All Chapters of After Marriage: Chapter 1 - Chapter 10
86 Chapters
Kebenaran
"Namanya Nara."  Mata Siera menyipit mendengar ucapan tiba-tiba dari pria yang berdiri memunggunginya itu.  Mereka baru tiba di rumah ini. Tadinya, Dean sudah naik ke lantai atas. Namun, pria bertubuh jangkung itu kembali dengan membawa sebuah bingkai foto di tangan. Memperlihatkan benda itu sebentar padanya, lalu menyebutkan sebuah nama.  Barusan, lelaki itu memperkenalkan perempuan yang ada di foto? Jika benar demikian, Siera tak paham mengapa itu harus suaminya lakukan.  "Kami menjalin hubungan sejak lulus kuliah. Sudah tiga tahun belakangan tinggal serumah."  Baik. Jadi, begitu?  Ada jeda beberapa saat selagi Siera mencerna kalimat barusan. Setelah paham, perempuan itu melempar punggung ke sandaran sofa.  Ia ditipu.  Matanya melirik gaun pengantin selutut yang masih melekat di tubuh. Haruskah menanggalkan benda itu sekarang juga? Karena sumpah demi  apa pun, ia tidak teri
Read more
Permintaan Tolong
"Nara bukan istri saya.  Kami memang tinggal serumah, namun tidak menikah."  Dean mengeraskan rahang setelah membeberkan hal itu pada perempuan bergaun putih di hadapan. Bisa ia lihat lawan bicaranya terkejut, bahkan termangu untuk beberapa saat.  "Wah, bukan cuma penipu, Bapak tenyata suami yang kejam juga. Calon-calon dilaknat, istri sendiri enggak diakui."  Gantian, ia yang terbengong saat ini. Dilaknat? Dari mana perempuan itu belajar kata demikian?  Si lelaki mengusap wajah. "Nara memang bukan istri saya. Belum."  Mungkin tidak akan pernah, sambungnya dalam hati. Untuk beberapa sekon matanya terlihat sendu. Namun, decakan dari mulut gadis yang duduk di sofa kembali menyita atensi.  Berdecak bingung, Siera menggaruk kening yang tidak gatal. Sebenarnya apa maksud pria yang beberapa jam lalu menikahinya itu?  Katanya, sudah tinggal serumah dengan wanita bernama Nara itu. Kemudian, mengi
Read more
Harga untuk Kebodohan
Mike dan Ana sudah lama meninggalkan rumah Dean. Langit di luar sudah sepenuhnya gelap dan dihiasi bintang. Lampu di seisi rumah juga sudah menyala. Namun, Siera masih tetap bergeming di tempat.  Duduk sembari memeluk lutut di atas sofa. Menyembunyikan wajah, memejam demi menghalau bening yang sedari tadi memaksa ditumpahkan.  Perempuan itu menyesali diri, merutuki kebodohan. Pertama, pikirannya terlalu dangkal hingga tak memastikan kebenaran alasan Dean sewaktu memintanya menjadi istri. Kedua, ikut-ikutan berbohong pada Mike dan Ana tadi. Mengamini pernikahan palsu mereka adalah sungguh didasari cinta dengan kebungkaman, tambah bantahan. Ketiga, membiarkan Dean memeluknya sewaktu di dapur tadi.  Semuanya menyesakkan. Keputusan menerima pinangan Dean ternyata benar-benar salah. Tak hanya demi membuat orang tuanya tenang, laki-laki tersebut mempersuntingnya supaya hubungan busuknya tidak diketahui. Memalukan.  Lebih memalukan lagi d
Read more
Peduli
