All Chapters of Kita yang Menjadi Kita: Chapter 31 - Chapter 40
115 Chapters
Perisai dari Kekejaman
 "Tempatnya begitu indah, Rena. Kamu harus ke sana sesekali, itu baik untuk dirimu. Apapun yang terjadi, cobalah untuk selalu bahagia karena bayimu membutuhkannya." Saat Luke masuk, suara Alexa menyambutnya. Ia tersenyum karena melihat seberapa besar usaha Alexa untuk menjadi dekat dengan Rena yang masih sedikit kaku."Membicarakan sesuatu?" Luke bersuara, menyadarkan kedua orang itu akan kehadirannya. Mereka terlihat hanya memasuki dunia mereka sendiri hingga tidak menyadarinya yang sudah bergerak sedari tadi di ruangan itu."Ya, tentang villamu. Rena harus mengunjunginya." Luke tersenyum saat mendengar sahutan Alexa. Perihal berlibur, Luke bahkan tidak sempat memikirkan hal itu."Ya, saran yang bagus." Luke menanggapi dengan suara yang terdengar ringan. Ia seperti benar-benar menganggap itu ide yang bagus."Kamu membawa sesuatu?" Alexa melihat sebuah bungkusan di tangan Luke hingga itu berhasil menarik sedikit perhatiannya."Ya, nutr
Read more
Tarikan Pelatuk
  "Bos! Mereka telah menyerang hingga ke dalam!" Seorang pengawal berlari tergopoh menghampiri mobil yang berhenti dengan bunyi decitan yang nyaring. Pengawal itu memegang sebuah senjata, tampak tertekan dan berkeringat banyak. Luke menajamkan mata dan napasnya terdengar memburu, amarah mulai memenuhinya. Sebenarnya ada satu yang ia takutkan, Riana. Perempuan itu ada di rumah sejak pagi dan tidak pergi ke manapun. Jeffrey meninggalkannya sebentar, Luke khawatir Riana terluka karena ketidakadaan mereka tadi. Ia terlambat dan ia khawatir kalau Jeffrey juga datang sedikit terlambat meski Jeffrey datang lebih cepat daripada dirinya. Suara tembakan yang nyaring sedikit menyentak Luke, menyadarkannya dari pemikiran yang mulai kacau. Ia mendesis dengan marah. Hal sialan ini terjadi di saat yang sangat tidak tepat. "Dimana Jeffrey?" Luke bertanya dengan teriakan. Ia telah menembakkan satu peluru pada salah seorang musuh yang mencoba melompat ke arahnya.
Read more
Malapetaka Setelah Luka
Luke mengendarai mobil dengan kesulitan, terluka karena tertembak mulai membuatnya merasa kewalahan. Ia sedang mencoba untuk fokus di antara rasa sakit. Tapi sebenarnya ini bukan hanya tentang rasa sakit, juga karena darahnya yang tidak berhenti keluar. Peluru itu tidak begitu dalam, tapi melukai pembuluh darah dan jaringan otot di lengan atasnya. Ia merasa kepalanya berputar. Luke berkendara dengan kecepatan tinggi saat merasakan rasa sakit semakin menyengat. Ia harus segera tiba di rumah sakit untuk perawatan luka-lukanya. Ia tidak ingin sesuatu menjadi lebih memburuk lebih dari ini. Sebenarnya ia tidak boleh runtuh. "Sial!" Luke berteriak. Ia sering terluka sebelumnya, tapi luka ini terasa berbeda. Apa musuhnya melumuri sesuatu pada peluru itu? Hingga kepalanya terasa memberat dan pandangannya memburam? Sial! Luke sudah tahu kalau pria itu adalah orang gila, tapi ia tidak tahu kalau pria itu bisa segila ini. Napas Luke terdengar putus-putus dan ia tidak menyadari kalau ia menginj
Read more
Cinta Terbesar
