All Chapters of Deceitful Love: Chapter 11 - Chapter 20
28 Chapters
True Love
Susan mengira bahwa Anjun hanya mencintai adiknya saja. Hubungan di antara mereka tidak boleh terjadi. Pada akhirnya, ia bertanya, "Kenapa?" "Aku berdosa kepadanya," sahut Anjun, tidak ada senyum. Mata Anjun menyimpan banyak sendu. Susan menepuk pundak Anjun dan berkata, "Cerita lah agar bebanmu ringan." "Lepas kita selesai kuliah, aku bertemu seorang gadis–""Gadis?""Iya, kenapa kau kaget begitu nyah. Apa kau pikir aku tak suka perempuan?" "Bukan, bukan. Ayo, lanjutkan!" Anjun mulai bercerita. Selepas kuliah di Bandung, ia memang bertemu seorang wanita berdarah Batak, tetapi kelahiran Bandung. Mereka sempat bersama beberapa waktu. Hanya saja gadis itu memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Di kala kondisi kritisnya, Anjun tidak datang karena terlalu sibuk bekerja di kantor pengacara, Bandung-Jakarta. Ada penyesalan setiap kali, ia mengingatnya. "Kau tahu, seumur hidup aku tak akan bisa melepaskannya," lirih Anjun, terce
Read more
Invitation
Susan hanya bisa melongo. Mata besarnya mengerjap-kerjap tanda tidak percaya dengan apa yang diucapkan Anjun. Apa ia sedang bermimpi kali ini, Anjun mendadak berubah. "Kau tak sedang sakit, kan?" tanya Susan, takut-takut. Mencondongkan tubuhnya sedikit menjauhi Anjun. "Kau mau apa, sih? Tadi kau yang minta sekarang–""Oke, oke, jangan merepet. Ayo, kita menjadi kekasih," sahut Susan, akhirnya memutuskan menyetujui ajakan Anjun yang tiba-tiba. Lagipula usianya hampir tiga puluh tahun. Keluarhanya juga telah memaksanya untuk menikah. Namun, tidak ada pria lain yang menarik bagi Susan. Menurutnya, Anjun merupakan pria tepat untuk membantu dalam bisnis keluarganya. Pria lain yang dikenalnya hanya bisa menjadi pesuruh saja. Atau, memanfaatkan kekayaannya tanpa mau bersusah payah. Susan bukannya tidak menarik di mata pria, tetapi ia yang tidak tertarik dengan pria manapun selain Anjun. "Kau bantu aku awasi Rosa, ya," ujar Anjun, kembali mengambil
Read more
Not Smoke
Jo hanya mengibas-kibaskan tangan akibat rokok tersebut. Ryo menoleh dan berkata, "Lo gak merokok?" "Gak, gue punya asma," kilah Jo, sedikit malu. Ia memang memiliki penyakit asma bawaan, tetapi tidak parah. Jo hanya tidak bisa menghisap barang yang bernama tembakau apa pun bentuknya. Ia tidak bisa melakukannya. Setiap kali diajarkan merokok oleh temannya, ia akan terbatuk-batuk hingga tidak bisa berhenti dan sesak napasnya kumat. "Parah memang kalau udah punya penyakit bawaan," ujar Ryo, membuka percakapan, "dikit, dikit sakit. Udah gitu kalau gak ngerokok diledekin gak jantan." Jo menunduk, memperhatikan sepatu kets mahalnya. Menurutnya, tidak merokok bukan masalah besar, karena ia punya segalanya. Harta, kedudukan, dan wanita mana saja pasti mau diajak olehnya. "Kau sudah dari tadi menunggu?" Keduanya menoleh saat mendengar suara sopran yang merdu itu berbicara. Ada pemandangan begitu indah di mata kedua lelaki, sesosok bidadari yan
Read more
Potential Lovers, Potential Husband