Tiba di rumah pukul satu dini hari, Dean langsung menuju kamar. Pria itu melempar tubuh ke tempat tidur, mengistirahatkan punggung yang terasa amat pegal.  Menatapi dinding di ruangan itu, ia mengembuskan napas berat. Menaruh satu lengan di atas wajah, kemudian meringis. Luka terbuka di pelipis tidak sengaja disentuh.  Satu helaan napas lagi lolos dari mulut Dean. Memejam, ia berharap bisa segera terlelap.  Lelah. Seharian harus mengisi kuliah di kampus, ditambah menghadapi mahasiswa bimbingan, pria itu masih harus meladeni Nara dan segala kemurkaan wanita itu.  Nara mengamuk sore tadi. Wanita itu melempar dan menghancurkan semua barang. Salah satunya mengenai pelipis Dean dan menghasilkan luka di sana.  Dean hanya bisa mengalah tadi. Mendengarkan semua kalimat sarat amarah dari Nara, tanpa berniat mendebat. Sebisa mungkin ia menjelaskan dengan nada pelan.  Dean paham, Nara pasti tidak terima akan pernikah
Read more
Tangis yang Diganti
"Siera kamu sudah coba bolu kukus buatan Farah, belum?" Ana membawa piring kecil di tangan, berjalan menuju dapur yang dihuni Siera.  Saat melihat sosok menantunya di depan wastafel, wanita itu mendesah. "Nak, kamu tidak perlu mencuci piring. Ada Bu Ratna yang bisa melakukan itu." Ia menghampiri, tersenyum teduh pada gadis dengan gaun biru lembut selutut itu.  Hari ini, karena Dean menolak mengadakan acara syukuran besar-besaran, keluarga mereka hanya menggelar acara kumpul dan makan siang bersama di hari Minggu ini.  Ana terpaksa menurut saja, sebab tak ingin menantunya ikut-ikutan kesulitan karena harus membujuk Dean yang keras kepala.   Hari ini berjalan dengan baik. Seperti dugaan Ana, semua kerabat yang diundang menyukai Siera, bahkan di pertemuan pertama.  Ana paham mengapa itu terjadi. Siera memang tipe gadis yang manis, bahkan untuk orang asing yang baru melihatnya. Aura gadis itu sederhana dan mudah didek
Read more
Menjemput Kecewa
Tetes air hujan masih setia menjatuhkan diri, membuat Siera yang duduk di depan kafe Ramaji yang sudah tutup mendesah pelan. Gadis itu melihat jam di ponsel yang sedari tadi digenggam. Sudah pukul sebelas. Satu jam sudah ia menanti guyuran hujan mereda. Gadis itu menyesal karena sudah sesumbar menolak tawaran Rama yang ingin memberikan tumpangan. Siera mengaku tak ingin pulang, sebelum hujan reda dan memutuskan menunggu. Lelah, mengantuk ditambah udara dingin yang menusuk tulang, Siera melihat bayang-bayang kasur empuknya di genangan yang mulai tercipta di depan kafe. Bayangan itu seokah mengejeknya karena sudah melakukan hal konyol. Menarik  napas, baru saja akan beranjak, ponsel gadis itu bergetar. Kontak bernama Suami terlihat di layar. "Kamu di mana? Masih lama?" Ada sedikit rasa senang ketika telinga Siera mendengar suara dari seberang. Cukup membuatnya sedikit hangat. Sudah
Read more
Kewajiban
Selesai mandi, Siera yang berencana langsung pergi tidur diinterupsi oleh nyanyian nyaring cacing di perut. Perempuan itu menilik jam di dinding kamar. Pukul setengah dua belas malam.  "Kamu enggak bisa diajak kerja sama, ya?" Mengusap perut, gadis itu melangkahkan kaki menuju dapur.  Ia dan Dean baru beberapa hari menikah. Sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, hingga tak sadar tentang urusan dapur. Malam ini Siera baru tahu bahwa lemari pendingin di rumah tak teirsi apa-apa, kecuali minuman kaleng.   Hal sama juga berlaku pada lemari-lemari di yang ada. Tak ada mi instant atau makanan kemasan lainnnya. Mendesah lelah, Siera berdiri di depan wastafel. Menatapi dapur rumah yang terasa gersang.  Ia jadi merenung. Apa begini kondisi dari dapur yang dihuni pasangan suami-istri yang menikah bukan karena cinta? Apa seperti ini rasanya menjalani rumah tangga yang dibangun tanpa dasar yang jelas? Hampa?  Siera pernah ke
Read more
Siapa itu Nara?
