Semua Bab After Marriage: Bab 51 - Bab 60
86 Bab
Tak Bersambut, Lagi
Memang ada yang berbeda dengan Siera. Dean sepenuhnya menyadari itu. Pertama, perempuan itu jadi lebih sering datang ke rumah Mike. Bukan dulu tidak demikian, tetapi kali ini hampir setiap hari. Bahkan tidak jarang di pagi hari sudah muncul dengan membawa sarapan. Kedua, keteguhan perempuan itu untuk menjauhkannya dari Nara. Tidak main-main. Bahkan telepon dari Nara tidak diizinkan Dean jawab. Dan yang terakhir, soal Arkan. Awalnya Dean tak sungguh percaya jika hubungan Arkan dan Siera memang sudah berakhir. Namun, melihat Siera selalu di rumah ayahnya dan tak pernah sekali pun dijemput Arkan, Dean jadi agak percaya. Untuk benar-benar mendapat kepastian, Dean pun menyuarakan tanya itu sore ini. Saat Siera tengah duduk sendirian di teras belakang. "Kamu bukannya tidur?" Dean menggeleng, memposisikan diri duduk tepat di samping si perempuan. "Kamu enggak kerja?" "Udah enggak." Siera menekuri ujung kaki. 
Baca selengkapnya
Syarat
Turun dari mobil, cara Dean berjalan masih sedikit pincang. Pria itu hendak membuka pagar rumah yang sudah lima hari terakhir ditinggal. Di dekatnya, ia melihat Nara. Tidak menghindar, meski hanya melirik sekilas, pria itu membiarkan saja perempuan itu ikut masuk ke rumah. Mereka memang harus bicara. Suasana hati masih tidak terlalu baik, Dean memilih untuk mandi lebih dulu. Mengganti pakaian kerjanya, lalu kemudian menyusul Nara di ruang tamu. "Aku mau minta maaf, An." Nara memulai konversasi. Perempuan itu menunduk dalam di depan sang kekasih. "Aku benar-benar marah waktu itu." Marah. Selalu itu yang menjadi pembenaran Nara sesudah berbuat kasar saat mereka bertengkar. Dean sudah kenyang mendengar alasan itu. "Aku sungguh nggak terima kamu membela dia. Aku salah paham dan ngira kamu udah jatuh cinta sama dia." Mendengarkan saja, dalam hati si lelaki membenarkan. Siera memang telah punya tempat spesial di
Baca selengkapnya
Ambil Sikap
Terlalu terkejut, Siera nyaris tersandung karena tiba-tiba saja melihat sosok Arkan di depan Ramaji. Mereka beradu pandang sebentar, Siera ditampar oleh senyuman lembut yang mantan pacarnya suguhkan. Masih saja baik, meski sudah disakiti. Siera tak berani mengangkat wajah saat Arkan mengajaknya masuk ke mobil. Mengekori seraya memegang tali tote bag erat, perempuan itu kehilangan muka. Arkan bertanya kabar. Menyayangkan mengapa Siera sampai harus resign dari mini marketnya. Pria itu berkata bisa membedakan mana urusan kerja dan ranah pribadi. Semua penjelasan itu disuarakan tanpa ada kemarahan apalagi kebencian. "Aku terlalu banyak ngomong kayaknya. Kamu kenapa diam aja?" Melirik ke pria itu sesaat, Siera berusaha tersenyum. "Aku enggak tahu harus bilang apa. Kepalaku hanya diisi kata maaf sekarang," akunya sungguh. Arkan menatapi jalan di depan mereka. "Aku memang sempat marah. Patah hati aku kamu tinggal gitu aja. Ka
Baca selengkapnya
Yang Terakhir