Jo segera menyampirkan jaket pada bahu Rosa. Sontak saja Rosa terkejut karena ia datang tiba-tiba. Pria itu juga sama terkejutnya. "Anda siapa, ya?" tanya Jo, kasar. "Jo, dia pemilik kafe strawberi di mana aku magang," bisik Rosa, menarik kemeja Jo. "Ya, perkenalkan saya Anggara. Kamu siapanya Rosa?" tanya Angga sembari mengulurkan tangan untuk berjabatan. Jo tidak menyambut uluran tangan Angga. Tatapannya penuh permusuhan. Sudah cukup satu saja saingannya, yaitu Esa. Ia tidak akan membiarkan orang lain mendekati Rosa. "Saya calon kekasihnya," sahut Jo, yakin. Rosa membeliak, menatap wajah angkuh Jo. Ia tidak menyangka kalau Jo menyukainya juga. Mereka merupakan pariban yang tidak boleh menikah karena ikatan marga.  "Oh, begitu. Masih calon, kan? Saya juga bisa menjadi calon suaminya mungkin," timpal Angga, tenang. Rosa lebih terkejut saat Angga mengatakannya. Ia kebingungan dengan perilaku dua lelaki yang baru saj
Read more
New Relationship
"Dia sudah tidur," ucap Susan, hati-hati. Meskipun suaranya sama sekali tidak lembut. Anjun berbalik. Ia tersenyum dan berkata, "Makasih, ya. Kau juga segera balik ke rumah sana. Aku mau segera ke Jakarta malam ini." "Kau tak istirahat dulu nyah?" tanya Susan, berusaha melembutkan suaranya. "Tak lah. Setelah urusan di Jakarta selesai aku langsung balik ke Berastagi, mengurus segala sesuatunya. Bisa kau menunggu?""Iya," sahut Susan, cepat.  Susan sendiri bingung. Sebenarnya apa yang harus ia tunggu, keberadaan Anjun, kah? Atau, sesuatu yang lain. Ia tidak mau lagi berharap banyak seperti dahulu. Susan pernah menyimpan harapan kala gadis yang dicintai Anjun telah tiada, Anjun akan berpaling kepadanya. Namun, ia salah, Anjun malah menyalahkan dirinya sendiri. Juga menghindari hubungan baru dengan wanita lain. Rasanya amat perih melihat pria yang dicintai tidak memandangnya. Susan menyadari bahwa saat ini juga Anjun belum memandan
Read more
Dream
"Tentu saja. Saya sudah berjanji, 'kan?" Angga menyahuti Rosa sembari berjalan untuk membukakan pintu mobil sebelah kiri. Rosa menghampiri. Ia naik ke dalam mobil. Angga menutup pintu lalu berjalan ke pintu lainnya. Ia duduk di belakang kemudi, menyalakan stater mobil. Memutar kemudi sembari ia menoleh ke belakang untuk memundurkan mobil tersebut. Mobil melaju dengan kecepatan sedang melewati jembatan Surapati. Pemandangan kota Bandung di siang hari terlihat jelas. Rosa menikmati perjalanannya, menatap jendela yang dibuka setengah. "Kamu menyukainya?" tanya Angga sembari fokus menyetir  "Ya, eh, apa? Menyukai apa?" sahut Rosa, ling-lung. Angga terkekeh-kekeh, "Kamu menyukai Bandung?" "Oh, iya, di sini sejuk. Banyak makanan enak, banyak teman dari berbagai daerah." "Apalagi?""Banyak lapangan pekerjaan juga.""Oh, iya, banyak usaha mikro di sini.""Tapi semuanya dikelola oleh orang di luar Bandung.""Tidak semua
Read more
Lover Rival
Jo membiarkan Rosa terus berbicara. Mengoceh banyak hal kepadanya, ia tidak peduli yang penting Rosa tidak melihat Esa ada di kafe itu. Saat Rosa mengambil napas, Jo kembali bertanya. "Kamu yakin atasanmu itu naksir?" tanya Jo. Sementara dalam hatinya, ia berseru, "Cih! Hanya karena cantik, kamu jadi merasa semua orang menginginkanmu!" "Enggak yakin juga, sih. Kata Bang Anjun banyak lelaki yang suka mempermainkan perempuan terutama yang lugu dan polos.""Tepat. Dan kamu salah satunya!" seru Jo, masih di dalam pikirannya. Rosa kembali mengoceh tentang Anjun. Jo sangat penasaran tentang sosok abang yang dikatakan Rosa. Seperti apa sebenarnya Anjun, sehingga Rosa selalu bercerita tentangnya. "Jangan sampai kita ketahuan Abang lagi. Kemarin saja habis aku dimarahi!" seru Rosa, menggebu. "Kamu dimarahi? Karena apa?""Kau ajak jalan malam-malam, lah!""Oh, tapi kamu, kan, pulang sendiri.""Tetap saja aku dimarahi karena pulang malam."