Hari telah mulai gelap saat Bella menghampiri Rena yang berdiam di ruangannya dengan masih duduk di kursi roda. Ruangannya gelap dan hanya diguyuri cahaya dari jendela yang tidak ditutup. Rena yang malang, ia semakin pendiam saat mengetahui kabar mengenai calon suaminya. Ia tidak menangis tersedu, tapi semua orang tahu ia begitu terluka. Ia memiliki sebuah kehidupan di dalam tubuhnya. Ia memiliki seorang bayi yang tumbuh dan berkembang di rahimnya. Bayi itu hidup dan bernapas di pelukannya. Ia harus tetap bahagia, itu yang orang-orang katakan karena itu untuk bayinya. Tapi apa lagi yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan kebahagiaan hatinya saat ayah dari bayinya berjuang melawan maut? Ia khawatir dan lebih dari itu, ia terluka. Memikirkan jika kemungkinan terburuk yang terjadi, ia tidak sanggup. Anaknya akan tumbuh tanpa hangatnya kehadiran seorang ayah. Anaknya akan mengalami hal yang sama seperti yang ia rasakan. Rena bernapas dalam sesak, tanpa sengaja mengulang lagi ingatan te
Read more
Mencintai Satu Orang
Amora memeluk tubuh gemetar Rena, mengusap bagian belakang kepala yang dilesakkan di perutnya. Berusaha menghentikan tangis yang masih sama keras seperti sejak seperempat jam tadi. "Luke akan baik-baik saja." Hendry yang tadi hanya berdiam kini berbicara, mencoba menenangkan kekasih sahabatnya. "Tapi kamu sendiri lihat ia seperti itu. Ia tidak membuka matanya. Luke terluka." Rena menjawab dengan suara yang teredam. "Ia baik-baik saja. Ia akan bangun." Sekali lagi Hendry berbicara, nada suaranya terdengar lebih yakin. "Bagaimana kamu bisa berbicara seperti itu, Hendry? Kamu tahu ia memiliki kemungkinan besar untuk pergi. Dengan cara bicaramu, apakah kamu bisa menjamin keselamatannya?" Rena menarik tubuh dan menatap Hendry dengan tatapan yang asing. Ia menjadi keras kepala. Tapi sebenarnya ia masih Rena yang sama. Hanya saja ia tidak mempercayai apa yang harus dihadapinya. Ia hanya lelah saat derita dengan tidak tahu diri terus membelenggu. Sedangkan Hendry berbicara dengan mudah, s
Read more
Dia di Antara Kita
 Rena menatap Luke dengan tatapan kerinduan. Itu adalah sebuah kebohongan jika ia hanya takut, takut akan kepergian Luke. Karena kenyataannya ia juga rindu, merindukan segala hal yang sosok tinggi itu miliki. Ia rindu saat sosok itu membuka matanya dan menunjukan mata kelopak bunga yang indah. Ia rindu saat sosok itu memanggil namanya dengan suara memuja dalam setiap detik panas mereka. Ia rindu saat Luke menanyakan keadaannya dengan suara lembut lalu mengecup dengan manis. Terlebih ia rindu pelukan hangat yang biasa pria itu berikan saat tidur menjemput. Ia rindu segalanya, karena ia mencintainya."Aku tidak berpikir kamu akan di sini." Sebuah suara mengintrupsinya, menariknya dari dunianya. Jane melangkah masuk. Tapi hanya dari bagaimana caranya berjalan, Rena tahu ia memiliki pesona yang membuat banyak orang tertarik. Rena segera menunduk saat rasa ketidakpantasan mulai mengisinya."Kupikir kamu tidak akan menghalangiku untuk bertemu dengannya, kan
Read more
Dimakan Khawatir
 Kini ruang Luke yang hanya berisi dua raga itu terisi dengan isak tangis. Bukan orang lain selain Rena yang menangis sendirian seperti itu. Semenjak mengandung ia menjadi lebih sensitif. Perasaannya menjadi lebih lembut sehingga ia merasa sedikit lebih rapuh. Lalu dengan keadaan yang seperti ini ia menjadi sulit untuk menerima sesuatu dengan mudah, sehingga perkataan Jane yang tajam terasa benar-benar melukainya. Karena perkataan itu tidak hanya tentang dirinya, tapi tentang bayi yang ada di kandungannya. Terlebih ini adalah kepemilikan Luke, sehingga Rena merasa takut jika bayi yang nanti ia lahirkan hanya akan menumbuhkan rasa malu."Luke ..." Rena mendekati ranjang Luke lalu memandang wajahnya dengan mata penuh luka yang terlihat menyakitkan."Luke, apa kamu mendengarnya? Apa kamu mendengar apa yang ia katakan tentang …" Rena tersedak tangisnya sendiri."… tentang bayi kita? A-aku harap kamu tidak mendengar apapun." Rena lalu menan
