All Chapters of Janda Laila: Chapter 51 - Chapter 60
103 Chapters
Pinggir Trotoar
PoV LailaPerjalanan menuju kantor terjebak macet. Mungkin karena aku datang lebih siang dari biasanya. Pembicaraan dengan Nafisa lumayan menyita waktu. Tapi tak masalah, dengan begitu, aku jadi tahu kalau Nafisa masih seperti dulu. Apalagi dia masih sempat membelikanku, Mang Karman dan Bi Inah oleh-oleh. Sudah menjadi kebiasaan dia sedari dulu. Selalu membelikan buah tangan kepada kami.Kesalahan Nafisa Cuma rela kabur bersama Jhoni dan membawa uang tabungan Ummi yang tidak sedikit. Meskipun uang itu sekarang sudah dikembalikan. Di tengah kemacetan, mataku menangkap sosok yang tak asing sedang duduk bersandar di tiang listrik sambil tertawa. Penampilannya sangat urak-urakkan. Aku membuka jendela mobil, memastikan siapa wanita yang sedang duduk di pinggir trotoar jalan raya. Mataku membulat saat menyadari siapa wanita tersebut.“Ibu? Itu kan Ibunya Haris?” Karena kendaraanku berada di sisi kiri, sosok Ibu sangat jelas. Aku melihat ke dep
Read more
Rumah Sakit Jiwa
l“Lo yakin itu ibunya Haris?” Sepertinya Siska tidak percaya dengan ucapanku.“Gue yakin. Tadi gue udah nyuruh Meyla nemuin Ibunya Haris di pinggir trotoar.”“Dia mau?”“Mau. Katanya lagi otewe.” Siska menyilangkan kakinya.“Gue jadi penasaran. Bener gak ibunya Haris jadi gila.”“Gue gak bilang dia gila. Cuma penampilannya aja kayak orang gila.”“Elah sama aja. Ya udah, gue mau lanjut kerja.” Aku mengangguk. Membiarkan Siska melangkah keluar ruangan.Satu jam kemudian, ada pesan dari Meyla. Sebuah foto Ibunya Haris.[Lai, Ibunya Haris mengenaskan. Aku gak berani deketin. Tapi aku udah telepon ambulance rumah sakit jiwa. Biar petugas saja yang bawa dia.] Setelah membaca pesan Meyla, aku langsung menelepon.“Halo, Lai ....”“Benar kan itu ibunya Haris?”“Iya bener. Aku ngeri lia
Read more
Diajak Nikah
PoV HarisMalam ini, tante Susi tidur di apartemen menemaniku. Tumben sekali janda montok itu langsung terlelap tidak meminta jatah seperti biasa. Aku menatap wajah wanita yang usianya lebih tua dariku. Memang tidak terlalu cantik, tapi aku merasa dia tulus sayang padaku.Seharian tadi setelah pulang dari panti asuhan, Meyla menelepon. Aku kira ada apa. Ternyata dia memberitahu kalau Ibu sudah dibawa ke rumah sakit jiwa. Awalnya aku marah, karena merasa Meyla terlalu lancang memasukkan ibu ke rumah sakit jiwa tanpa meminta ijin padaku terlebih dahulu. Akan tetapi, setelah tahu Meyla sudah membayar seluruh adiministrasi rumah sakit, amarahku sedikit reda. Walau tak henti-henti tante Susi menyalahkan Meyla sebagai penyebab ketidakwarasan Ibu.“Sayang ... kamu belum tidur?” Lirih suara tante Susi. Aku mengusap rambutnya.“Belum,” sahutku menatap wajah tanpa polesan make up itu. Tante Susi kembali menatapku.&
Read more
Cemburu
