Semua Bab Janda Laila: Bab 31 - Bab 40
103 Bab
Villa
Aku bergegas masuk lift, meninggalkan Bu Sarnih yang masih berdiri. Raut wajahnya nampak kesal. Beberapa kali ia menghentakkan kaki.Lift berhenti lantai empat. Di mana ruanganku dan staff berada. Aku berjalan santai melewati lorong yang tidak terlalu ramai. Beberapa karyawan menyapaku ramah saat berpapasan. Aku mengayunkan langkah hingga di ruang paling ujung, yakni ruanganku.Baru saja menghempaskan bokong, Siska menyembul dari balik pintu. Masuk dan menutup pintu kembali. Lalu tanpa basa-basi ia bertanya, “Mau ngapain  ibunya si Haris?”“Pengen tinggal di rumah gue!” sahutku tanpa menoleh. Membuka laptop, memeriksa laporan keuangan.“Terus apalagi?” Siska menarik kursi, duduk bersebrangan denganku.“Katanya Haris dikasih apartemen sama pemilik kontrakan. Tapi ibunya gak mau tinggal di sana.” Imbuhku. “Lah tumben gak mau diajak ke apart? Dia udah ikhlas hidup
Baca selengkapnya
Meyla dan Bu Sarnih
PoV Bu Sarnih“Laila, SOMBONG!!! Aku udah ngerendahin diri masih saja sok kaya! Apa salahnya aku tinggal bareng dia? Rumahnya kan luas, banyak makanan, gak bakal dia jatuh miskin Cuma ngasih makan aku doang! Emang dasar wanita angkuh!! Pelit!!” Sejak keluar dari kantor Laila, bibirku rasanya gatal sekali. Tak ingin berhenti memaki dan mengumpat Laila.Si Haris lagi, jadi laki-laki bodoh! Lemah! Kalau begini, aku merasa sia-sia udah pungut dia dari panti asuhan. Padahal dari dulu, tujuanku adopsi Haris tiada lain untuk mendapat belas kasihan dari orang sekitar. Mendapat uang tanpa banting tulang. Sejak suamiku pergi gara-gara kepincut janda gatel, mau tak mau aku harus mencari nafkah sendiri. Sebenarnya aku sudah empat kali menikah. Tapi pernikahanku tak pernah berlangsung lama, mereka meninggalkan karena aku tak bisa memberi keturunan. Makanya, untuk mensiasati, aku pura-pura menganggap Haris adalah anak kandung dari pernikahan dengan sua
Baca selengkapnya
Kejadian di Villa
Aku membelah kerumunan para karyawan. Ternyata Gita yang tadi berteriak. Gita mendekatiku, jarinya menunjuk ke sebuah kardus berisi dua ekor ayam hitam yang sudah mati yang berlumuran darah. “Bu, i-itu ....” Aku mengikuti arah jari Gita. Di balik semak ada sebuah kardus, terdapat selembar kertas di atas dua bangkai itu yang bertuliskan.“LAILA TUNGGU KEHANCURANMU! AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN PERUSAHAANMU MAJU!!”“Astaghfirullah!!” Aku memekik menutup mulut. Kerjaan siapa ini? “Gita gimana ceritanya kamu temukan kardus itu?” tanyaku pada Gita yang wajahnya terlihat pucat. Gita mengatur napas. Ia masih terlihat ketakutan.“Ta-tadi, waktu saya mau ambil piring di dapur. Saya denger suara kasak-kusuk di sini. Pas saya lihat ada seorang laki-laki yang naro kardus itu. Terus laki-lakinya lari. Penasaran, saya buka kardusnya. Ternyata ....” Raut wajah Gita penuh rasa takut. Dia pasti sangat sh
Baca selengkapnya
Keputusan Bu Sarnih
PoV Bu Sarnih“Coba dicari lagi, Mey. Kali aja keselip dompetnya.” Aku berkata pada Meyla. Menyuruhnya agar lebih teliti mencari.Kalau sampai dompet Meyla gak ketemu, bisa gawat!“Gak ada, Tan. Soalnya tadi aku buru-buru ke sini. Takut Tante nunggu lama. Ya ampun, gimana dong, Tan?” Meyla mengeluh. Wajahnya nampak sedih sekali. Ah, aku jadi tak tega. Melihat calon menantuku sedih begitu. Ya sudahlah, biar aku saja yang bayarin.“Sudah, Mey. Jangan sedih begitu. Kan masih ada Tante. Biar tante saja yang bayarin makanan ini.” Meyla menatapku. Kedua matanya berkaca-kaca.“Tante serius?” Meyla menggenggam tanganku.“Iya, Mey. Cuma makanan segini harganya paling berapa. Udah kamu tenang aja. Mas, berapa totalnya?”“Ini, Bu.” Aku mengambil nota yang disodorkan oleh pelayan tersebut. Menelan air liur melihat deretan angka.Tiga juta sembilan ratus lima puluh
Baca selengkapnya
Siapa Pelaku Teror?