Read more
Penantian dalam Malam
 Rena tidak bisa menahan ledakan kesakitan dalam dadanya, ia menangis sangat kencang seakan ia tidak menangis sebelumnya. Wajahnya sudah memerah dan ia terlalu kacau. Rantai pesakitan terus membelenggunya, menghalanginya berdiri congkak untuk berusaha membuatnya setidaknya tampak tegar. Ia telah terluka setelah mengetahui calon suaminya mengalami kecelakaan. Ia juga telah menderita setelah mengetahui calon suaminya mungkin saja memasuki pintu kematian. Mungkin ia akan hancur jika calon suaminya benar-benar memasuki pintu itu, ia akan hampa dalam hidupnya yang penuh hiruk pikuk bunyi kesedihan. Ia akan tenggelam dalam lubang hitam tanpa dasar. Tempat yang begitu dalam dan kejam, gersang akan hawa kehidupan.Rena telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuanya. Hidup tanpa orang tua adalah penjara aneh tidak kasatmata, jerujinya adalah jeruji kesepian yang selalu menyakitinya. Tapi sesaat setelah ia bertemu Luke, pria itu meletakkan dirinya
Read more
Bintang Langit Malam
 "Kemana kalian akan pergi?" Ben bertanya pada Bella sesaat setelah melihatnya keluar bersama Rena dan Riana.Mereka terlihat kerepotan dengan banyak barang yang dibawa dalam gendongan. Padahal Ben yakin kalau dia tidak salah ingat saat ia sempat melihat sebuah koper di ruangan Rena.  Terlebih ini adalah pemandangan aneh untuk melihat Rena keluar. Calon suaminya baru saja tertimpa masalah, tidak mungkin kalau dia memutuskan untuk pulang detik ini juga."Apa yang terjadi? Kalian ingin pulang?" Kali ini Jeffrey yang bertanya. Ia sedikit heran karena melihat kekasihnya yang nampak sibuk membawa beberapa pakaian."Tidak, kami hanya akan ke ruangan Luke karena Rena ingin ke sana. Untuk pakaian itu, itu Rena yang meminta. Aku juga tidak tahu." Bella berbicara dengan matanya yang menatap gerak kerepotan Riana. Ia baru tahu kalau Riana sangat cekatan sampai sedikit ceroboh kalau itu mengenai adik kecilnya."Ruang pribadi Luke? Setelah sekian lam
Read more
Mimpi dan Keputusasaan
Rena masih menutup mata, tapi ia dapat merasakan cahaya menyilaukan dan terpaan angin sejuk di wajahnya. Ia merasa damai dan berencana untuk terus terlelap. Hingga sesuatu yang terasa seperti rumput menyentuh wajahnya, Rena akhirnya terbangun.Mata bermanik cokelatnya berpendar pada keindahan yang terasa tidak asing. Padang bunga daisy, ia kembali ke sini lagi. Tempat ini, tempat dimana ia mendapatkan tanda akan kepergian Luke. Tempat yang indah, tapi juga tempat yang membuatnya takut. Ia takut Luke akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal padanya saat ini. Namun jika hal itu terjadi, Rena akan melakukan apa yang pria itu katakan sebelumnya. Ia akan menggenggamnya.Kepala Rena menoleh dengan cepat saat mendengar bunyi gemerisik rumput di belakangnya. Kosong, tidak ada apapun di sana. Rena berdiri, bermaksud untuk mencaritahu karena apa bunyi itu muncul. Rena yakin itu bukan karena angin, suaranya terlalu kasar dan tidak mungkin dihasilkan kare
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status