Semua Bab Jerat Tuan Pebinor: Bab 31 - Bab 40
128 Bab
31. Anak Siapa Itu?
Kurasakan seseorang menyingkap pakaianku ke atas. Kesadaran yang entah hilang berapa lama itu kini kembali kuraih. Kubuka mata perlahan dan kutemukan seseorang sedang berdiri di sebelahku dengan Stetoskop yang menggantung di telinganya. Dia berpakaian dokter, tapi bukan Arlan. "Udah bangun?" sapanya. Lelaki berusia sekitar empat puluhan itu tersenyum ramah padaku. Dia meletakkan Stetoskop-nya, lalu mengambil sebuah alat kecil dari meja tinggi di sebelahku. Lalu, sebuah botol kecil dia arahkan ke atas perutku.Dingin dan lengket. Aku merasa perutku bergerak merasakan sensasi itu ketika si dokter mulai memutarkan alatnya di permukaan kulit."Dokter, itu apa?" tanyaku penasaran."Kita sedang melakukan USG, ya. Tadi Anda dibawa ke sini dalam keadaan pingsan, dan kami tidak menemukan apa penyebabnya. Karena itu, kita melakukan pemeriksaan USG dulu," ucapnya menjelesakan. Bukan begitu. Aku tahu kami sedang melakukan pemeriksaan USG. Aku melih
Baca selengkapnya
32. Cinta Hanya Untuk Orang Bodoh.
Kurasakan sesuatu yang berat menindih bagian perutku. Keras, itu juga seperti berotot. Tiba-tiba pikiran buruk menyergapku, membangunkan diri dari tidur yang tadinya sangat pulas.Mungkin karena ini adalah kehamilan pertama dan sudah lama kutunggu-tunggu, sehingga otakku bekerja sangat cepat memikirkan sesuatu mungkin terjadi. Dengan tiba-tiba kubuka mata untuk memastikan benda apa yang menindih.Huh ... syukur lah. Aku bisa bernapas lega saat melihat ternyata tangan Arsen lah yang memelukku. Jujur, tadinya aku berpikir mungkin Arsen melalukan sesuatu yang mengerikan padaku, seperti yang sudah-sudah.Bisa saja, bukan? Siapa yang bisa menebak pikiran lelaki itu? Dia aneh, gila dan menakutkan.Melirik jam digital di sebelahku, ternyata waktu sudah menunjukkan angka 05:45, yang berarti ini sudah pagi. Tak lama lagi Arsen juga akan terbangun untuk berangkat ke kantor.'Apa yang harus kulakukan untuk membuat Arsen senang, saat bangun nanti?
Baca selengkapnya
33. Dia Pantas Dipenjara!
"Non Nara!" Bi Ratna menyerukan namaku begitu aku membukakan pintu untuknya. Aku tersenyum lebar menyambut wanita itu, lalu memeluknya sejenak. Entah lah ... mungkin aku sudah merasa nyaman dengannya."Tuan Arsen udah berangkat, Non?" tanya Bi Ratna lagi."Ya. Sudah sekitar setengah jam lalu, Bi." Setelah sarapan itu memang Arsen lalu berangkat bersamaan dengan Arlan. Dia sama sekali tidak meminta maaf sudah membuat aku tersinggung. Sangat keterlaluan menurutku. Seakan tak pernah menghargai perasaan orang lain. Oh, sadar, Nara. Dia memang sudah begitu sejak awal, bukan?"Bibi mau keluar dulu," kata Bi Ratna. Dia baru saja kembali dari kamarnya memasukkan barang-barang bawaannya. "Tuan menyuruh aku berbelanja mengisi dapur. Padahal aku sudah bilang kita bawa saja peralatan yang di rumah sana," omelnya lagi. Berbelanja? Mataku terbuka lebar mendengarnya. Sudah hampir dua bulan ini aku seperti orang bodoh, diam di dalam rumah merenu
Baca selengkapnya
34. Diam-diam Mencintainya
"Cepat. Jangan melihatku seperti itu!" kata orang itu lagi."Ba-baik, Nyonya." Pelayan yang tadi menghinaku lantas menerima kartu dari tangan orang yang berdiri di depan kami.Jika berpikir dia adalah Arsen, salah. Orang ini wanita yang terlihat sudah berusia sekitar awal lima puluhan. Tapi wajahnya tampak masih sangat cantik dan awet muda. Dia membuka kacamata hitamnya, lalu tersenyum padaku. Matanya yang berwarna cokelat terang terlihat ramah. Aku tidak mengenalnya. Entah siapa wanita ini sebenarnya, tapi aku yakin para pelayan tokoh sangat menyeganinya. "Maaf, Anda siapa?" tanyaku. Ini pertanyaan konyol sebenarnya. Seharusnya aku lebih fokus menghubungi Arsen, bukannya menerima bantuan dari orang yang tidak aku kenal."Nanti kau akan tau. Mau minum kopi denganku?" tawarnya kemudian."Maaf, Nyonya. Maaf sudah merepotkan Anda. Sebentar, saya akan menghubungi teman saya." Lantas aku kembali ke belakang untuk meminta ponselk