Jauh dari kesan hangat, ruang tamu yang Dean huni itu malah terasa kaku dan dingin. Bahkan setelah si pria mengutarakan maksud kedatangan pada orang tua Nara. Menepati janji yang ia buat, Selasa ini Dean mengesampingkan sejenak jadwal kerja. Ia bersama Nara mendatangi kediaman orang tua si perempuan guna membicarakan perihal pertunangan. Dean bisa membaca keterkejutan Brian dan Ria atas apa yang ia sampaikan. Namun, setelah itu, dua orang itu hanya saling pandang, lalu diam untuk beberapa saat. "Semua keperluan aku dan Dean yang akan mengurus. Kami hanya perlu restu Mama dan Papa." Nara memecah hening yang canggung itu. Brian mengangguk paham. "Baiklah kalau demikian. Wajar jika kami terkejut. Nara tak pernah menyinggung soal hubungannya dengan kamu." Pria itu menetap sedih pada si putri. Dean mengamini dan meminta maaf. Meski itu bukan salahnya. Naralah yang selama ini menolak membawa dan memperkenalkannya pada Brian
Baca selengkapnya
Selamat Tinggal
Siang ini, sehabis dari percetakan untuk mengambil undangan, Nara menyempatkan diri berkunjung ke rumah Mike. Sedikit memaksa untuk bisa masuk, karena asisten rumah tangga tak membolehkan, perempuan itu menemukan Sier di ruang tamu calon mertuanya. "Aku bawa martabak. Semoga Om suka." Tersenyum lebar pada Mike, ia melirik berang pada Siera. Mike hanya menatap buah tangan yang ditaruh Nara di meja. Pria itu tak punya kalimat yang ingin disuarakan. "Aku baru aja ambil undangan ke percetakan, Om. Besok mulai dibagiin ke saudara." Bisa dilihatnya Siera menunduk. Agaknya menutupi perasaan kalah dan patah hati. Nara tergelak dalam hati menyaksikan itu. Akhirnya, ia menang. Kalau saja tidak diinterupsi oleh dering ponsel, sudah pasti Mike langsung meminta Nara pulang saja. Ia tahu kunjungan ini hanya basa-basi. Nara hanya perlu Dean dan bukan dirinya. "Papa angkat telepon dulu, ya." Berat hati pria itu untuk pami
Baca selengkapnya
Rencana Busuk
Dean memegang kemudi erat. Ponsel di telinga masih saja menderingkan nada tunggu, tak ada tanda-tanda akan dijawab. Pria itu memutus sambung. Melempar gawai tadi ke kursi penumpang di samping. Siera sepertinya memang tak ingin menjawab panggilan teleponnya. Yang barusan adalah percobaan Dean yang kesepuluh kali hingga malam ini. Memijat pelipis, seraya berusaha fokus ke jalanan, Dean merutuk dirinya. Lelaki itu marah pada dirinya yang masih saja bersikap plin-plan hingga sekarang. Sudah memilih Nara. Undangan pertunangannya sudah disebar. Dan apa? Dean sempat-sempatnya mengkhawatirkan si mantan istri yang beberapa hari belakang tak membalas pesan atau mengangkat telepon. Dean sungguh tak paham akan inginnya sendiri. Berlagak gentleman, bertanggung jawab pada Nara. Namun, merasa bersalah dan tidak tega pada Siera. Belum lagi, Mike yang kukuh tak ingin ikut campur atau terlibat di acara pertunangannya. Si ayah bahkan menolak datang d
Baca selengkapnya
Membaik
Siera kembali tak bisa tidur malam ini. Tak ingin mengganggu Mike atau Dean yang kebetulan menginap, perempuan itu memilih menyibukkan diri dengan ponsel di ruang tamu. Tak ada tujuan berarti. Hanya menggulir layar asal, berpindah aplikasi media sosial atau video. Sampai setengah jam berlalu dan ia masih belum mengantuk. Lampu di sana tidak dipadamkan, Siera melihat Dean datang. Pria itu sepertinya sudah sempat tidur, karena rambutnya sedikit kusut. Siera berbaring di sofa, mereka bertatapan sebentar, lalu Dean bergerak ke dapur. Sekitar beberapa menit pria itu di sana, lalu kembali menghampiri. "Aku duduk sini, ya?" Dean menaruh dua gelas susu coklat di atas meja. Pria itu menyandarkan punggung dan kepala, lalu memejam sesaat. Siera bangun dan duduk. "Aku berisik?" Yang ditanyai menggeleng. "Aku lagi iseng meriksa jurnal review punya mahasiswa." Lelaki itu tersenyum kecil. "Masih ada aja yang asal nyalin
