aku pun lebih memiringkan tubuh seraya menajamkan pendengaran, Itu
Read more
Pulang Ke Rumah Mertua
*Hari ketiga aku di rawat di RS ibu dan anak, hari ini saatnya aku pulang kerumah. Aku sudah di jemput oleh kedua mertuaku, sementara Mas Anton tidak ikut menjemputku, kata ibu mertua Mas Anton sibuk, dari pukul setengah tujuh dia sudah pergi dari rumah. "Intan ... ayo kita pulang kerumah kami Nak!" ajak Bu Risma dengan menyunggingkan senyuman seraya mengusap bahuku lembut, aku menoleh menatap wajahnya yang sudah keriput juga kantung mata menghiasi wajah lembutnya "Tapi Bu, aku mau pulang ke rumahku sendiri saja, lagi pula, aku juga tidak jadi hamil, aku tidak mau merepotkan ibu," jawabku sedikit ragu. "Memangnya kenapa Nak? Hamil atau tidak, tak jadi masalah untuk ibu, yang penting kamu tinggal bersama kami, berkumpul di tengah keluarga kami, iya ka Yah?" Bu Risma menoleh pada lelaki paruh baya yang berdiri di ambang pintu, mertua lelakiku hanya menanggapi dengan senyuman tipis, dari raut wajah sepertinya ia kurang suka dengan ucapan Bu Risma yan
Read more
Jangan Usir Aku
"Jangan usir aku, Mas! Kau lihat?" Kutatap wajah Mas Anton, seraya memegang kedua lengannya, "Mas ... aku ini belum pulih sepenuhnya, aku membutuhkanmu, juga ibu, aku membutuhkan sebuah keluarga di tengah-tengahku, di saat aku seperti ini! Kamu tega, Mas!" ucapku di iringi Isak tangis. Agar menarik simpati Mas Anton, yang bersikeras menolak permintaanku untuk tinggal di rumahnya sementara, selama aku dalam pemulihan, dan mungkin nanti aku akan pergi dari sini mencari rumah baru untuk kutinggali sendiri, jika aku sudah benar-benar merasa sehat. "Tega kamu bilang, aku bukan tega, kau tahu? Aku sudah muak denganmu, juga kelakuan busukmu, sandiwaramu." Mas Anton mencengkram bahuku dengan erat, menimbulkan rasa sakit di sana, lalu ia menarik tubuhku hingga wajahku mendongak dan kami saling berhadapan tanpa jarak. "Lepas Mas! Jangan kaya gini, sakit!" pintaku meringis, Mas Anton bergeming, napasnya kian memburu tatapan matanya tajam berkilat. "Lebih sakit a
Read more
Menguping
"Ada apa, Nak? Cepat katakan pada ibu! Jika kamu memiliki masalah, biasanya kamu selalu mengadu. Tak biasanya kamu seperti ini? Ibu akan selalu mendengarkan keluh kesahmu, beban di hatimu akan terasa ringan jika kamu berbagi dan bercerita dengan orang lain," ucap Bu Risma lemah lembut. Mas Anton menatap ibunya ia bergeming beberapa saat. "Tidak Bu, semuanya baik-baik saja, aku tak sedang punya masalah, hanya sedikit lelah," ujar Mas Anton bohong. Kutarik napas lega karena Mas Anton tidak buka mulut tentang apa yang tengah menimpa dirinya, aku berjalan dengan langkah pelan menuju dia, dan duduk di samping kanan Pria yang sedang di rundung pilu ini. "Ya sudah, kalau tidak ada masalah, kita sekarang makan ya! Nanti kamu sakit, kalau tidak makan, ibu tidak mau melihat anak ibu satu-satunya ini masuk rumah sakit, karena tidak makan berhari-hari," ujar Bu Risma panjang lebar. "Aku, tidak berselera makan, Bu," jawabnya seraya menggeleng pelan. "Meman
Read more
Di Usir