Baca selengkapnya
35. Awas Jika Kau Berani Berbohong!
Senyum lebarku tak pernah lepas semenjak meninggalkan coffee shop tempatku bertemu dengan Tante Riana, siang ini. Ya, aku memutuskan memanggilnya dengan sebutan Tante oleh karena dia tidak senang kupanggil nyonya. Setelah berbincang panjang dengannya, sekarang aku sudah kembali ke apartemen kami- maksudku, apartemen Arsen. "Bi Ratna ...!" seruku. Terlalu bahagia mendapat lampu hijau dari Tante Riana membuat aku ingin segera memeluk Bi Ratna, dan bercerita padanya. Tapi sayangnya, seruan itu terhenti ketika kulihat wajah Arsen lah yang menyambutku di depan pintu."Dari mana saja kau?" tanya Arsen, matanya penuh kecurigaan.O-oh ....Refleks kugigit bibir bawah sebelum mulutku menceritakan bahwa aku baru saja bertemu dengan mamanya. Ini salah satu kelemahanku. Aku terlalu sulit menyembunyikan sesuatu, apalagi jika itu menyangkut yang menyenangkan hati."Aku ..." Berpikir, Nara! Putar otakmu mencari alasan! "Itu, Bi Ratna nggak kasih tau
Baca selengkapnya
36. Aku Rindu Milikmu.
"Kenapa lama sekali?" Dia melihatku dengan mata menjereng. Sesulit itu kah dia memutar lehernya? "Itu ... tadi aku lagi makan, kau lihat itu di dapur," jawabku. Jujur saja aku kesal dengan pertanyaannya. Sudah lah memanggil seperti orang gila, setibanya di sini pun di seakan jijik menunjukkan wajahnya padaku. Kedua kaki hanya bisa diam di dekat pintu menunggu intruksi apa yang akan dia katakan kali ini."Apa kata dokter itu?" tanya Arsen lagi, dan kali ini dia memutar tubuhnya menghadapku.Oh ... kupikir dia akan mati jika sejak tadi melihatku dengan baik."Dokter?" Pikiranku segera berputar mencari alasan. Dasar kau, Nara! Sudah tahu akan berbohong bukannya kau mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan Arsen.Sekarang apa yang akan aku jawab? Batinku mengetuk kepala sendiri, merutuki kesialan ini. "Kau dengar pertanyaanku? Apa kata dokter sialan itu?""Itu ... dokter bilang aku sehat, bayiku sehat, dan dia m
Baca selengkapnya
37. Aku Menyukaimu.
Sekian menit aku menari di atasnya, Arsen hanya menikmati permainan itu. Ekspresinya sama sekali tidak berubah menjadi orang yang menakutkan. Lantas aku semakin berani mengekspresikan diriku di atasnya.Kedua tangan Arsen menangkup bongkahan bokongku. Meremasnya keras tapi tidak kasar. Dia membantuku menaik turunkan diri di atasnya. "Ughm ..." erangku. Miliknya yang menyesakkan ronggaku terasa sangat penuh sehingga itu kesat setiap kali aku mengeluarkan dan memasukkan lagi sampai ke pangkal. Aku semakin berhasrat oleh permainan yang ... mungkin sudah dua minggu tidak kami lakukan."Pelan-pelan, Nara. Jangan seperti itu." Dia memperingatkan ketika ritme permainan ini kunaikkan. Bahkan single sofa tanpa sandaran ini sudah terlalu sempit kurasa. Aku ingin lebih bebas lagi melakukannya."Arsen, ouh ..." Kembali aku mendesah ketika dia memasukkan pucuk dadaku ke dalam mulutnya. Lidahnya yang basah dan lembut itu mempermainkan ujung kecil yan
