Semua Bab What the hell, Tetangga!: Bab 51 - Bab 60
102 Bab
Nenek oh nenek
Di dalam mobil sport yang mewah itu terlihat amat sepi karena sedari tadi dua perempuan yang ada di dalamnya setia bungkam. Yang satu fokus dan sibuk menyetir sedangkan yang satu lagi terlalu ternggelam dengan bayangan pohon yang dilihatnya dari jendela mobil. Orang yang melihat tak akan mengira kalau dua perempuan itu merupakan kakak beradik. Jane mencuri lirik ketika ia menekan rem karena lampu lalu lintas yang ada didepan sana sudah memerah. Belum tau harus memulai kecanggungan ini dengan kata apa. Semalam. Serin langsung kembali ke hotel begitu juga dengan Jane. Mereka pergi bersama, hanya saja tidak ada kata yang terucap dari mulut keduanya kendati mereka ada di kamar yang sama. Dan sekarang. Menuruti apa yang diinginkan oleh Serin semalam, dua kakak beradik itu sedang menuju ke rumah nenek mereka. Kendati jarak antara hotel dan juga rumah nenek tidaklah jauh dan hanya beberapa kilo meter saja, waktu yang dilewati serasa a
Baca selengkapnya
Kebetulan di bumi yang sempit
Jika tak salah ingat, tujuan utama Jane pergi ke kota istimewa ini bukanlah hanya untuk berbelanja, berlibur atau sekedar mengunjungi sanak saudara, Jane punya tujuan yang lebih penting. Kalau lupa, Jane kemari untuk melihat tempat usaha milik ibunya dulu. Liburan dan segala dramanya ini hanyalah pelengkap. Jane tidak akan pulang sebelum pergi ke tempat utamanya. Jane sudah membicarakan ini dengan Serin sebelumnya. Namun, adik perempuannya itu justru terlalu bersemangat bercerita dengan sepupu mereka, saling bertanya bagaimana rasanya menjadi istri atau bagaimana sakitnya mengeluarkan awak kecil bernyawa dari dalam perut. Wajar, tak lama lagi Serin akan menyusul. Dia akan jadi ibu rumah tangga juga. Tak akan lama lagi. Jane tidak akan mengatakan hal-hal seperti ‘waktu berjalan cepat sekali, tak terasa salah satu dari mereka akan menikah’, karena Jane tidak merasakan waktu berjalan secepat itu. Jane merasakan lambatnya masa bergulir, dan sa
Baca selengkapnya
Wanita penggoda?
Tak terasa. Rencana lima hari liburan mereka di Jogja sudah terpenuhi dan terlaksana dengan mulus. Berbeda dengan keberangkatan dengan mobil dan menyetir sendiri. Karena telah merasakan seberapa lelahnya menyetir dalam jarak yang jauh, empat orang wanita itu memutuskan untuk tidak mengulangnya, mereka memilih menaiki pesawat untuk pergi pulang. Dan mobil serta semua oleh-oleh dan juga belanjaan yang mereka beli akan dikirim ke rumah. Simple. Dan tidak ribet. Enaknya punya teman yang bisa melakukan semua itu tanpa susah memang merupakan hal nyata. Tidak kaleng-kaleng sultan-nya. Setelah tak berapa lama duduk di kursi pesawat monitor dari atas sana akhirnya memberikan kabar bahwa penerbangan domestic dari pesawat yang mereka tunggangi akan segera landing. Lili yang duduk tepat di sebelah Jane itu melemaskan tubuh, tangan wanita itu tiba-tiba hadir di depan mulut Jane seperti seorang reporter mewawancarai orang lewat. “Ceritakan kesan-kesan libur
Baca selengkapnya
Sudahi
Jika kalian berada di posisi Jane apa yang akan kalian lakukan? Bagaimana sikap kalian untuk merespon keadaan serupa itu? Menangis? Karena tidak ingin disalahkan? Dan mencoba membuktikan sebuah kebenaran dengan pembuktian-pembuktian rumit? Jane akan memberikan putaran mata muak khas dirinya jika kalian benar-benar menjawab begitu. Memangnya ini sinetron yang tayang setiap hari di tv. Perempuan itu tidak seharusnya sedikit-sedikit menangis. Mengumpat saja kalau dirasa itu bisa menyalurkan kemarahan, maki-maki saja kalau itu bisa mengurangi sedikit beban. Seperti Jane. Dimuka umum tadi di bandara, ia tidak lagi memikirkan seberapa banyak pasang mata yang melihat kearahnya, menikmati panggung kecil yang tak sengaja Jane ciptakan. Dan jangan lupa bahwa tiga orang wanita yang datang bersamanya juga menyaksikan itu. Maria, Lili serta Serin berada cukup jauh dari tempatnya berdebat dengan Juni jadi mereka tidak tau betul apa yang diributkan.
