Semua Bab Sweet Chaos: Bab 21 - Bab 30
44 Bab
21. Kamu Selalu Cantik Di Mataku
Sena duduk di rerumputan dengan kaki menjuntai ke sungai. Sejuk sekali. Tak seperti perkataan Quin, ikan-ikan kecil justru mengerubungi kaki Sena. Geli sekaligus menyenangkan. Satu jam duduk di sana pun mungkin tak akan membuat Sena bosan. “Sena,” panggil Quin. Begitu Sena menoleh, cekrek! Wajah polos Sena berhasil tertangkap camera Quin. Quin tertawa puas melihatnya. Tak cukup satu kali, laki-laki itu memotret Sena berkali-kali. “Stop! Jangan moto orang sembarangan! Stop, Quin! Aku masih jelek! Jangan sekarang. Stop, stop! Stop, Quin!” jerit Sena, tapi bukannya lari, dia justru tetap duduk di tempatnya. Sadar Quin tak akan mau mendengarkan permintaannya, Sena mencipratkan air ke arah Quin. Quin tertawa puas. Dia sama sekali tidak berniat melindungi cameranya dari air. Dia justru merasa dengan cepratan air itu, hasil fotonya semakin cantik. Terlebih saat Sena sudah turun ke sunga dan semakin banyak mencipratkan air ke arah Quin. Sena menutup wajah den
Baca selengkapnya
22. Sebuah Kisah Pilu
Sena menatap kobaran api di depannya. Mendadak dia merasa seperti kayu yang semakin lama semakin terbakar. Dia yang kini semakin lama rasanya sulit untuk lepas dari Quin. Tidak tahu apa rencana Quin selanjutnya, tapi sepertinya tidak ada celah yang bisa membuatnya meninggalkan tempat ini. Pergi tanpa meninggalkan masalah pada keluarganya. Quin bilang, dia sedang melindungi keluarga Sena, tapi melindungi yang bagaimana maksudnya? Atau lebih tepatnya, melindungi dari siapa? Rasanya sulit bagi Sena untuk percaya dengan perkataan Quin. Walau begitu, yang bisa sekarang Sena lakukan hanya mengikuti arus yang sudah Quin ciptakan. Demi dirinya dan demi keluarganya. Sena menatap Quin yang duduk di sampingnya. Laki-laki itu sejak tadi hanya diam menatap api tanpa mengatakan apapun. Tatapannya mengandung banyak makna. Api unggun itu sudah sepenuhnya mengalihkan perhatian Quin. Jika melihat Quin yang sekarang, Sena tidak menyangka laki-laki itu tega memukuli seseorang hi
Baca selengkapnya
23. Hukuman Kecil Dari Quin
Kalau ditanya, apakah pandangan Sena terhadap Quin setelah mendengar cerita Quin, akan berubah atau tidak, maka jawabannya, ya. Memang benar, sedikit banyak Sena mulai bersimpati. Entah kenyataannya itu hanya karangan Quin saja atau memang benar-benar kisah yang dialami Quin, yang jelas Sena sudah terlanjut bersimpati.Memang Sena simpati pada Quin, tapi lain cerita kalau diminta tidur dengan Quin. Dia mana mau. Apalagi di tenda dengan angin yang tidak bisa dibilang sejuk lagi. Sebagai orang yang tidak tahan dengan dingin, Sena memilih untuk tidak menuruti perintah Quin yang satu ini.Sena memang awalnya berbaring di samping Quin. Saling berbagi selimut dengan Quin yang sesekali tangannya nakal, tapi selalu Sena tepis. Namun, Sena memutuskan untuk pergi begitu Quin terlelap.Sena sekarang tahu bagaimana caranya membuat Quin tertidur. Hanya dengan lagu pengantar tidur dan belaian di kepala, Quin mampu tidur dalam waktu singkat! Sena sudah seperti pawang Quin kala