Baca selengkapnya
38. Anak Ini Butuh Kejelasan.
Setelah percintaan kami sore itu aku tertidur dalam keadaan menangis. Tidurku terganggu oleh sebuah tangan yang melingkar di pinggang, dan itu adalah Arsen. Dia mendekap tubuhku sangat dekat di dadanya, yang membuat hangat perasaanku.Sekuat itu efek yang dia berikan padaku? Padahal, sore tadi dia mengabaikanku. Namun, aku menahan diri untuk tetap berpura-pura tidur saat kurasakan bibir Arsen mengecup pundak dan bagian leherku. Aku tak akan membalas, aku tahu dia hanya ingin agar kami melakukan hubungan intim sekarang.Di pagi harinya, aku bangun seperti biasa dan menyiapkan keperluan Arsen ke kantor. Ini sudah menjadi salah satu rutinitas harianku semenjak kami resmi tinggal di apartemen ini. Arsen tidak suka jika Bi Ratna yang mengurusnya."Pasangkan dasiku," ucapnya. Tangan kanan yang tengah memegangi dasi itu dia sodorkan padaku. Sejak kapan dia ingin aku yang memasang dasinya? Biasanya dia melakukannya sendiri.Tanpa bersuara, kuraih das
Baca selengkapnya
39. Ikuti Permainanku Maka Kau Aman.
Dia tertawa. Dua bulan hidup dengannya baru kali ini aku mendengar Arsen tertawa. Tapi siapa pun yang mendengar tawa Arsen, tentu paham kalu itu hanya ejekan terhadapku. Sekarang lihat lah bibirnya sudah kembali pada garis lurus, yang menunjukkan ekspresi datar. Arsen menatapku beberapa detik sebelum membuka mulutnya."Tidak memiliki ayah?" Mendengus. "Lalu, menurutmu memangnya siapa lagi yang akan menjadi ayahnya?"Kalau kau ingin jadi ayah anak ini, seharusnya kau memperjelas statusku, Brengsek!"Nara, aku tak mengerti isi kepalamu. Tentu saja aku akan jadi ayahnya. Jangan ragukan itu dan urus lah dia selagi dikandungan." Arsen memutar tumitnya, bisa kucium bau parfume-nya mulai menjauh.Maksudnya apa? Apa menurutnya aku hanya pengurus anak ini di dalam kandungan, lalu setelahnya dia akan mengambil anakku? Dia akan membuangku setelah bosan agar dia bisa memiliki banyak wanita di sisinya? Maaf, seperti apa aku di matanya? Ternak yang
Baca selengkapnya
40. Lebih Kotor Dari Jalang.
"Ibu Nara, tanpa kujelaskan sesuatu, aku yakin kau sudah tahu apa yang ingin kukatakan tentang janinmu."Dokter yang duduk di depanku berbicara. Matanya lurus menatapku dan aku merasa seperti seseorang yang tertangkap basah di sini. Ya, aku mengerti maksud perkataannya yang tengah membahas ...."Ma-maaf, Dok. Itu ....""Tidak usah dijelaskan." Dia menutup buku resume pasien di tangannya, dan bisa kubayangkan semerah apa wajahku sekarang."Ke depanya, tolong dengarkan ucapan dokter, oke. Katakan pada suami Anda untuk menahan diri sampai kandungan Anda sedikit lebih tua."Sangat memalukan. Dia tahu aku dan Arsen tidak menikah, tapi dia menyebutnya suamiku. Bukannya dia paman Arsen? Ck! Mungkin menjaga agar perawat di yang tengah berjalan itu tidak menduga yang aneh-aneh padaku."Terima kasih, Dokter. Akan aku lakukan." Dengan sedikit terburu aku meninggalkan meja itu. Aku terlalu malu sampai pintu di depan sana terasa sangat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status