Sudah setengah jam kami berempat menunggu kepergian Haris dan pacarnya dari rumah sakit di dalam mobil. Aku dan Siska ingin menemui ibunya, ingin mengetahui keadaanny. Kalau ada Haris di dalam, terus aku dan Siska menjenguk Bu sarnih,  dia pasti menaruh curiga. Curiga aku dan Siska tahu dari mana kalau ibunya ada di sini. Namun hingga kini dua orang itu tak kunjung keluar.“Halah, buang-buang waktu. Udahlah, besok aja kita ke sini lagi. Gimana Laila?” Suara Siska memecah keheningan. Aku menoleh ke arahnya, mengangguk lemah.“Aku juga pengen istrihat nih, rasanya capek banget.” Meyla mengeluh. Menarik kedua tangan ke depan dengan melipat jari-jarinya. Aku lihat Damar memandang wajah Meyla simpati. Memang sahabatku itu sekarang duduk di depan, di samping Damar.“Sabar ... nanti sampai rumah langsung mandi, pasti badan kamu langsung seger.”  Entah kenapa mendengar perhatian Damar pada Meyla perasaanku jadi tak men
Read more
Haris Bertemu Nafisa
Laila menoleh, aku memamerkan senyum termanis. Senyuman yang dahulu selalu mampu meluluhkan hati para cewek, tak terkecuali Laila. “Jangan mimpi!!” Aku terkejut mendengar jawaban Laila. Aku pikir dia mau rujuk. Mantan istriku langsung pergi. “Laila tunggu!” Laila tetap berjalan cepat. Tak menoleh apalagi menyahut.Sudahlah, kalau memang Laila gak mau, ya gak apa-apa. Masih ada tante Susi. Walaupun dia sudah tua, tapi banyak harta. Apalagi dia bilang tak perlu aku capek-capek kerja.Aku kembali melihat Ibu dari kaca jendela kamarnya. Keadaan ibu masih sama. Badannya terlihat lebih kurus. Setelah melihat kondisi ibu, aku segera pulang. Ke rumah tante Susi.*** Keesokan harinya, aku dan tante Susi kembali ke panti asuhan. Sesuai perintah Bunda Fatimah. Kami dipersilahkan masuk oleh wanita dua hari lalu yang menyambut kami.“Silahkan duduk, Bunda sudah menunggu Mas dan Mbak. Sebentar say
Read more
Titik Terang
“Itu kucing lewat,” jawab Siska diiringi kekehan. Sial! Aku dikerjain.“Habisnya lo ngelamun mulu. Jangan mikirin si Damar ama Meyla, mereka gak bakal ngapa-ngapain.”“Apaan sih lo?” Gengsi kalau aku mengakui cemburu di depan Siska. Sepanjang jalan kuputuskan untuk tidak berbicara dengan Siska. Malas!!Tiba di rumah aku membanting pintu mobil. Siska hari ini benar-benar menyebalkan.“Woi, besok jam berapa ke rumah sakitnya?” teriak Siska dari dalam mobil.“Serah!” Sebal banget punya sahabat kayak Siska. Kerjaannya ngeledekin, sok tau, kepo. Aku langsung melangkahkan kaki ke kamar. Menghempaskan tubuh di atas kasur, menatal langit-langit kamar. Bayangan Damar dan Meyla melintas kembali. Aku bangkit, duduk bersila. Mataku tertuju pada tiga koper milik Nafisa. Kuhampiri koper tersebut dan aku buka satu persatu.Pertama aku buka koper yang isinya oleh-ole
Read more
Tes DNA
PoV Haris“Sejak kapan tanda ini ada?” Tunjuk Nafisa pada tanda bulat berwarna coklat di telapak tanganku.“Sejak kecil. Emang kenapa?” Nafisa kembali duduk. Kedua matanya nampak berembun. Kenapa Nafisa bertanya tentang tanda lahir ini? Apa mungkin dialah saudara kandungku? “Kamu hari ini sibuk?” tanya wanita berambut sebahu. Aku menggeleng.“Kita ke rumah sakit untuk tes DNA. Kemungkinan besar kamu adik aku.” Perkataan Nafisa menyentakku. Bahagia sekali jika Nafisa adalah saudara kandungku. Sepertinya dia orang kaya, aku pasti dari keluarga yang kaya raya.“Ya sudah, kalau gitu kita ke rumah sakit sekarang.” Cetus tante Susi berbinar. “Oke, aku mau dites DNA sekarang.” Aku menimpali. Rasanya sudah tidak sabar melihat kenyataannya. “Alhamdulillah kalau kalian sudah menemukan keluarga yang sebenarnya. Semoga saja, keluarga k
