Semua Bab Mak comblang with the boss: Bab 11 - Bab 20
67 Bab
11. Kebersamaan Artan & Reva
"Hoaamm," Reva kembali menguap.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya wanita itu menguap karena rasa bosan dan kantuk yang melanda. Bayangkan, hampir sudah tiga jam lamanya Reva duduk di sofa memperhatikan Artan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Rasanya Reva serba salah dibuat Artan, ia ingin pulang tetapi pria itu melarangnya. Artan menyuruhnya untuk menunggu sampai dirinya selesai pada pekerjaannya. Alhasil, Reva mati kebosanan menunggu Artan sampai selesai."Berapa jam lagi aku harus menunggumu, pak?" tanya Reva dengan mata berair menahan kantuk.Artan menghentikan fokus pada laptopnya, ia melirik ke arah Reva seraya sedikit membetulkan letak kacamatanya yang tampak miring."Kau bertanya sampai kapan menungguku selesai?" Reva mengangguk."Kalau begitu jawabanku, masih lama." kata Artan tersenyum dan kembali fokus pada pekerjaannya."Huaaaa!!!" jerit Reva frustasi. "Kalau begitu biarkan aku pulang wahai bapak Artan Nare
Baca selengkapnya
12. Panggil aku boss
Aku merasakan nyaman dalam tidurku, aku merasa bebas menggeliatkan badanku kesana-kemari. Rasanya sangat empuk, tidak seperti saat di rumahku. Kasur ku saja terasa sangat keras dan sempit untuk ku tiduri sendirian, tidak seperti sofa ini.Sofa? Eh, sebentar! Kenapa rasa sofa ini berbeda sekali saat tadi pertama ku tiduri. Tidak selembut seperti sekarang ini, aneh.Karena rasa penasaranku yang besar, ku buka dengan sangat perlahan sekali kedua mataku. Hal pertama yang ku tangkap setelah aku membuka mataku adalah sebuah ruangan seperti kamar yang sangat indah."Kamar siapa ini?" tanyaku kaget. "Dimana aku ini? Kenapa aku bisa disini?"Ku jelajahi setiap sudut ruangan ini, tapi tetap saja aku merasa asing.Apa aku diculik? Tempat ini terasa aneh dan asing bagiku, kalaupun memang aku sedang diculik, lalu kenapa si penculik itu tidak mengikat tangan dan kaki ku seperti di film-film?Hhh, seketika jiwa-jiwa aktingku meron
Baca selengkapnya
13. Bakso & hujan
"Bang Muis, pesan baksonya dua mangkuk ya." kataku pada bang Muis si penjual bakso langganan ku. "Siapp non Reva," jawabnya seperti biasa dengan semangat yang luar biasa.Aku duduk di kursi plastik yang memang di sediakan bang Muis setiap kali ada pembeli yang ingin makan disini. Bang Muis memang biasa mangkal di sekitaran sini, sayangnya satu kesalahan bang Muis yaitu tidak menyediakan tenda untuk para pembeli. Jadi, ketika makan kita akan langsung di suguhkan pemandangan langit di atas.Setiap kali aku ingin makan bakso, maka pelarianku adalah bang Muis. Pria dengan postur tubuh berisi dan tidak terlalu tinggi ini sangat ramah sekali, kulit sawo matang yang hampir mendekati busuk itulah yang semakin menambah daya eksotis dan ciri khasnya. Kata orang, orang hitam itu manis. Ya mungkin itulah sebabnya, hitamnya bang Muis bekerja."Bos, duduk disini." kataku menepuk kursi satu lagi yang ada di sampingku."Tidak ada tempat duduk ya
Baca selengkapnya
14. Artan sakit
