All Chapters of My Adorable CEO: Chapter 81 - Chapter 90
90 Chapters
Chapter 81. Sebuah Ancaman
Irish menapakkan kakinya di Bandara, sedangkan Marky dan Hunter membawakan koper milik Tuan Robi dan Nyonya Elaine. Sebuah perpisahan yang cukup manis antara mertua dan menantu. Tuan Robi harus menjalani pengobatan di Inggris untuk beberapa bulan ke depan. Tentunya mereka sudah tidak khawatir meninggalkan anak semata wayangnya yang kini sudah beristri. "Irish, ibu dan ayah pamit dulu. Baik-baik ya dengan Benjamin," tutur Nyonya Elaine memeluk menantunya itu, begitu pun juga Tuan Robi. "Aku pasti akan merindukan kalian," isak Irish. Setelah drama perpisahan yang mengharukan, Tuan Robi dan Nyonya Elaine segera bersiap-siap. Lima belas menit setelah itu pesawat pun meninggalkan bandara dan terbang menembus awan biru. "Apa kita langsung ke apartemen, Nyonya?" tanya Hunter. "Apartemen?" Irish tampak berpikir. "Bukankah hari ini tuan muda akan pindah ke r
Read more
Chapter 82. Darah
Rumahku adalah istanaku, begitulah kata pepatah. Saat itulah yang dirasakan oleh Ayana. Akhirnya dia bisa bernapas dengan lega tanpa harus membayangkan jika dia dan suaminya sedang dimata-matai. Walaupun pada saat itu juga Alex menyuruh orang-orangnya untuk memeriksa seisi rumah, jikalau ada kamera tersembunyi yang memantau aktivitas mereka dan ternyata hasilnya nihil. Tak satu pun dari mereka menemukan kamera tersembunyi. Pria dengan lesung pipi itu langsung beratensi jika istrinya dalam bahaya. "Bagaimana dengan tidur malam mu? Apakah kalian tidur nyenyak?" Benjamin menarik kursi dan langsung duduk. "Sangat nyenyak," ucap Ayana tersenyum lega. "Syukurlah ...." Irish membawa sepiring roti panggang dari dapur. "Di mana Alex?" Benjamin terlihat menoleh kanan dan kiri. "Dia sedang menelepon seseorang," jawab Ayana menunjuk ke arah ruang tengah. Tak lama setelah itu, Al
Read more
Chapter 83. Khawatir
Hari itu, hari di mana suasana masih dibilang pagi sekitar pukul 09.00 am dan sudah terjadi keributan di sebuah perusahaan besar. Sebuah keributan yang membuat pegawai perusahaan tersebut saling berbisik-bisik antara satu dengan lainnya dan bisa ditebak bisik-bisik itu begitu cepat menyebar hingga lantai atas. Entah mereka memperbincangkan siapa? "Benjamin Van De Haan!" teriak seorang wanita saat pintu lift terbuka. "Kau pikir setelah ini hidupmu akan tenang hah!" Wanita itu berusaha memberontak untuk melepaskan diri dari genggaman tangan Hunter. Namun, genggaman tangan Hunter lebih kuat. Benjamin tidak mengindahkan omongan Grace, pria itu bergegas keluar dari lobi perusahaan. Terlepas dari itu, Benjamin segera membawa sang istri ke rumah sakit dengan di antar oleh Marky. Setelah sampai di rumah sakit, Irish langsung mendapat penanganan khusus dari para dokter. "Baga
Read more
Chapter 84. Rencana Grace
Warna gelap menyelimuti langit, gemerlap bintang muncul satu-persatu. Semilir angin malam bertiup sepoi-sepoi dan cahaya bulan membawa warna sendiri di langit malam yang sendu. Sepasang mata masih saling beradu pandang. Berdiam diri tanpa sedikit pun cuitan di antara keduanya. Salah satu memang harus ada yang mengalah untuk meredakan semuanya. "Benjamin, apa aku boleh menginap di rumah Bibi Dennisa untuk sementara," pinta Irish dengan nada memohon. Atensi itu membuat Benjamin menggelengkan kepalanya. "Tidak ... tidak boleh," sergah Benjamin. "Hanya sementara saja. Aku hanya ingin menenangkan diri," ucap Irish sendu. Benjamin terdiam melihat tatapan sendu dari mata Irish. Dia tak mampu membalasnya. Benjamin terlihat mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat sekali dia tampak bingung dan frustrasi. "Istirahatlah dulu." Ben berdiri dari kursinya dan hendak melangkah, aka
Read more
Chapter 85. Antara Hidup dan Mati
Alex berjalan cepat sambil menempelkan benda pipih di telinganya, berharap panggilan itu ada yang menjawabnya. "Kau di mana?" ujar Alex saat panggilan itu terjawab. "Aku sedang berada di pinggir jalan, sedang menung——" Suara terjeda cukup lama .... "Aarghh!" Terdengar suara teriakan nyaring dari seberang sana. Suara yang tidak asing di telinga Alex. Ya, itu adalah suara teriakan dari Ayana. Alex yang mendengarkan teriakan itu seketika menghentikan langkahnya dan wajahnya langsung berubah menunjukkan kepanikan yang luar biasa. "Ay!" teriaknya. "Halo Ayana! Kau kenapa? Halo!" Alex mengecek layar ponselnya, dia melihat panggilan telepon masih tersambung. Alex berteriak sekali lagi melalui sambungan benda pipih itu. "Ay! Kau masih di sana kan? Jawablah!" Raut mukanya begitu sangat
