All Chapters of After Marriage: Chapter 61 - Chapter 70
86 Chapters
Puncak Duka
Dua tangan Dean yang memegangi kepala tampak bergetar. Pria itu tertunduk dalam di posisi duduk. Wajahnya yang menghadap ke bawah itu terlihat masam dan kelabu.  Dean ada di sebuah rumah sekarang. Rumah yang berada di sebuah desa. Rumah itu milik Nara, tempat si mantan kekasih bersembunyi selama ini.  Tadi itu, saat Dean sudah beres dengan dekorasi kafe dan tinggal menunggu Siera datang, ia dihubungi Nara. Terkejut, Dean diminta datang ke rumah ini.  Lelaki itu menolak awalnya. Ia malah akan melaporkan momor Nara pada polisi agar perempuan itu ditangkap. Namun, setelah mendengar pengakuan Nara, serta dikirimi sebuah foto, Dean tak bisa mengelak.  Nara hamil. Gambar testpack yang dikirim si mantan pacar itu dihuni dua garis merah, tanda positif. Nara mengandung anak Dean. Dan sekarang, Dean tengah diharuskan mengambil sikap.  Ini kacau. Sebelum ini, keputusan si lelaki sudah bulat. Ia akan melamar Siera dan menikah. Soa
Read more
Mari Bermain Licik
Dean kembali datang ke rumah persembunyian Nara sore ini. Namun, kali ini si lelaki tidak sendirian. Ia memboyong dua orang lagi. Brian dan Ria, ayah dan ibu Nara. Duduk di ruang tamu rumah, Dean bisa melihat raut takut yang mantan kekasihnya tunjukkan. Agaknya, keputusan membawa orang tua Nara sudah benar. Jika Nara bisa berbuat licik, maka ia pun sama. Biarlah dikatai berengsek. Dicap sebagai pria sialan yang lari dari tanggung jawab. Dean sudah mengambil keputusan. Ia tak mau menikahi Nara, sekalipun perempuan itu tengah mengandung anaknya. Itu sama saja dengan bunuh diri. Menikah dengan Nara sama saja memperpanjang daftar kesalahan dan memperpanjang kesusahan. Rumah tangga yang akan ia bina bersama Nara sudah pasti tidak akan berjalan baik. Sikap tempramen Nara, perangainya yang suka main tangan. Ditambah Dean yang tak mencintai perempuan itu. Lengkap. Mereka akan jadi perpaduan siksaan paling indah bagi si calon bayi. Maka itu
Read more
Genggam yang Dilepas
Dean menemukan Siera di rumah Mike beberapa hari kemudian. Pria itu sungguh bersyukur sebab didatangi ide untuk singgah di sini sebelum pulang ke rumah. Perempuan itu terlihat tidak baik. Matanya bengkak, wajahnya memerah. Saat Dean datang tadi, Siera terlihat duduk di samping Mike sambil menyeka mata dengan punggung tangan. Sungguh pemandangan yang menyayat hati. Dean jadi melakukan kilas balik. Selama ini, alasan kenapa perempuan itu selalu menangis seperti itu hanya satu. Dirinya. "Aku mau bicara, Siera." Dean belum menjelaskan apa-apa pada Siera. Telepon atau pun pesan yang pria itu kirim beberapa hari kemarin tidak satu pun direspon. Mike bangkit dari duduk. Pria itu itu mengangguk beberapa kali pada anaknya. Menyerahkan semuanya pada Dean. Berharap apa pun yang terjadi ke depan adalah sesuatu yang baik. Peliknya keadaan turut ia rasakan. "Matamu bisa makin bengkak. Jangan nangis lagi." Dean mengambil tempat di sa
Read more
Sesal yang Terlambat