Di luar, cuaca cerah, tetapi tidak terik. Bagus.  Sama bagusnya dengan suasana hati Siera sore ini. Bagaimana tidak? Ia sedang berada di rumah mertua, menikmati berbagai kue lezat.  Ana menelepon siang tadi. Katanya akan datang untuk mengantar bolu kukus, bolu pisang dan bubur kacang hijau yang sengaja si mertua buat untuknya. Tak ingin membuat ibunya Dean kerepotan, Siera putuskan untuk menjemput semua makanan itu sepulang bekerja.  Kebetulan, di rumah juga tidak ada orang. Dean yang sebenarnya demam bersikukuh pergi mengajar tadi pagi. Pasti pria itu belum pulang. Sempatkan singgah, bukan masalah.  "Masakan Mama super enak." Gadis itu menelan potongan bolu pisang terakhir yang bisa perutnya tampung.  Mike yang menyesap kopi, menoleh pada menantunya. "Kamu berlebihan." Senyumnya terlihat mekar.  Siera menggeleng. "Ini serius, Pa. Kapan-kapan ajari Siera buat yang begini, Ma. Biar bisa buatin untuk De--" Perempuan
Read more
Hubungan Apa?
Dean memarkirkan mobil di depan rumah Nara. Mematikan mesin, ia menoleh pada gadis di kursi sebelah. Perempuan dengan dress biru itu masih memalingkan wajah. Enggan bertukar tatap. Tampaknya masih kesal.  Siang tadi, sepulangnya ia mengajar dan diskusi soal proyek penelitian, Dean mendatangi Nara. Biasa, awalnya untuk menghabiskan waktu bersama. Sekadar bicara--meski tahu akan berakhir dengan debat--atau menonton drama kesukaan perempuan itu. Pokoknya meluangkan waktu, agar sang pacar tidak mengatai pilih kasih.  Satu kesamaan Nara dan Siera yang baru Dean ketahui. Selain punya akhirnya nama yang sama, mereka juga penyuka K-Pop. Namun, Nara tidak seheboh Siera yang bisa berteriak atau senyum-senyum du. Depan layar TV atau ponsel.  Kembali pasa Nara, rencana Dean yang ingin menghabiskan waktu bersama, tak bisa direalisasikan karena saat datang, Dean disambut wajah tertekuk si kekasih.  "Tetangga nanyain kamu itu siapanya aku. Mereka
Read more
Siapa yang Orang Ketiga?
Mendengar suara pintu dibuka, Siera yang sedang menyiapkan sarapan berhenti sejenak dari kegiatannya. Gadis itu menarik napas, meski tangan yang memegang piring berisi telur dadar diremas kuat.  Tak lama Dean muncul di ruang makan. Dengan kemeja yang kemarin pagi pria itu kenakan untuk pergi bekerja. Kali ini tampak kusut di sana-sini.  Rambut pria itu juga berantakan.  "Saya mau mandi dulu. Setelahnya baru sarapan." Dean mengurungkan niat untuk menjelaskan ke mana ia semalaman ini. Pria itu terlalu lelah, jadi memutuskan untuk membersihkan diri dulu. Tadi, tidak sempat di rumah Nara, karena Dean ingin cepat-cepat pulang. Pun, Nara adalah jadwal mengajar pagi.  Tidak menyahut, Siera menatapi suaminya dengan amarah di mata. Agaknya Dean bisa membaca, karena pria itu mengurungkan niat melangkah pergi.  "Ada apa?" tanya Dean setelah memastikan Siera tampak ingin mengatakan sesuatu. Bibir perempuan itu tertutup rapat, tetapi sedik
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status