Baca selengkapnya
24. Baju Renang Seksi
Terkurung selama empat hari di rumah Quin, nyatanya tak hanya membuat Sena merindukan keluarga dan teman-temannya. Dia juga merindukan saat-saat jemarinya menari di atas keyboard. Merindukan drama-drama Korea yang saat ini masih on going. Dan merindukan hal-hal sepele lainnya. Memang benar apa kata orang, kita tidak boleh meremehkan hal-hal yang terkesan sepele. Hal-hal kecil seperti itu terkadang akan kita rindukan di kemudian hari. Seperti yang saat ini Sena alami. Jemarinya bergerak-gerak seolah sedang mengetik. Pelayan Quin yang baru tiba di kamarnya, hanya menghela napas. Mungkin pelayan itu berpikir, Sena mulai gila karena dikurung di rumah ini. “Nona, Tuan Quin menunggu Anda di bawah,” kata pelayan itu seraya mengambil pakaian kotor Sena. Sebenarnya, sebagai pemalas seperti Sena yang terkadang mengandalkan bantuan loudry, ada enaknya juga tinggal di rumah Quin. Dia tidak perlu mencuci. Dia juga tidak perlu memikirkan, harus makan apa nanti. Entah itu h
Baca selengkapnya
25. Sena Dan Renang Memang Tak Pernah Akur
Sena tampak ragu melihat kolam renang di depannya. Sweater yang sebelumnya dia kenakan, sudah tersampir di kursi pantai. Kini dia berdiri dengan canggung, dengan Quin yang menanti kedatangannya. “Ayo, turun, Sena. Nggak usah takut. Aku akan menangkapmu.” Nah! Menangkapmu! Kata itu yang justru membuat Sena ragu. Dia tidak bisa percaya dengan laki-laki mesum seperti Quin. Sena curiga, jangan-jangan ketika Sena turun nanti, Quin akan kembali mengerjainya seperti semalam. Bayangan Quin menyentuh tubuhnya yang kini cukup terekspos, membuat Sena bergidik ngeri. Ngeri-ngeri yang sesungguhnya cukup memabukkan sampai Sena takut tidak bisa menolaknya. Bukannya turun, Sena tiba-tiba duduk di pinggir kolam dengan kaki berayun di dalam air. Dia tersenyum ke arah Quin. “Begini saja. Aku senang kalau duduk-duduk kayak gini. Kayak kemarin di sungai belakang.” Sena berdalih. Padahal selain takut dengan Quin, dia juga takut dengan air. Dia bahkan tidak bisa berdiri ter
Baca selengkapnya
26. Dimulainya Sebuah Rasa
“Nilai kamu sudah keluar,” kata Quin begitu melihat Sena memasuki ruang kerjanya. Quin memang menyuruh salah satu pelayannya untuk membawa Sena. “Hah?” “Tuh!” Dengan dagunya, Quin menunjuk ke arah laptop yang terbuka. Sena buru-buru berjalan ke samping Quin agar bisa melihat layar laptop, tapi Quin justru memutar laptop itu dan menjauhkannya dari Sena. “Aku mau lihat!” Quin tersenyum misterius. “Yakin mau lihat?” “Kenapa? Nilaiku jelek, ya? Banyak C-nya, ya?” Sena kelabakan. Di semester dua kemarin, nilainya sudah turun. Jangan sampai semester tiga ini, nilainya kembali turun. Orangtuanya memang tidak pernah protes, tapi justru karena itu, Sena semakin merasa bersalah. “Sini duduk,” ujar Quin sambil menepuk pahanya. “Nggak mau! Aku mau lihat nilai aja!” “Makanya sini duduk!” Sena teringat kejadian tiga hari yang lalu di kolam renang. Sejak saat itu, Quin jadi jarang menemuinya. Sena juga lebih se