Sore yang hancur lebur. Setelah menuntaskan kewajiban di kampus, Dean sesegera yang dibisa menuju rumah kontrakan Siera, si mantan istri. Setelah beberapa hari tidak mendengar kabar perempuan itu, akhirnya hari ini Dean mendapatkannya. Tidak langsung dari Siera, tetapi dari Mike. Ayah Dean menyampaikan bahwa hari ini, tepatnya pagi tadi, Siera berpamitan. Ke mana perempuan itu akan pergi, Mike tidak diberitahu. Dean terpaksa harus mendatangi rumah Siera sore ini, karena tadi ia harus menjadi salah satu dosen penguji dari beberapa mahasiswa yang sidang skripsi. Sungguh tak bijak jika ia mangkir tadi. Dean berharap Siera belum benar-benar pergi. Perempuan itu hanya berpamitan lebih awal pada Mike. Lagipula, Siera bukan seseorang yang jahat. Yang tega pergi, tanpa pamit. Tiba di kontrakan si mantan istri, Dean langsung memanggil si penyewa rumah. Dua kali, tanpa ketukan di pintu. LIma kali dengan menggedor pintu. Sayang, semuanya itu
Read more
Upah
Seburuk apa pun keadaanmu, waktu tak akan pernah sudi untuk berhenti dan memberi jeda agar kau pulih. Kau harus memulihkan dirimu sendiri, sambil terus berlari melalui waktu. Hal itu yang sedang Dean rasakan sekarang. Walau hatinya patah karena ditinggal begitu saja oleh Siera, pria tidak bisa begitu saja mengabaikan dunia. Seperti siang ini. Meski kepala sungguh sakit, lelaki itu masih harus menghadapi salah satu mahasiswi bimbingannya. Sudah lelah mengajar, ia nyaris hilang kesabaran. Mahasiswi itu, namanya Intan. Yang pada bimbingan pertama memberinya sebatang cokelat sebagai ucapan terima kasih. Kali ini, masalah gadis itu masih sama. Penjabaran salah satu bagian di tugas akhirnya yang tidak sesuai panduan. "Kamu harus buat lebih ringkas. Jabarkan hanya poin penting, ini bukan novel atau naskah sinetron di teve." Dean kembali mencoret salah satu bagian di kertas. Menuliskan sedikit catatan di dekatnya sebagai panduan. 
Read more
Dicurangi
Dean berusaha mengalihkan patah hati. Meski berat, ia tetap fokus dengan pekerjaan. Sesekali mengunjungi Mike dan menghabiskan waktu untuk mencoba sesuatu yang baru. Sore ini misalnya. Karena hanya punya tanggungan satu kelas dan itu pun sudah selesai sebelum jam makan siang, Dean pergi melakukan olahraga dengan beberapa temannya. Futsal. Walau tidak gemar, setidaknya kegiatan itu bisa sedikit memalingkannya dari hal-hal yang membuat sedih. Sudah lama tidak bermain, pria itu agak kaku tadi. Selain  itu, ia juga beberapa kali diejek karena setelah sekian lama, baru ini mengontak teman lama. Namun, secara keseluruhan acara hari ini tidak terlalu buruk. Yang buruk itu, ketika Dean pulang ke rumah. Usai membersihkan diri, pria itu kelaparan. Ia pun berinisiatif untuk membuat mi instan. Sayang, stok mi habis. Terakhir, Dean meracik nasi goreng. Nasi, telur, kecap, penyedap rasa sudah, Dean baru sadar jika di dapurnya tidak ad
Read more
Si Munafik
"Kamu itu sama busuknya dengan aku. Jangan sok suci, An.""Siera udah pergi. Jelas. Dia pasti nggak mau sama laki-laki kayak kamu.""Orang-orang bilang, apa yang kita lakuin salah. Kita berdosa, jadi, ayo bersama menanggung upah dosa itu, An. Kita bisa sama-sama lagi." Di kursinya, Dean mengusap wajah. Wajah yang nyaris selalu dihiasi ekspresi lelah, sendu dan dingin.Pria itu kembali mengingat semua ucapan Nara siang ini, di ruangannya. Kalimat-kalimat yang semakin membuat rasa percaya diri Dean habis terkikis. Mematahkan hati dan harapan, membuatnya merasa kosong, tak berharga dan bersalah.Dikatai demikian, jelas lelaki itu tak punya penyangkalan. Ia dan Nara memang sama-sama busuk. Melakukan sesuatu yang busuk, yang jelas-jelas dilarang. Bukan sekali dua kali, tetapi selama tiga tahun penuh.Dean menyebut Nara sialan, busuk dan iblis? Mungki