"Itu tidak benar, Bu." Aku menggeleng cepat, sambil meraih tangan Bu Risma yang duduk di sofa menyandarkan punggung dan kepalanya. "Bohong! Ibu sudah mendengar semuanya, yang barusan kalian katakan," ucap Bu Risma lirih dan terisak, napasnya begitu berat dan suaranya tercekat, satu tangannya menggenggam erat tangan Pak Wiryo, dan tangan satu lagi diletakkan di dadanya yang terengah-engah menahan sesak. "Yah, sebaiknya ibu di bawa ke rumah sakit!" ucap Mas Anton panik, dia menatap khawatir pada ibunya, yang nyaris tak sadarkan diri. Namun, Bu Risma tak merespon, matanya setengah tertutup dan bibirnya meringis. Aku merasa bersalah karena kedatanganku, yang ikut bicara di antara percakapan Mas Anton dan Pak Wiryo, sehingga menyulut emosi mantan suamiku, dan membuat keributan, sampai istirahat Bu Risma terganggu lalu datang dan menyaksikan semua ini. "Bu, kita ke rumah sakit sekarang, ya!" ajak Pak Wiryo, sembari merengkuh pundak Bu Risma hendak membopong
Read more
Mencari Rumah Kontrakan
Tak berselang lama, taksi yang aku pesan sudah tiba di hadapanku. Gegas aku pun membuka pintu, dan naik di kursi belakang. Ku menyandarkan punggung dan kepala, sejenak untuk menghilangkan rasa penat, karena berdiri terlalu lama di bahu jalan di bawah teriknya sinar mentari. Kuturunkan kaca jendela mobil, menatap keluar, pandanganku mengedar di sepanjang perjalanan, mencari rumah yang akan di kontrakan. "Mbak, sepertinya anda sedang mencari sesuatu, Mbak?" tanya pria berkemeja hitam lengan pendek, sambil fokus mengemudi. "Iya Mas, saya sedang mencari rumah untuk dikontrakan," jawabku masih menatap ke sekitar. "Mbak, kalau berkenan, saya bantu, ya? Ada rumah yang mau di kontrakan," ucapnya, hati ini sedikit agak lega karena tak lama lagi aku punya tempat tinggal meskipun mengontrak. Setidaknya aku takkan luntang-lantung di jalanan, aku juga tak mungkin menginap di hotel meskipun untuk beberapa hari, sedangkan aku tak memiliki pekerjaan, aku haru
Read more
Nasehat Diandra
"Hah, Maafkan aku Mas," ucapku sambil menarik napas panjang, kemudian kumasukkan kembali ponsel yang ada di genggaman ke dalam saku celana, setelah menutup sambungan telepon dengan Mas Arkan. Tak lama kemudian ponselku berdering kembali, "Itu pasti, Mas Arkan," pikirku, dengan malas aku mengeluarkan benda pipih tersebut, dari saku celana jeans hitam yang kukenakan. Dugaanku benar, ternyata Mas Arkan yang menghubungiku lagi, mungkin dia belum puas berbicara denganku, karena aku sudah menutup sambungan telepon secara sepihak. Aku menoleh pada Diandra yang masih duduk di bale bambu bawah pohon kersen, tatapannya tertuju padaku, kedua tangannya menumpu di kedua sisi pahanya dengan kedua kaki menjuntai sambil di ayun-ayunkannya. Ku abaikan saja dia, meskipun aku akan kena ceramah perempuan cerewet itu. Aku mengusap tanda hijau di layar gawai, dengan hati berdebar-debar. "Ada apa lagi Mas ...?" tanyaku, pada Mas Arkan, tak ada suara dan jawaban dari
Read more
Kabar Dari Ayah Mertua
"Ayo masuk!" ajak Diandra seraya menarik tanganku, mengajak aku masuk ke dalam rumah kontrakan tersebut. "Lah, Di ... ini kan rumah milik orang, kok main masuk aja," tolak ku, menatap heran pada dia yang berdiri satu langkah di depanku. "Ini, rumah kontrakan punya mertuaku, Tan, aku yang pegang kuncinya," jawab Diandra kedua sudut bibirnya terangkat sambil menatapku. "Oh ...." Aku membulatkan bibir, sambil manggut-manggut. Astaga, apa perkataanku tadi menyinggung dia gak, ya? "Maaf Di ... atas perkataanku tadi, aku gak bermaksud mengejek rumah kontrakan ibumu," lanjutku dengan wajah sesal. Dia menggeleng pelan sambil mengatupkan bibirnya, "Mmm ... tak apa, aku memakluminya," jawabnya santai, "Lalu, bagaimana, jadi gak kamu tinggal di sini? Kalau jadi biar aku kasih diskon dikit lah, spesial untuk sahabat lamaku," ucap Diandra ramah. "Jadi, daripada aku gak punya tempat tinggal," ujarku, meskipun dengan hati terpaksa. Diandra me
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status