Baca selengkapnya
Pendekatan I
Banyak yang Siera alami semenjak tinggal di rumah Mike. Pertama dan yang paling menyenangkan, ia tidak merasa sendirian lagi. Ada Mike yang selalu bisa diajak bicara soal apa saja. Dua, banyak pekerjaan rumah yang bisa ia lakukan dan tiga ... diam-diam memerhatikan Dean. Untuk yang terakhir, Siera tak paham mengapa dirinya tak pernah bosan pada pria satu itu. Seolah di dunia ini tak ada laki-laki lain yang menarik selain si jangkung satu itu. Siang ini, Siera hanya berdua saja dengan asisten rumah tangga di rumah itu. Mike sedang ada keperluan di toko, sedang Dean pergi mengajar. Seorang diri, perempuan itu jadi terpikirkan banyak hal. Salah satunya, soal apa yang akan dilakukan ke depan. Siera mau apa? Ia mengingat apa yang pernah si ayah mertua ucap. Mengejar kebahagiaan sendiri. Apa ini saatnya Siera memikirkan dirinya sendiri? Toh, Dean juga sudah lepas dari Nara. Fakta barusan membuat perempuan berkaus hitam itu t
Baca selengkapnya
Pendekatan II
"Memang ingin?" Dean duduk sendirian di ruang tamu rumah Mike. Sekarang pukul enam pagi. "Kebetulan lagi enggak ke kampus?" Pria itu menggaruk kepala kasar. Wajahnya semakin tertekuk. "Enggak ada alasan? Memang mau nganterin?" Lelaki dewasa di sana menendang udara. Mengapa harus sampai serumit ini hanya karena ingin mengantar Siera? Dean tidak ke kampus hari ini. Sedang dapat jatah libur. Kemarin malam, ia mendengar bahwa pagi ini Siera ingin pergi mencari pekerjaan. Kejadian akibat ulah Nara sudah membuat mantan istrinya itu dipecat karena sempat tak masuk kerja beberapa hari. Ia ingin mengantar. Entah ke mana pun Siera akan melamar pekerjaan nanti. Masalahnya, jika nanti perempuan itu bertanya perihal apa alasannya ingin menjadi ojek pribadi, Dean harus jawab apa? Dirinya yakin bahwa Siera sudah paham alasan yang dipunya. Namun, si mantan istri pasti sengaja pura-pura tak paham
Baca selengkapnya
Rencana Puncak
"Tolong hati-hati bawa bunganya.  Semua bunga mataharinya, tolong disusun di sekeliling meja, ya."  Dean memberi arahan pada beberapa orang pegawai Ramaji. Sore ini, sehabis mengajar, pria itu datang ke sana dan mulai membuat pengaturan.  Lelaki itu sudah memutuskan untuk melamar Siera malam nanti. Dan tempat yang dipilih adalah Ramaji, tempat pertama mereka bertemu dan tempat di mana dulu Dean pernah meminta Siera menjadi istrinya.  Tempat yang sama, agenda yang sama, tetapi Dean merasa amat berbeda. Sejak tadi jantung pria itu tak berhenti berdetak cepat. Telapak tangan lembab, beberapa butir peluh menghiasi dahi. Gugup? Mungkin begitu.  Kali ini Dean sungguh-sungguh. Dengan segenap hati, pria itu ingin meminta Siera kembali menjadi istrinya. Bukan karena terpaksa apalagi demi siasat.  Selagi memperhatikan beberapa pegawai yang mulai menyusun beberapa pot berisi bunga matahari di sekeliling meja, pria itu melaku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status