Baca selengkapnya
Mendambakan kesendirian
“Lo minta dijemput, udah gue turutin sekarang malah diem aja.” Kalimat itulah yang keluar dari mulut seseorang yang tengah sibuk menjaga putaran setir. Dia Edgar. Setelah tadi panggilan telepon dari Edgar ditanggapi sebuah perintah yang amat absurd lelaki putih itu justru malah melakukan saja apa yang Jane katakan. Ia bergegas pergi ke rumah Jane dengan mobil hitam miliknya. Kebetulan Edgar sedang ada di daerah yang dekat dengan rumah Jane. Khawatir kalau entah-entah gadis itu sedang kesulitan, karena dari genangan suaranya tadi Jane terdengar sedikit marah namun ada percikan lelah juga. Namun siapa sangka. Niat baiknya dibalas dengan tatapan datar, Hela napas yang memburu karena sudah berusaha cepat-cepat datang itu malah direspon dengan decak sebal. Namun tak urung, Jane ikut dengan Edgar. Meski dengan raut wajah yang belum pernah dilihat Edgar dari wajah Jane sebelumnya. Ia tau sesuatu telah terjadi, mood atau mungkin pikira
Baca selengkapnya
Pulang
It's a brand new day. Kalimat penyemangat itu adalah kalimat yang pertama kali Jane serukan untuk memulai hari. Berharap dan meyakinkan diri sendiri kalau hari ini setidaknya bisa lebih baik dari hari kemarin. Setelah melakukan sesi galau seharian penuh, memikirkan apa yang terjadi mencangkup semua positif maupun negatif, Jane sudah memutuskan. Ia tidak lagi ingin mengingat atau mengungkit hal itu. Menjauh dari subjek juga merupakan hal yang Jane lakukan dalam proses melupakan. Jane tetap akan pindah.  Tentu saja. Ia sudah bilang pada Serin kemarin, tidak, meski Jane tidak bilang pun, adiknya itu sudah tau kalau Jane berniat pulang dengan adanya kardus-kardus dan juga koper yang sudah tersiapkan di rumahnya. Dan tentu saja. Serin cukup senang mendengar kabar itu, memingat sudah entah berapa kali mereka ingin Jane hidup bersama mereka saja. Tetapi si sulung ini memang amat sulit diyakinkan. Dan sekarang, entah ada angin apa, Jane b
Baca selengkapnya
Duda bolong?
Sebenarnya jika memang sudah jadi pengangguran, mau di perumahan sana ataupun di rumah orangtuanya Jane sama-sama tidak punya pekerjaan untuk mengisi hari. Alias nganggur. Karena sebelumnya, yang ia lakukan hanyalah terbang, terbang, dan terbang, setelah itu Jane hanya akan kembali ke rumah untuk tidur. Hari ini juga sama. Jane membalikan badan agar tengkurap, dirinya masih digulung selimut, meski jam di atas nakas sudah menunjukan bahwa dirinya ada pada pukul tujuh lebih sedikit, Jane agak enggan untuk meninggalkan kasur. Jane memutar tubuhnya kembali, dan itu terulang sampai beberapa kali hingga gadis itu teringat akan satu hal. Dia lupa belum membuat janji dengan interior design. Jane langsung memanjangkan tangannya dan meraih ponsel yang berada diatas nakas. Menyalakan ponsel itu lalu kemudian memanggil nomor Maria segera, karena mereka sudah pernah membicarakan ini, Maria tentu punya kenalan interior design yang bagus. Tid
Baca selengkapnya
Tetangga?