Read more
Chapter 86. Save Me
Irish membuka matanya dan terbangun dari tempatnya. Dia menyebarkan pandangannya ke sekitar tempat tersebut. Semua yang Irish lihat serba berwarna putih bahkan dirinya pun mengenakan baju berwarna putih. "Di mana aku? Apakah aku sudah mati?" lirihnya pelan. Dia tampak bingung dengan keadaan sekitar dan dia juga merasa asing berada di tempat tersebut. Tak ada satu orang pun di sana bahkan dia tidak melihat Benjamin, Alexander, ataupun Ayana. Irish mencoba bangkit dan ingin mencari tahu tempat tersebut. Namun, dia dikejutkan dengan sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata. Irish mengangkat kedua tangannya untuk melindungi matanya dari cahaya tersebut. Irish tampak menyipitkan matanya di tengah-tengah cahaya putih yang semakin mendekat ke arahnya. Dia berusaha melihat sesuatu di depan sana. Sesuatu yang masih samar-samar dalam penglihatannya, akan tetapi bergerak mendekat ke arah
Read more
Chapter 87. Bayi Kembar
Empat bulan kemudian. Alexander tampak resah gelisah tidak menentu. Dia merasa hatinya sedang gundah gulana dan rasanya itu seperti permen Nano-Nano. Tampak di samping Alex, Irish yang sedang duduk mengusap berkali-kali kandungannya yang sudah berumur enam bulan. Sesekali Irish merasakan gerakan bayi yang ada di dalam perutnya. Benjamin yang berada di samping Irish ikut merasakan ketegangan. Pria berlesung pipi yang tengah duduk di kursi besi itu masih terus menebarkan aura gundah gulana. Kakinya terus bergerak tidak bisa diam hingga menimbulkan bunyi. Nyit ... nyit ... nyitt! "Kak, kau ini bisa tenang sedikit tidak?" keluh sang adik. Irish yang duduk di sampingnya ikut terkena getarannya dari kaki Alex. Alex menghela napas. "Kakak mana bisa tenang dalam keadaan seperti
Read more
Chapter 88. Masa Tahanan
David Janssen, Hendrick Smit, dan Grace Van Dirk masih menjalani masa tahanan mereka. Di dalam lingkungan penjara David harus sering bertemu dengan Hendrick dan Grace, akan tetapi David lebih sering menjaga jarang dengan mereka berdua. Sama halnya dengan hari itu, hari di mana David baru saja dikunjungi oleh Benjamin dan Irish. David mendapat banyak cemilan dari Ben dan makanan favorit yang dimasakan oleh Irish sendiri, sedangkan sebungkus rokok yang diberi oleh Benjamin, dia berikan pada seseorang. Ya, seseorang itu adalah polisi keamanan yang selalu mengawasinya. "Pak Martijn, tadi ada yang mengunjungiku. Dia memberiku ini, tapi aku sudah berhenti merokok." David memberikan sebungkus rokok itu pada pria itu. "Apa aku harus menerimanya?" tanyanya. "Terimalah ini dan apa Pak Martijn juga ingin makan cemilan?" David kembali menyodorkan sebuah kantung plastik. "Ah, cemilan itu untukmu.
Read more
Chapter 89. HPL ( END )
Tiga bulan kemudian. Sebuah keluarga akan sangat sempurna jika ditambah dengan kehadiran buah hati. Itulah yang sedang dirasakan oleh keluarga Van De Haan. Tuan Robi dan Nyonya Elaine ikut berbahagia dengan kelahiran si kembar Shane dan Daisy Van Willems. Kedua bayi kembar itu tumbuh sehat. Keduanya sudah mulai bisa menengkurapkan tubuhnya dan sudah bisa diajak bercanda. Tuan Robi dan Nyonya Elaine benar-benar merasakan menjadi seorang Kakek dan Nenek. Mereka sudah menganggap Alexander dan Ayana seperti anak-anak mereka sendiri. Benar-benar tidak bisa dipungkiri kehadiran bayi kembar itu membuat suasana rumah menjadi sangat ramai. Satu bayi menangis dan satu bayi lagu ikut menangis. Tangisan mereka saling bersahutan. Pagi itu tampak Tuan Robi dan Nyonya Elaine sedang duduk di ruang tengah. Sedangkan Ayana masih menyusui Daisy yang ada dalam gendongannya. Alex sibuk menggendon
Read more
Chapter 90. Pengusaha Baru (Extra Part)
Lima tahun kemudian. Marky mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Dia mengendarai mobil sambil bersiul riang. Sepertinya keadaan hati pemuda berwajah tampan itu sedang bahagia. Marky menghentikan mobilnya di sebuah toko buah. "Wah, kau selalu datang tepat waktu," ucap seorang pria. Marky mengangguk dan melangkah menghampiri pria tersebut. "Buah Strawberry dari kebunmu ludes terjual. Apa kau bisa mengirimnya lagi hari ini?" kata Larry. "Tentu saja," jawab Marky singkat. "Aku akan meminta mereka untuk mengirim buah Strawberry nanti sore." Setelah itu dia melanjutkan lagi perjalanannya menuju ke sebuah Dessert Cafe. "Nak Marky, akhirnya kau datang juga." Seorang wanita yang biasa dipanggil oleh Marky dengan sebutan Bibi Luna. "Bibi Luna pasti menungguku." Marky terlihat sangat percaya diri.
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status