Read more
Andai tanpa Usai
Benar yang orang-orang katakan. Sesuatu akan terasa berharga dan amat sangat penting, saat sudah tiada. Dulu, mana pernah Dean punya niat melakukan hal seperti ini. Membayangkan saja mungkin tidak pernah. Namun, telanjur rindu, menepikan gengsi sedikit, pria itu tak lagi malu. Di hari libur, setelah tadi sempat tidur-tiduran tidak jelas di rumah yang sepi, Dean memutuskan mengunjungi Mike. Bertukar kabar dan mengobrol dengan sang ayah sebentar, lalu pergi ke kamar orang tuanya. Menempati sisi ranjang yang dulu dipakai Ana. Dean rindu. Jika bisa, ia ingin Ana ada di sana. Di sampingnya, menemaninya melewati masa hukuman yang luar biasa menyesakkan. Tidak disiksa dengan penyakit, yang Dean alami saat ini lebih parah. Pria itu ditipu, diliputi sesal dan rasa bersalah serta yang paling memilukan, ditinggalkan. Berbaring di kasur yang selalu ibunya pakai dulu, Dean menyadari itu hanya perbuatan sia-sia. Namun, tetap dilakuk
Read more
Sekali Pembohong, Selamanya Pembohong
"Aku udah enggak punya tanggung jawab apa-apa lagi sama dia, Siera. Apa ... di sana kamu betah tanpa aku? Kamu ... kamu benar-benar udah lupa sama aku?" Dean kembali tak mendengar suara apa-apa. Tak sabar, pria itu memecah sepi. "Siera? Kamu dengar aku?" Ada tawa dari seberang sana. Namun, Dean yakin itu bukan ungkapan rasa senang. Alih-alih tak sabar seperti tadi, Dean mendadak diserang rasa takut dalam diamnya. "Makin andal kamu bohongnya, ya? Aku enggak suka. Kamu bikin aku nangis ini." Ada sesuatu yang pecah di dada Dean. Menghantar sakit dan pahit yang teramat. "Kamu kira aku bakal percaya, ya? Kayak yang udah-udah?" Dean menangkap suara isakan. Pria itu menjambak rambutnya. Sekali lagi, harapnya harus hancur tak bersisa. "Aku enggak bohong, Siera. Aku enggak bohong. Nara memang enggak hamil." "Jahat kamu. Kamu suruh dia aborsi? Ah, kenapa kamu bisa jadi sejahat
Read more
Tanpa Arah
Dean menepikan mobilnya di dekat sebuah pohon. Pria itu mematikan mesin mobil, lantas membuka sabuk pengaman. Jalanan lengang. Udara dingin langsung menyapa kala pria itu membuka kaca jendela.  Kepala Dean tergolek di sandaran kursi. Mata pria itu memejam, helaan napasnya terdengar berat. Ini masih pukul empat pagi. Harusnya masih bisa tidur nyenyak, tetapi Dean malah harus mengemudi menuju rumah. Dengan kondisi tubuh lelah, pikiran kusut dan hati nelangsa. Seharian tadi, Dean bersama Intan. Mereka pergi nonton, makan, jalan-jalan dan ya, bersenang-senang seperti yang Intan mau. Namun, bukannya rileks, Dean malah dihinggapi rasa lelah dan muak. Entahlah. Semua terasa begitu buruk bagi Dean. Sekali pun ia bersama Intan, semua terasa hambar. Tak ada gairah, tak ada semangat. Hanya ada kosong yang memuakkan. Padahal, dulu lelaki itu pikir semua akan jadi sedikit lebih baik. Menjadi seburuk yang Nara tuduhkan, menceburkan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status