Read more
Di Butik
POV Laila“Kayaknya bukan Haris kamu. Masa sih Ummi Abi ngijinin kamu nikah sama laki-laki yang gak jelas asal usulnya,” ucap Nafisa di ujung telepon.“Iya. Adik kamu pasti orang baik. Ya sudah, aku mau mandi dulu nih. Baru pulang. Nanti kabari aja kalau udah ketemu sama adik kamu.”“Siap. Sekalian aku kenalin. Kali aja kalian berjodoh!” Kelakar Nafisa, aku tanggapi ketawa.“Ngaco! Enggak! Aku gak mau nikah dulu. Masih trauma!”“Iya, iya.”Klik.“Nafisa?” tanya Siska. Aku mengangguk.“Dia mau ketemu adik kandungnya.”“Oh syukurlah. Tadi gue denger lo nyebut nama Haris. Apa hubungannya ama dia?” Aku meletakkan tas di jok belakang.“Itu, kata Nafisa. Nama adik dia juga Haris.” “Wah, jangan-jangan adiknya itu si Haris parasit.” Siska mulai menaruh curiga.“Emang nama Haris dia
Read more
Mantan Pacar
Plakk!!Kutampar pipi Haris dengan keras. Kurang ajar! Beraninya dia bilang aku selingkuh. Laki-laki itu memegang pipi, meringis kesakitan.“Haris, kamu baik-baik aja?” Wanita di sampingnya cemas. Pipi mantan suamiku itu dielus-elus. “Sekarang kamu berani tampar aku, heuh???” Kedua mata Haris nyalak menatapku.“Jelas aku berani. Mulut kamu itu kayak comberan. Seenak jidat ngatain orang selingkuh. Jelas-jelas kamu yang selingkuh!!” Aku benar-benar geram dan muak melihat si Haris. Kadang aku heran, kenapa ketemu manusia bermuka Badak terus sih?“Terus ngapain kamu ke sini, pilih gaun pengantin segala, kalau bukan mau nikah lagi??”“Eh, Parasit! Makanya jadi orang tuh tanya dulu sebelum menjudge!” Siska menyela. “Haris, jadi ini mantan istri kamu?” Wanita di sebelah Haris bertanya menatapku dan Siska bergantian.“Iya. Dia yang namanya Lai
Read more
Licik
PoV HarisTak kusangka, Laila berani menamparku di depan Siska dan Susi. Bagaimana bisa, wanita yang dulunya sangat lemah lembut berubah jadi kasar?? Ini pasti karena hasutan sahabatnya! Siska, si tomboy! Bukan hanya Laila yang kena hasutan Siska, Susi juga. Sikap Susi berubah 180 derajat setelah bertemu Laila dan Siska. Sialan!“Yangsus, tunggu! Tungu dulu!” kutarik lengan Susi. “Lepasin! Lepasin tangan aku!!” Tak kudengar ucapannya, tetap menggenggam dengan kuat.“Diam! Dengerin aku dulu!” Susi mulai melemah, tidak meronta-ronta lagi.“Jangan dengerin omongan Siska. Dia bilang kayak gitu karena sakit hati. Dulu, Siska pernah suka sama aku juga, tapi aku lebih memilih Laila.” Tentu saja, penjelasanku penuh kebohongan. “Laila gak tau, kalau sahabatnya itu suka sama aku. Padahal, Siska suka diam-diam menggoda.” Kalau bicara ngarang, aku emang j
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status