Mendengar pertanyaan Damar, darahku mendidih. Amarah seketika membuncah. Didiamkan, dia malah melunjak. Aku berdiri. Menatap Damar nyalang. Ia mendongak.“Jangan mentang-mentang kamu keponakannya Siska berani godain aku ya? Aku emang janda, tapi bukan perempuan murahan yang gampang kamu rayu-rayu!!” ucapku dengan suara lantang, menatap Damar sengit. Laki-laki berkumis tipis itu berdiri. Menyeimbangkan tubuh denganku. Senyum yang terukir di wajahnya sirna. Kening Damar berkerut. “Aku gak maksud gitu, Laila.” Tak kuhiraukan ucapan Damar. Berlalu meninggalkannya yang masih mematung. Kunaiki anak tangga menuju kamar paling ujung.Beberapa pasang mata menatapku heran. Bahkan ada yang sempat menyapaku namun aku tetap bungkam, memilih berjalan cepat. Kubuka pintu kamar, lalu membantingnya.Brukh!!“Buset! Kesambet setan apa lo?” tanya Siska mengalihkan tatapannya dari laptop ke arahku. Aku duduk di sisi ranj
Baca selengkapnya
Pertengkaran
PoV HarisIbu dan Tante Susi beradu pandang. Kedua mata mereka saling melotot. Masing-masing tangannya mengepal. Rahang terlihat mengeras. Aku mengaruk-garuk kepala dengan kasar. Pusing menyaksikan tingkah mereka.Ibu sudah keterlaluan! Terlalu berambisi pada Meyla. Ibu lupa kalau uang lima juta yang kemarin aku berikan itu pinjaman dari Tante Susi.“Sudah, Bu! Sudah!” Aku mengalihkan Ibu dan tante Susi. Tante Susi kini menatapku. “Apa benar Haris, kamu akan menikah dengan perempuan bernama Meyla?” tatapan Tante Susi terlihat sangar. Seperti mata burung Elang yang ingin menerkam mangsanya. Aku mundur beberapa langkah. Tubuh Tante Susi terus saja meringsek hingga aku menyandar pada pintu. “Tenang, Tante ... tenang dulu. Ibu lagi emosi, wajar kalau bicaranya melantur,” ucapku sambil tersenyum. “Melantur???!! Kamu bilang Ibu melanturr?? Dasar anak durhaka! Kamu lebih memilih si J
Baca selengkapnya
Mengecek CCTV
“Bu Laila, kuenya gak dicicipi? Tenang, Bu ... kue ini gak basi kok. Gak aku kasih racun juga. Hehehe .... ” Candaan Adam membuyarkan pikiranku. Aku tersenyum canggung.“Nih, aku cicipin,” sahutku kemudian.Usai mencicipi kue pemberian Adam, aku dan Siska menuju ruang monitor CCTV. “Pagi, Neng Laila?” sapa Pak Karja, Satpam Villa. “Pagi. Pak, kunci ruangan ini di mana ya?” tanyaku pada laki-laki yang telah belasan tahun mengabdi.“Lagi gak dikunci, Neng. Barusan Bapak habis ngecek monitornya,” sahut Pak Karja. “Oh kebetulan. Kami juga mau ngecek sebentar. Ya udah, Sis. Yok kita masuk! Pak, kami tinggal dulu ya?”“Iya, Neng.”Aku bergegas menuju meja yang berderet tiga televisi. Selama ini tak pernah aku mengecek CCTV. Cuma tahu dari Ummi, kalau Abi memasang banyak CCTV di Villa. Monitor pertama, CCTV Villa pert
Baca selengkapnya
Di Rumah Meyla