Baca selengkapnya
27. Ada Apa Dengan Quin?
Sena menopang wajah dengan kedua tangannya. Di depannya terdapat sebuah laptop terbuka, yang sedang menampilkan sebuah drama. Bukan Sena yang menonton drama, tapi dramanya yang kini menonton Sena. Pasalnya gadis itu sudah melamun sejak setengah jam yang lalu. Semua ini karena Quin. Laki-laki menyebalkan itu sudah membuat galau anak gadis orang. Setelah bersikap penuh cinta, Quin justru menghilang selama beberapa hari. Kali ini benar-benar menghilang! Tanpa kabar! Oh, atau mungkin karena selama berhari-hari pula Sena hanya ada di kamar, jadi dia tidak tahu apa yang terjadi di luar sana. Seorang pelayan masuk ke kamar Sena. Pelayan yang rasanya sudah sangat Sena hapal karena lebih sering mengunjungi Sena itu, akhirnya Sena ketahui namanya. “Mbak Neni, sini kubisikin,” pinta Sena sambil melambaikan tangannya. Yang diajak bicara tetap cuek bebek melenggangkan kakinya menuju lemari Sena. Dia membawa baju bersih dan hendak mengambil baju kotor Sena. “Quin d
Baca selengkapnya
28. Aku Seorang Pembunuh
Ada apa dengan Quin? Jawabannya ada pada beberapa hari yang lalu, saat seharusnya Quin datang ke kamar Sena untuk menagih janji Sena yang sudah setuju tidur dengan Quin. Tidur, ya! Hanya tidur. Dua orang itu juga tidak pernah berniat melakukan hal yang lebih dari tidur. Wigar bersama beberapa pengawalnya datang menemui Quin. Tanpa mengatakan apapun, Wigar langsung menampar Quin. Tak cukup menampar, Wigar bahkan mengambil tongkat baseball dan memukul Quin berkali-kali. Tidak ada yang membantu Quin. Pengawal yang selama ini menjawa Quin tak bisa berbuat banyak. Mereka hanya tiga orang, sedang pengawal yang tunduk pada Wigar ada lebih dari sepuluh orang. Kalau mereka melawan, mereka sama saja membahayakan Quin. Itu yang pernah Sekretaris An katakan. Jadilah mereka hanya bisa diam melihat Quin yang dipukuli ayahnya. Wigar melempar tongkat baseball itu setelah puas memukuli Quin. Dia menampar Quin tiga kali sebelum akhirnya menjatuhkan diri di atas sofa. D
Baca selengkapnya
29. Mulai Sekarang, Aku Yang Akan Menyayangimu
Quin tampak terkejut dengan reaksi Sena. Dia sama sekali tak menduga, Sena justru mengkhawatirkannya. Padahal selama ini, Quin sering melihat Sena yang takut padanya. Namun, yang Quin lihat kali ini justru berbeda. Sena tak takut padanya! “Sekarang kita harus gimana? Ayah kamu pasti akan bantuin kamu, kan? Ayah kamu pasti nggak akan biarin kamu masuk penjara, kan?” tanya Sena bertubi-tubi. Nadanya penuh dengan kekhawatiran. Sudut bibir Quin terangkat. Hanya dengan mengetahui Sena mengkhawatirkannya, rasanya dia bisa menghela napas dengan lega. Perasaan yang salah! Seharusnya sampai kapanpun Quin menyesali perbuatannya. Dia tidak bisa bahagia setelah apa yang sudah dia lakukan. “Sena.” “Katakan sesuatu! Jelaskan semuanya!” desak Sena. Quin membelai rambut Sena. Gadis yang bahkan belum ada satu bulan dia kenal, kini seolah sudah menjadi bagian penting dalam hidup Quin. Gadis itu mampu mengobrak-abrik hati Quin. Mengeluarkan semua rasa sakit yang
Baca selengkapnya
30. Si Cantik
Sena mematutkan dirinya di depan kaca. Dia berputar beberapa kali, mengecek penampilannya saat ini. Dengan kemeja lengan panjang berwarna coklat susu yang dimasukan ke dalam rok sepanjang tiga perempat berwarna abu tua. Rencananya dia hanya akan membawa tas selempang berwarna coklat tua dan sepatu putih. Tidak lupa dengan kaos kaki sepanjang sepuluh senti di atas mata kaki. Pagi tadi pelayan Quin mengisi lemari Sena dengan pakaian baru. Kali ini Sena bisa nememukan rok panjang, celana panjang, serta beberapa kemeja yang cocok dipakai untuk ke kampus. Padahal rencananya Sena berniat mengambil beberapa pakaian dari kosnya sebelum kembali ke rumah Quin, tapi sepertinya dia tidak butuh pakaian lagi. Sena menyisir poninya yang mulai panjang. Rambutnya yang tidak terlalu panjang—sekitar sepuluh senti di bawah bahu—dia kepang dua. Penampilannya sudah seperti gadis desa, tapi Sena menyukainya. Pintu kamarnya perlahan terbuka. Kepala Quin melongok ke dalam. Dia tersen
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status