All Chapters of Pura-Pura Buta: Chapter 71 - Chapter 80
140 Chapters
Pertengkaran
  Aku tidak suka melihat pemandangan ini. Tanganku mengepal kuat menyaksikan Alan memaksa Fatih melakukan semua perintahnya.    "Dan, memangnya, awal ceritanya gimana?" tanyaku pada Dani yang ternyata ikut juga datang ke tempat ini.  "Singkat dan jelas!" selaku, sebelum ia membuka mulut.    "Sepele. Katanya Fatih berjalan nggak sengaja kesenggol bahu Alan. Terus ya begitulah, sepertinya, masalah sepele ini sengaja diperpanjang Alan. Nggak tahu bagaimana ceritanya, Fatih ditarik kesini gitu sama geng-nya Alan." Sambil berbisik Dani menceritakan kronologi kejadiannya.   "Alan 'kan iri sama Fatih, saingan merebut hati para gadis," imbuhnya lagi menambahkan.   "Ckkk." Aku menggelengkan kepala mengetahui alasan Alan si biang onar. Masalah cewek, emang sepenting itu. Dan Fat
Read more
Dihukum
 "sekarang, masuk ke rumah, dan jangan kemana-mana! Kamu Bunda hukum juga nggak boleh keluar rumah selama tiga hari, sama seperti hukumanmu di sekolah."   Aku terperangah mendengar ucapan Bunda.    "Bun, kok Shanum dihukum juga, hari ini 'kan jadwal Shanum latihan karate," rengekku tidak terima.    "Nah, itu. Kamu nggak boleh latihan karate atau apapun itu sebelum masa hukumanmu berakhir."   "Lo, kok gitu, Bun. Nggak adil. Terus Shanum ngapain di rumah. Bosan, Bun," protesku ke Bunda dengan manja sambil menghentakkan kaki..   "Bunda nggak mau tahu. Patuhi Bunda, sebelum Bunda tambahin hukumanmu karena membantah ucapan Bunda. Masuk, dan jangan kemana-mana. Bunda ke butik dulu, ya. Assalammualaikum."    "Waalaikumsalam." Dengan
Read more
Kisah Masa Lalu
  Mataku memicing saat tahu siapa yang datang. Jadi, ayahnya Alan itu temannya Ayah, bukan temannya Bunda? Hm … aku salah duga.   "Shanum, sini Sayang." Ayah memanggilku.   Di sana, sudah ada Ayah dan Bunda. Kaif pun sudah duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Dan tamu Ayah yang akan datang itu ternyata keluarganya Alan.   "Ini kenalkan, teman lama Ayah, Om Yudhatama."   Aku mengangguk pelan dengan mengulas senyum tipis, tidak lupa salim santun meraih tangannya.   "Cantik, seperti ibunya," puji Om Yudha melirik ke arah Bunda. Wajah istri Om Yudha seketika merengut mendengar pujian suaminya untukku.    Yaelah, gitu saja cemburu. Ingin sekali kalimat itu kuucapkan ke arahnya. Namun pesan Bunda masih membekas di benak agar t
Read more
Season 2 bagian 1
1 bulan kemudian ….  "Aaa …!"  Aku berteriak histeris setelah mengerjapkan mata terbangun dan melihat disampingku terbaring seorang lelaki tanpa mengenakan pakaian.   Kubuka selimut yang menutupi tubuh, bingung melihat kondisi sendiri lalu berteriak kembali. "Aaa!" Ternyata bukan mimpi. Ini nyata.  "Ada apa sih te, aww …." Lelaki bersuara serak tersebut terpental ke bawah karena kutendang. Aku tak peduli. Sebisa mungkin menyingkirkan sesuatu yang kukira adalah mimpi buruk, siapa tahu lenyap seketika.  "Hah!" Lelaki itu terlihat kaget setelah mendapati dirinya toples tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya. Ia terlihat kebingungan. Mencoba menarik selimut tapi sayangnya kugenggam erat. Mana mungkin aku mau berbagi selimut dengannya. Semua yang terlihat harus kututupi. Kupalingkan wajah karena tidak i
Read more
2
"Num, kamu tunggu di sini, aku mau ambil minuman dulu."   "Jangan lama-lama San, aku takut," ucapku pada Santi dengan mengedarkan pandangan ke setiap sisi ruangan besar ini. Santi berlalu pergi meninggalkanku duduk sendirian di depan sebuah bar kecil. Aku sendiri tidak tahu harus bagaimana? Tempat ini sangat asing bagiku. Sebelumnya tidak pernah mendatangi pesta ulang tahun yang mirip seperti pesta dugem ini. Sekarang kami berada di sebuah villa, di kediaman hunian keluarga Alan yang lainnya. Orang tuanya yang sangat kaya itu pasti mempunyai banyak rumah dan villa, dan ia mengadakan pesta ulang tahunnya di tempat ini. Rumah yang sangat besar yang disulap menjadi tempat hiburan malam, lampu diskotik berkelap kelip disertai hentakan kerasnya suara musik. Kalau tahu pestanya seperti ini, aku bakalan menolak keras ajakan dadakan dari Santi. Orangtuaku juga tidak akan mengizinkan kami pergi ke tempat seperti ini. Aku mau datang karena kata Santi, Fa
Read more
3
