All Chapters of Janda Laila: Chapter 41 - Chapter 50
103 Chapters
Introgasi
Kedua tangan Siska mengepal. Kemarahan terpancar dari kedua matanya yang memerah.“Kita makan dulu yuk!” Ajakku memecah ketegangan. Damar dan siska kompak menoleh. Menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti. Dipandangi seperti itu, aku merasa gugup.“Sekarang kan kita udah tahu titik terang siapa pelakunya.” Aku berucap sesantai mungkin. Padahal hatiku juga sama dengan mereka. Kesal dan kecewa. Damar menarik napas. “Ya udah, gue juga lapar.” Celetuk Damar.“Mendingan lo balik dah! Sumpek gue liat muka lo!” ujar Siska sambil mematikan laptop.“Gue mau makan dulu! Rejeki gak boleh ditolak!!” Imbuh Damar, bangkit. Berjalan melewatiku menuju meja makan.“Dasar cucunguk! Songong! Maen nyelonong aja!”“Udah biarin. Lagian dari tadi lo tuh ngomeeeel ... terus. Gak capek apa tuh mulut?”“Bodo! Mulut-mulut gue!!” sahut Siska k
Read more
Pertemuan Meyla dan Susi
PoV Bu SarnihHaris mematikan telepon sepihak. Dasar anak kurang ajar! Makin ke sini, sikapnya makin gak sopan! Sulit diatur!Tok tok tokPintu kamar diketuk. Aku membuka pintu. Rupanya Meyla.“Tante, sarapan belum?” Aku menggeleng.“Belum. Barusan habis teleponan sama Haris,” sahutku.“Oh ya? Mas Haris kapan mau ke sini? Aku kan kangen banget,” rengek Meyla. Aku tersenyum bangga melihat wanita yang bergelimangan harta merindukan anak semata wayangku.“Katanya dia masih sibuk. Tadi sih bilangnya lagi di perkebunan, Bogor. Lagi sibuk banget dia, Mey. Telepon tante aja bentaran doang. Tapi dia juga kangen lho sama kamu. Dia nitip salam.”“Iyakah?” Wajah Meyla berbinar. Aku mengangguk.“Hm ... Aku jadi tambah kangeeen ....” ucapnya. Matanya menerawang.“Sabar ya, Sayang ... nanti kan Haris bakal jadi suami kamu. Tiap hari bakal ketemu d
Read more
Terungkap
Sepanjang jalan aku menangis. Pikiran buruk berkecamuk. Entah bagaimana nasibku jika Damar tidak datang. Aku menoleh pada laki-laki bercambang tipis itu, tatapannya lurus ke depan. Fokus menyetir. Sekarang aku hutang budi.“Damar, terima kasih,” lirihku merunduk. “Iya. Udah jangan nangis terus. Mau makan dulu atau langsung pulang?”“Langsung pulang,” jawabku pelan.Selang tiga puluh menit, tiba di depan rumah. Mang Karman membuka gerbang. Damar memasukkan mobil ke dalam garasi. “Sebelum tidur makan dulu,” pesan Damar setelah mematikan mesin mobil. Kami pun keluar dari dalam mobil. “Ini kunci mobilnya. Aku langsung pulang.”“Gak masuk dulu?”“Gaklah udah malam. Pamit, ya?” Aku mengangguk. Setelah Damar pergi, aku bergegas masuk ke rumah. “Non baru pulang?” sapa Bi Inah saat aku menaiki anak tangga.
Read more
Meninggalkan Haris
 PoV Haris “Kata Haris, kamu itu wanita kaya raya tapi mat-re!!! Suka morotin duit Haris dan Ibunya!!” ucapan Tante Susi membuatku terlonjak. Tak menyangka ia berkata demikian. Kedua mata Ibu membesar. Tante Susi lancang sekali bicara seperti itu. Aduh, Bakal terjadi perang ketiga. Tatapan Meyla beralih padaku. Gawat! “Apa benar, Mas bicara seperti itu?” Meyla berbicara datar. Tidak terlihat kemarahan di wajahnya. Aku kira dia akan langsung ngamuk, marah-marah atau menamparku berulang kali. Untunglah tidak terjadi. “Eu, eu, a-anu, Mey—“ “Meyla, Sayang ... jangan dengerin ya omongan si Susi. Dia itu iri sama kamu, Mey ....” Ibu mencoba menenangkan Meyla. Mengusap-usap tangan Meyla. “Kalau benar Mas Haris bicara seperti itu, aku lebih baik mundur, Tan.” Meyla menepis tangan Ibu pada lengannya.&nb
Read more
Berziarah
 Hari ini, aku berencana ke kota Karawang untuk berziarah ke makam Ummi dan Abi. Hampir enam bulan tidak ke sana. “Lo sendirian ke sana?” tanya Siska di sambungan telepon, saat aku ijin tidak masuk kerja.“Iya,” sahutku sambil memasukkan pakaian ke dalam tas ransel. Rencananya mau menginap di sana.“Ya udah hati-hati. Oh iya, pelaku satunya belum ketangkep. Dia masih jadi buronan.” Aku menghentikan aktivitas. “Emang gak bisa besok-besok ke makam orang tua lo nya? Paling gak sampe polisi tangkep si pelaku.” Sambung Siska. “Gak bisa, Sis. Lo tenang, insya Allah gue baik-baik aja.”“Lo hati-hati.”“Iya. Udah ya, gue mau berangkat sekarang.”“Sip.” Aku langsung menggendong tas ransel, keluar kamar dan menguncinya. Menuruni anak tangga, terlihat Bi Inah sedang mengepel.“Bi, Laila b
Read more
Mungkin Tidak Waras