“Kedengarannya jadi aneh kalo nama kembangnya disambungkan sama status gue,” ujar Digo santai sembari menggaruk kepala bagian belakangnya. Lalu tanpa jaga image sedikitpun pria itu menguap lebar di depan Jane, tetapi beruntung mulutnya ditutup dengan dua tangan. Jane tidak perduli itu. Fakta bahwa chef yang berkarisma di dapur ini ternyata bisa juga pakai kaos oblong yang kerahnya sudah mulur, ada belek dan juga sisa Iler disekitar sudut bibirnya dan juga, duda? Jane menggeleng tak percaya. “Wow. Dunia emang sempit.” Kekehan bernada rendah diserukan oleh Digo, suaranya jadi deep begini karena efek baru bangun tidur. Bukan karena sok cool. Karena, Digo sekarang ini tidak ada cool-cool nya sama sekali. “Udah sembuh Lo galaunya?” tanya Digo kemudian, mengingat waktu itu mereka bertemu di club’ dalam keadaan kurang baik dan kemarin Digo juga tidak mungkin mengungkit selama sesi kelas berlangsung. Jane mengangkat bahu. Keadaannya sekarang,
Baca selengkapnya
Diingatkan
Ingat kalau kemarin Jane menanyakan perihal interior designer pada Maria?Sore harinya teman yang sudah seperti saudara bagi Jane itu baru mengirim sebuah nomor kontak kepada Jane, mulur seharian, yang katanya 'nanti siang' justru berakhir sore-sore. Dan berhubung Jane ini memang tidak tau sopan santun, meski sudah sore pun, meski sudah tau kalau jam kerja sudah rampung, Jane tetap mengirimi chat kepada kontak itu.Tidak langsung dibalas tentunya. Orang sibuk.Keesokan paginya Jane baru mendapatkan balasan dari si interior designer itu. Dan tentunya, balasan pesan yang sangat singkat. Padahal Jane sudah bilang kalau ia teman Maria, yang mana seorang customer kelas atas, bukankah biasanya diperlakukan lebih ramah?Pokoknya, melalui chat yang singkat itu Jane akhirnya berhasil membuat janji dengan sang interior designer itu, disebuah cafe yang memakan waktu lima belas menit dari rumahnya.Maka bersama jasa ojek online akhirnya Jane sampai di cafe itu
Baca selengkapnya
Diingatkan lagi
Setelah pertemuan dengan Jay yang cukup menguras kesebalan, Jane memutuskan untuk tidak pulang, karena sudah terlanjur ada diluar ia menghubungi Maria dan meminta jemputan, ingin berkunjung kerumah ibu satu anak itu. Mengingat Jane juga sudah lama sekali tidak pergi kesana, bertemu ibu Maria dan juga bermain bersama Ares. Maria tentunya cukup mengangkat tangan memerintahkan supirnya untuk menjemput Jane. Karena ibu satu anak itu pastinya baru bangun dari tidur. Jane juga hanya tinggal duduk disupiri maka ia baik-baik saja. Juga cukup mengenal supir Maria yang sudah beberapa kali menjemputnya. Tidak lama, mungkin hanya memakan waktu sepuluh menit Jane akhirnya sampai di rumah besar milik Maria. Besar. Secara harfiah. Yang berarti sangat besar untuk ukuran rumah keluarga yang punya anggota berjumlah lima jiwa. Jane menganggukkan kepala satu kali sebagai tanda terima kasih kepada supir yang menjemputnya tadi, ia memasuki rumah Maria dan disambut
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status