Haaciimmm.Reva melirik Artan yang terus bersin-bersin sedari tadi."Maafkan aku," ucap Reva merasa tak enak, sebab karena dirinyalah Artan jadi terkena flu.Artan tak menanggapi Reva, ia lebih memilih tetap fokus menyetir menatap jalanan. Reva menggigit bibirnya, merasa tak enak hati pada Artan. Padahal Reva sudah meminta maaf, tetapi Artan sama sekali tak mau menjawabnya."Bos, marah ya?" tanya Reva takut-takut."Tidak!" "Terus kenapa diam saja bos? Aku kan udah minta maaf." kata Reva menundukkan kepalanya lesu."Memang kamu salah apa sampai harus minta maaf?" tanya balik Artan."Ya karena aku bos jadi flu gini, kalau saja tadi kita tidak makan bakso di tempat bang Muis, pasti kita gak kejebak hujan kayak gini." Reva menunjuk ke arah bajunya yang basah."Hhh, sudahlah jangan dibahas. Sekarang aku hanya ingin cepat sampai pulang ke rumahku setelah mengantarkanmu pulang." Artan merasakan hawa dingin ya
Baca selengkapnya
15. Kepanikan Reva
Johan menyimpan kembali ponselnya setelah selesai mengubungi Reva, ia melompat kegirangan karena berhasil membuat Reva panik saat mendengar kabar jika Artan sedang sakit."Pasti sebentar lagi dia akan datang," tebak Johan tersenyum bahagia.Johan memilih duduk di sofa ruang tamu rumah Artan, mulutnya bersiul gembira karena akan mempertemukan dua sejoli yang kerap kali adu mulut ini.Melihat Artan dan Reva ketika bersama seperti film kartun Tom and Jerry, film kartun kesukaan Johan sampai saat ini.Artan seperti Tom yang selalu gemar mengejar Jerry, dan Reva seperti Jerry yang begitu cerdas mengerjai serta mengelabui Tom.Pikiran Johan terus berputar saat pertemuan Artan dan Reva yang untuk pertama kalinya. Dari awal pertemuan mereka memang sudah terlibat adu mulut, tapi, entah kenapa Johan suka melihat mereka saat bersama.Apa mungkin mereka berjodoh? pikir Johan.Jika ya, maka Johan akan sangat senang sekali. Jika tidak, mungkin mere
Baca selengkapnya
16. Merawat boss Artan yang sakit
Reva menuang air dingin ke dalam wadah, kemudian ia membawa wadah berisi air dingin itu ke dalam kamar Artan.Di letakkannya wadah itu di nakas samping ranjang, kemudian mata Reva melihat ke segala arah seperti sedang mencari sesuatu."Cari apa?" tanya Johan masuk ke dalam kamar Artan."Pak Jo, ada sapu tangan bersih tidak?" "Sapu tangan?" Reva mengangguk.Johan merogoh saku jasnya, mengeluarkan sapu tangan miliknya dan memberinya pada Reva."Ini sapu tangan milikku, kebetulan aku suka membawanya kemana-mana." ujar Johan bercerita.Reva menerima sapu tangan itu dengan senang, ia langsung mencelupkan sapu tangan ke dalam wadah berisi air dingin. Reva peras air dingin itu sampai kering lalu ia tempelkan di dahi Artan.Johan salut dengan Reva yang cekatan langsung mengambil tindakan mengompres dahi Artan, suhu tubuh pria itu panas tapi syukurlah tidak demam tinggi."Pak Jo, jagain bos Artan ya, aku mau ke dapur sebent
Baca selengkapnya
17. Persyaratan gila & bubur kenikmatan
Aku menahan tawa melihat raut wajah Mak comblang itu yang kini merah padam, Reva mencak-mencak marah memprotes syarat yang aku ajukan. Syarat apabila aku menyetujui memakan bubur buatannya.Padahal selama ini aku sangat benci dengan yang namanya bubur. Selain teksturnya yang lembek, rasanya juga tidak enak. Entahlah, itu menurutku, makanya aku tidak pernah mau makan yang namanya bubur."Bos gila!" rutuknya mengumpati aku gila."Aku tidak bisa melakukannya, dan itu tidak mungkin aku lakukan." sambungnya lagi masih tidak terima dengan persyaratan gilaku."Ya sudah, aku tidak keberatan jika kau menolaknya. Dan buang saja bubur itu, aku juga lebih senang tak memakan apapun disaat sakit seperti ini." desahku pelan dengan suara lirih.Ku dengar ia menghela nafas panjang dan berat, mungkin itu tanda jika ia frustasi dan dilema dengan pilihan yang sengaja ku buat.Menyetujui persyaratan itu, atau menolaknya dengan catatan aku tidak akan mau memakan