 PoV Haris “Bu, itu bukan Meyla,” ucapku mengingatkan Ibu. Ibu masih saja menyilangkan tangannya ke pinggang wanita yang tidak kutahu namanya itu. Taksi yang kupesan pun datang. Aku menarik lengan Ibu agar terlepas dari pinggang wanita berdress tersebut. Wanita itu mulai risih. “Ayok, Bu! Kita pulang! Meyla udah nungguin Ibu di rumah.”Ibu melepaskan pelukannya. Menatapku. “Meyla nunggu Ibu di rumah?” “Iya.”“Ayo! Ayok kita pulang. Meyla ... tante dataaaangg....” Ibu bergegas masuk ke dalam taksi. Padahal aku belum bilang kalau taksi itu pesananku. Benar-benar aneh tingkah ibu sekarang. “Mas, lebih baik Ibunya dimasukin ke rumah sakit jiwa. Bahaya kalau dibiarin keluyuran begitu.” celetuk wanita tersebut. “Maaf, Mbak. Ibu saya gak gila
Read more
Anak Angkat
 Ternyata masakannya enak juga. Walaupun dengan menu sederhana. Apalagi goreng ikan Lelenya, gurih! Tak terasa nasi di atas piring sudah habis tanpa sisa. Begitu pula dengan sambal terasinya. Benar-benar mantap! “Enak ‘kan?” Damar bertanya sambil memerhatikanku. Aku kikuk dibuatnya. “Iya enak," sahutku malu-malu. “Iyalah, piringnya sampe bersih!” celetukkan Damar membuatku semakin tersipu malu. Aku diam tak menanggapi guyonan laki-laki berkemeja biru muda itu. “Mau nambah?” tanyanya yang kutanggapi dengan menggeleng cepat. “Udah kenyang,” sahutku menyeruput teh hangat yang berada di sisi. Segar ... apalagi cuacanya mendung begini. Membuat badan terasa hangat. “Aku mau bayar dulu.” Damar beranjak menemui penjual pecel tersebut. Selesai membayar, Damar meng
Read more
Panti Asuhan
PoV Haris“Har, Haris!” “Iya, Yang?” Tante Susi menepuk bahuku, embuyarkan lamunan. Aku masih tak percaya kalau selama ini ibu hanya menjadikanku Sapi perah.“Malah ngelamun. Jadi sekarang Ibu kamu gimana keadaannya?” tanya Tante Susi menatapku. Aku mengembuskan napas.“Masih kayak orang gila. Nyebut-nyebut nama Meyla terus.” Guratan wajah tante Susi terlihat tidak suka.“Ibu kamu terlalu obsesi pengen punya mantu kayak si Meyla. Jadiilah gila begitu. Padahal aku juga tak kalah cantik dari si Meyla. Aku cantik, seksi, montok, kaya raya, Apalagi coba yang kurang? Dasar gak waras.” Mulut tante Susi menyerocos tiada henti.“Sudahlah, ibu gak suka karena Yangsus janda.” Tante Susi terlihat gusar.“Janda perawan kan sama-sama perempuan. Malah banyak tuh, perempuan yang belum nikah tapi udah gak perawan. Mending akulah, gak perawan juga ya jelas karena p
Read more
Cerita Nafisa
Pagi harinya kulihat Nafisa sedang menikmati sarapan. Aku duduk di kursi yang bersebrangan dengannya.“Pagi, Laila.” Sapa Nafisa menggigit roti.“Pagi,” sahutku sambil mengolesi roti tawar dengan selai.“Ada beberapa hal yang mau aku bicarain. Apa kamu buru-buru?” Celetuk Nafisa setelah ia meminum susu.“Enggak. Bicara apa?” Kulihat Nafisa yang mengenakan kaos lengan panjang dan celana jeans dengan lekat.“Pertama, tujuan aku ke sini sebenarnya mau mengembalikan uang tabungan Ummi. Jadi begini, uang tabungan Ummi yang aku bawa kabur, aku gunakan untuk modal usaha bersama Jhoni di Amerika. Usaha kami berjalan dengan lancar. Aku membuka usaha restoran. Jhoni yang memang pernah menjadi chef di salah satu hotel, akhirnya bisa membuat restoran kami semakin maju.” Nafisa menjeda bicara, ia meneguk kembali susu yang tinggal setengah.“Aku pikir, Ummi dan Abi masih ada. Aku ke s
Read more
Kabur
PoV Haris Tak berapa lama, wanita renta dengan gamis hitam kerudung putih datang menghampiri. Wanita itu duduk di atas kursi roda didorong oleh wanita yang menyambut kedatangan kami.“Bunda, dua orang ini yang ingin bertemu. Mas, Mbak, beliau adalah Bunda Fatimah. Pengurus panti yang lama.” Wanita berkerudung hijau memperkenalkan. Aku tersenyum sambil mengangguk.“Kalian siapa? Mau apa?” terdengar parau suara Bunda Fatimah. “Saya Susi, ini Haris. Katanya, Haris dulu pernah tinggal di sini.” Tante Susi membuka suara. Bunda Fatimah membenarkan letak kaca mata. “Oh begitu. Haris, mau tau asal usulnya?” Aku mengangguk mantap. Rasanya sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa kedua orang tua kandungku. Jika mereka berasal dari keluarga kaya raya seperti di film-film, dengan senang hati aku akan tinggal bersama mereka dan meninggalkan Tante Susi yang perhitungan itu. tapi kalau sebaliknya,
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status