PoV Bu SarnihTak kusangka, anak yang sudah kubesarkan selama ini, berani melawan dan meninggalkanku. Haris lebih memilih janda genit dari pada aku, ibunya. Air mata sudah tak lagi dapat kutahan. Mengalir deras membasahi pipi. Meratapi kelakuan kurang ajar anak yang selalu kuakui sebagai anak semata wayang.Hatiku benar-benar sedih dan kecewa oleh sikap Haris. Aku yakin, Harus sudah dipelet oleh Susi. Janda genit itu memang gak tau diri. Sudah tua, masih saja deketin Haris. Aku mendesah. Menarik napas perlahan. Bagaimana pun aku tak boleh terpuruk, apalagi sampai sakit. Kalau aku sakit, siapa yang mau merawat? Haris sudah tidak bisa aku andalkan.“Bu, ibu baik-baik aja?” Salma menegurku. Aku tak menjawab.“Salma pamit pulang, Bu. Terima kasih sudah mau terima Salma di sini.” Salma menggapai telapak tanganku, lalu menciumnya. Salma telah pergi. Tinggallah aku seorang diri. Aku duduk di kursi depan. Me
Baca selengkapnya
Mengungkap Pelaku Terror
Penjelasan Damar membuatku dan Siska tercengang. Kalau memang benar, saat itu Damar tertidur, pasti sepatunya diambil pelaku. Atau mungkin sengaja ingin mencari kambing hitam.Tapi kenapa harus sepatu Damar?“Lo gak bohong ‘kan?” telisik Siska menatap tajam Damar.“Ya ampun, Tan. Lo kenal gue dari kecil!! Gue gak sepengecut itu!!” Tandas Damar. Aku tahu, ia pasti sangat frustasi mendapat tuduhan seperti itu.“Tapi lo suka jahil!” Siska masih tak mau kalah. “Au dah! Terserah!” Damar berlalu. Ia meninggalkanku dan Siska.“Sis, sabar ... kita kan udah denger penjelasan Damar. Kali aja dia jujur. Nanti kita pastiin sambil lihat rekaman CCTV ini, bener gak yang diomongin dia. Oke?” Siska menarik napas. Lalu mengangguk.“Tapi gue gak akan ngediemin orang-orang yang berusaha ngehancurin perusahaan kita, Laila. Kalau perusahaan ini bangkrut, banyak orang yang kehi
Baca selengkapnya
Haris Kecewa
PoV HarisTiba di apartemen, Tante Susi langsung merebahkan tubuh moleknya di atas kasur ukuran king size. Tak kusangka, tante Susi memiliki apartemen yang cukup mewah. “Sini, Sayang,” panggil tante Susi menjentikkan jarinya. Aku mengulas senyum sambil berjalan mendekati tante Susi yang tidur dengan posisi miring. Belahan gunung kembar wanita yang usianya hampir setengah abad itu terlihat jelas. Aku menelan saliva.“Kenapa sih masih malu-malu?” tanya tante Susi, kini jarinya membelai tanganku.“Bukan malu, Yangsus ... tapi mau ....” jawabku sembari menjawil dagunya. Tante Susi tersenyum nakal. Menit berikutnya kami sudah tenggelam dalam lautan gairah birahi yang sudah memuncak.*** Pukul delapan malam, tante Susi sudah bersiap-siap pulang.“Kenapa gak nginep di sini aja sih, Yang?” Aku bertanya sembari memeluk pinggangnya dari belakang.“Malam in
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status