Baca selengkapnya
18. Johan si pengintip
Ingin ku maki Johan yang mengintip aksiku bersama Reva di balik pintu kamarku. Oh, astaga! Kenapa aku melupakan mahluk satu itu yang ternyata masih di rumahku.Ku hentikan Reva yang kembali ingin menyuapiku bubur dengan mulutnya, ku dengar helaan nafas lega Reva. "Johan mengintip kita," ucapku pelan nyaris berbisik.Kedua bola mata Reva membulat besar, menatap horor ke arahku. Bukannya takut, aku malah terkekeh melihatnya yang seperti itu. Hei, ayolah, wajahmu itu malah semakin terlihat menggemaskan."Berhentilah mengintip, dan keluarlah dari persembunyianmu Jo." teriakku agar mahkluk tukang intip itu keluar dari sarang persembunyiannya.Johan membuka pintu kamarku sambil nyengir cengengesan, ia menggaruk tengkuknya yang ku tebak pasti tidak gatal sama sekali. Reaksi yang sering rata-rata pria lakukan ketika kami sedang gugup."Oh, maafkan aku, tadinya aku hanya ingin berpamitan pulang padamu bos. Tapi, aku malah melihat yang uwowww!"
Baca selengkapnya
19. Kandidat kedua
"Apakah pria itu masih lama datangnya?" tanya mbak Niken padaku.Ah ya, mbak Niken ini adalah wanita yang akan menjadi kandidat kedua untuk bos Artan. Aku harap kencan kali ini berhasil agar bos Artan bisa mendapatkan keinginannya lewat jasa kami sebagai Mak comblang."Sebentar lagi akan sampai kesini kok, mbak. Mbak tenang saja dan santai, ok!" kataku agar ia sedikit tenang.Aku tahu, ia gugup saat ini. Tentu hal ini wajar bagi seseorang yang ingin bertemu dengan lawan jenisnya untuk yang pertama kalinya.Aku sebagai Mak comblangnya pun juga ikut dapat merasakan suasana gugup itu. Jadi, pekerjaanku dan teman-temanku yang lainnya tak hanya asal sembarangan mencarikan pasangan saja untuk klien kami. Tapi, kami juga memikirkan bagaimana perasaan mereka yang gugup, menenangkan mereka setenang mungkin agar kencannya berhasil."Aku sudah sangat tidak sabar ingin bertemu secara langsung dengannya." ucap mbak Niken tersenyum padaku.Aku menganggukk
Baca selengkapnya
20. Dia ada disini?
"Ternyata kamu memang suka hujan ya, dasar pecinta hujan." katanya seraya menoel hidung mancungku.Aku membelalakkan mataku masih tidak percaya dengan kehadirannya. dia ada disini?!"A—Aldy." panggilku lirih, sedikit kecewa karena ternyata yang ku harapkan tak sesuai kenyataan.Tiba-tiba diriku mengharapkan jika Artan mengacaukan kencannya kali ini dengan mbak Niken. Aku berharap saat ada seseorang yang memayungiku saat ini adalah Artan yang menyusul kepergianku.Tapi keinginan hanyalah tinggal harapan semu, kenyatannya bahwa saat ini yang memayungiku dari air hujan adalah Aldy, sahabatku."Kenapa? Kaget ya ada aku disini?" tanyanya tersenyum.Tunggu! Sejak kapan Aldy merubah panggilan di antara kami yang awalnya lo gue jadi aku dan kamu? "Nanti akan ku jelaskan, sekarang ayo kita pulang." ajak Aldy meraih tanganku dan menggenggamnya erat.Aku yang masih belum berpikir jernih pun mengikuti langkahnya, dan masuk ke d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status