Aku menyerah terpaksa bersedia diantar Alan. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku tidak ingin menoleh sedikitpun ke arahnya. Dia pun demikian, fokus mengemudikan mobilnya. Air mata tidak berhenti mengalir. Sudah kutahan tapi tidak bisa. Aku terlalu rapuh. Hidupku sudah hancur, masa depanku suram. Apa yang bisa kulakukan lagi?  "Ini." Alan mengulurkan selembar tisu. Hanya kulihat, enggan untuk kuambil. Lalu kembali menoleh ke samping jendela kaca mobil, membuang muka.  Kudengar Alan membuang napas. "Aku akan bertanggung jawab," gumamnya memecah keheningan diantara kami.  "Aku tak butuh tanggung jawabmu!" Kuusap air mata dengan kasar menjawab pernyataan Alan.   Memang itu kan yang diinginkannya. Mendapatkanku dengan cara yang licik.  "Sumpah demi Allah, Num. Aku tidak ingat apapun dan aku juga tidak ingat ap
Read more
4
"Num, kamu kenapa? Kenapa menangis? Iya aku salah karena telat menghubungimu. Entah kenapa ponselku hilang tiba-tiba. Sudah dicari ke segala sisi dalam rumah juga nggak ketemu. Eh kamu tahu ketemunya dimana? Di depan teras rumah di atas meja. Aneh kan?" Aku masih menangis terisak. Penjelasan Fatih tidak kugubris. Pikiranku semakin semrawut bagai benang kusut.  "Num, jangan nangis dong. Masa' karena hal kecil kamu marah, iya aku minta maaf." Fatih mencoba menghiburku tapi sia-sia. Terlambat, semua tidak sama lagi Tih, aku merasa tidak pantas untukmu.  "Kita putus," ucapku setelah dapat menahan tangis.   Hening. Tidak terdengar suara apapun dari seberang sana.  Yang terdengar hanya hembusan napas kasar. Lalu, "Kamu marah sampai minta putus? Yakin?" Nada suara Fatih kalau serius memang terdengar menakutkan di kupingku. Seperti mengintimidasi.
Read more
5
Ayah dan Kaif merangsek masuk ke dalam kamar inapku dengan tergesa-gesa.     "Ada apa, Bun. Shanum baik-baik saja kan?" Raut wajah Ayah penuh kekhawatiran. Ia menelisikku yang masih terbaring di ranjang berseprei putih di ruangan ini.     Kugelengkan kepala meyakinkannya kalau aku baik-baik saja meskipun wajahku masih tampak pucat.     "Kaif. Keluarlah dulu. Ayah dan Bunda perlu bicara berdua." Ada keheranan di raut wajahnya, tapi da tak membantah dengan mengerjapkan mata tanda setuju.     Setelah Kaif keluar, Ayah menarik kursi mendekati ranjangku. Matanya menyorot ke Bunda minta penjelasan.     "Num, cerita lagi sama Ayah sama seperti yang kamu ceritakan sama Bunda."     Aku menoleh ke arah Bunda dan Ayah secara bergantian.     Sebenarnya apa yang
Read more
6
Kami semua membisu dalam ruangan serba putih ini. Sesekali saling lirik lalu sama-sama membuang muka. Om Yudha terlihat sibuk dengan ponselnya yang selalu berdering. Aku maklum, karena dia seorang pengusaha sukses. Ayah banyak bercerita tentang temannya ini.  Pintu dibuka, kami semua serempak menoleh.  Ternyata Kaif yang datang, mungkin kami semua berharap itu adalah Ayah.  Matanya menyorot padaku seperti bertanya heran. Aku hanya mengedikkan bahu, malas menjawab. Lalu ia ikut duduk di samping Bunda. Syukurlah adikku ini pandai membaca situasi dengan tetap memilih diam tanpa bertanya lebih lanjut menuntaskan rasa penasarannya.   Selang tidak berapa lama, suara derit terdengar tanda pintu dibuka kembali.  Ayah. Wajahnya datar. Ia masuk membawa lembaran kertas, aku yakin itu hasil pemeriksaanku. 
Read more
7
"Makanya pilih teman itu dilihat bebet, bibit, bobotnya ja--"  "Mi …!" Om Yudha melirik tajam ke arah istrinya menghentikan Tante Anya bicara. Tante Anya langsung diam dan memanyunkan bibirnya. Ini mungkin untuk kesekian kalinya ditegur oleh Om Yudha.   Memang Tante Anya ini kalau bicara suka ceplas-ceplos, tidak tahu yang diomongin benar apa nggak, tetap aja bicara. Aku tidak tahu sesabar apa Om Yudha menghadapi istrinya. Terlalu cerewet dan ingin menang sendiri. Menuduh seseorang seenak udelnya tanpa berkaca bagaimana anaknya sendiri juga bisa saja dijebak oleh temannya sendiri.  "Artinya dari orang terdekat ya? kak Santi dan Kak Dino. Ada tiga kemungkinan. Pertama memang mereka pelakunya dan saling bekerja sama. Kedua, ada yang memerintahkan mereka atau tiga, ada yang menjebak mereka juga untuk menjebak Kak Alan dan Kak Shanum seolah mereka dijadikan kambing hitam," j
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status