Read more
Declaration of Love
"Iya, tapi aku punya rencana masa depan sendiri. Gue mau ngumpulin uang buat modal usaha perkebunan sendiri," sahut Rosa, tersenyum sembari menatap jauh tanpa fokus. Ia sedang membayangkan masa depannya selepas lulus fakultas pertanian. "Lo memang terbaik, gue yang akan jadi karyawan pertama lo, ya," celetuk Meity, ia memang merasa lebih cocok jadi karyawan daripada pengusaha.  Rosa mencibir Meity. Ia berkata, "Wew, boleh, tapi gaji seadanya dulu, yak!" Meity memajukan bibirnya, cemberut. Ia kembali berjalan mendahului Rosa sembari mengayun-ayunkan tas belanjaannya. Rosa mengikuti di belakang sembari terkekeh-kekeh. Saat mereka tiba di indekos, sudah ada Esa menanti Rosa. Meity segera paham, ia langsung masuk ke rumah menuju kamar Rosa di lantai dua, meninggalkan keduanya agar dapat berbincang. Rosa tersenyum, lalu duduk di kursi teras. "Ada apa, Bang?" tanya Rosa, terkejut sekaligus senang melihat orang yang disukainya datang. "M
Read more
Be Dating
Rosa tersenyum malu. Wajahnya telah memerah. Sekali saja Esa mengatakannya sudah membuat jantungnya berdebar, apalagi diulang kembali.  "Aku terima, Bang. Tak usah lah kau ulang lagi," sahut Rosa, wajahnya bersemu merah. Wajah kesal Esa berubah menjadi cerah. Mood yang ambyar telah kembali. Ia berdiri dan membuka kotak tadi, memakaikan sebuah kalung emas putih dengan liontin berbentuk bunga mawar. "Cocok," ucap Esa, semringah. "Benarkah? Cantik kali lah kalungnya, Bang," timpal Rosa, tersenyum. Ia memperhatikan kalung yang telah melingkar pada lehernya. Esa kembali duduk pada kursinya. Ia memperhatikan gadis yang telah resmi menjadi kekasihnya itu. Rasanya seperti banyak bunga-bunga di sekitar mereka. Esa memegang tangan Rosa. Ia ingin menjanjikan kehidupan bahagia untuk gadis itu, tetapi bukan sekarang. Dengan kerja keras, ia akan membahagiakan Rosa. "Aku akan bekerja keras agar kita bisa selalu bersama," ucap Esa, penuh
Read more
To Avoid
"Entahlah, aneh kali kulihat, dia yang suruh kita memperhatikan, 'kan?""Betul! Eh, lo perhatiin doi?""Iya, kenapa pulak?""Pantesan." Meity melengos. Ia segera mengemasi barang-barang miliknya ke dalam tas bahu berwarna pink. Rosa mengernyit kebingungan. Ia mengikuti langkah Meity di belakang menuju ke kantin.  Tiba di kantin, Rosa melihat Jo tengah duduk bersama Felix dan teman-temannya. Ia segera menarik lengan Meity dan mengajak keluar kampus.  "Aku traktir ke kafe, yuk," ajak Rosa, tidak menghiraukan protes Meity. "Gue lapar, Ros. Lom sarapan!" pekik Meity, tubuh mungilnya terseret. "Aku traktir apa aja yang kau mau," sahut Rosa, mempercepat langkahnya. Meity tersenyum senang. Ia langsung menyejajarkan langkah cepat Rosa. Meskipun agak tergopoh-gopoh dan napas yang terengah-engah, Meity berhasil menyusul. Mereka keluar dari kawasan kampus Unpad menuju kafe. Tidak jauh memang, sekitar 500 meteran. Mereka
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status