Semua Bab Aku Madu: Bab 51 - Bab 60
119 Bab
51. Rindu
 Fathir mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Pria itu sedikit memijat-mijat kepalanya yang terasa pusing saat memandang laporan keuangan yang ada di layar monitornya. “Permisi pak, ada ibuk Farah.”  “Suruh masuk," ucapnya. “Silahkan buk," ucap Tia yang mengeser posisi berdirinya. “Terima kasih," ucap Farah yang terdengar tidak biasa. Farah memandang pintu ruangan suaminya yang sudah ditutup dari luar oleh sekretarisnya.  Fathir yang duduk di kursi sambil tersenyum memandang Istrinya.  Farah berjalan mendekati suaminya. Ia melepaskan paper bag yang dibawanya ke atas meja. “Apa mau langsung makan mas," ucapnya.  Fathir diam memandang istrinya. Fathir tidak menduga perubahan sikap Istrinya yang begitu sangat drastis. “Kepala ku lagi pusing bange
Baca selengkapnya
52. Tidak bisa dekat
  Fathir membuka pintu kamarnya dan memandang istrinya yang sedang tertidur di atas tempat tidur. Fathir mendorong pintu kamarnya dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara berisik. Pria itu masuk ke dalam kamar dengan sangat pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara yang membangunkan istrinya.    Fathir tersenyum saat mamandangi istrinya yang sedang tertidur sangat lelap. Ia membungkukkan tubuhnya dan mencium kening istrinya.   "Abang sudah pulang?" ucap Carissa yang membuka sedikit matanya dan memandang suaminya.   “Iya sayang gimana tadi, apa mau makan?" tanya Fathir sambil duduk di bibir tempat tidur. Pria itu mengusap kepala istrinya.   Carissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya, “tadi makannya banyak,” ucapnya yang begitu sangat senang.   Mata Fathir terbuka lebar saat mendengar ucapan Istrinya. “Beneran,” tanyanya.   Clarissa
Baca selengkapnya
53.Pengen Jalan-jalan
 Fathir sudah mulai merasa sangat lega ketika melihat perkembangan kondisi istrinya, kondisi istrinya sudah semakin membaik. Istrinya juga sudah mulai banyak makan.  "Risa senang kata dokter hari ini Risa sudah boleh keluar kamar,” ucapnya yang tersenyum lebar memandang wajah suaminya. “Kalau udah kuat jalan-jalan, nanti kita akan jalan-jalan," ucap Fathir memandang wajah istrinya dan mengusap kepala istrinya. Fathir tahu Istrinya pasti sudah sangat bosan berada selalu di dalam kamar seperti ini.  “Jalan-jalannya ke mana Bang. Risa pengennya ke pantai,” ucap Clarissa. “Ke pantai boleh, kita cari pantai yang paling dekat dari sini,” ucapnya. Clarissa diam dan memandang wajah suaminya. Clarissa sangat ingin bisa merasakan yang namanya bulan madu seperti yang banyak diceritakan orang. “Kenapa,&rdqu
Baca selengkapnya
54. Terima Kasih Sayang
  Fathir menyalakan televisi yang ada di dalam ruangannya. Darahnya mendidih saat melihat berita gosip selebriti dari televisi. Fathir seakan tidak percaya saat melihat berita itu. Namun wajah wanita yang disorot kamera itu benar Istrinya. Fathir mendengar telpon yang berdering di dalam ruangannya. Pria itu mengangkat gagang telepon tersebut.  “Halo pak maaf, banyak wartawan yang datang dan mencoba untuk masuk ke sini. Beberapa orang dari mereka ingin langsung mewawancarai Bapak," ucap Tia yang berbicara dengan sangat tergesa-gesa. “Bilang dengan security agar tidak memberikan izin untuk wartawan masuk. Saya menolak untuk menerima wartawan saat ini. Saya akan melakukan klarifikasi nanti. Saya akan menentukan waktunya," ucap Farhir.  “Baik pak,” jawab Tia. Fathir meletakkan gagang teleponnya. Ia begitu sangat marah, baran
Baca selengkapnya
55. Tidak Bisa Terima
 Fathir belum bisa menghilangkan rasa sakit dihatimu. Apa yang dilakukan oleh istrinya benar-benar tidak bisa diterimanya. Sebagai seorang suami aib terbesar baginya disaat Istrinya bermain di belakang punggungnya.   Fathir memandang ponselnya yang berulang kali berdering ketika Farah menghubunginya. Tatapan matanya beralih memandang pintu kamarnya yang terbuka. Fathir tersenyum memandang Clarissa yang membuka pintu kamarnya, dan masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu di tangannya. "Kenapa susunya dibawa ke sini,” ucapnya memandangi istrinya yang duduk di tepi tempat tidur. “Risa pengen minum susu,” ucap Clarissa. “Terus,” tanya Fathir. “Tapi minum susunyanya Abang dulu," ucapnya yang menyodorkan gelas bening yang berukuran cukup besar itu ke tangan suaminya.  &ldqu
Baca selengkapnya
56 .Tidak Ingin Berbagi
Clarissa memandang wajah suaminya yang tertidur lelap. Clarissa menatap wajah suaminya tanpa berkedip. Senyum mengembang dibibirnya yang kecil saat memandang suaminya yang begitu sangat tampan walaupun saat ini sedang tidur. “Maafin Risa Bang bila Risa terlalu egois. Risa tahu Abang bukan punya Risa sendiri, tapi Risa tidak mau ikhlas berbagi Abang sama yang lain. Seharusnya Risa tahu diri, karena Risa yang datang diantara Abang dan dia. Risa mau Abang selalu bersama Risa seperti ini.” Clarissa berbicara di dalam hatinya dan kemudian mencium bibir suaminya dengan sangat lembut. Clarissa hanya menatap wajah suaminya yang saat ini tertidur lelap. Cukup lama Clarissa memandangi wajah suaminya hingga ia memutuskan untuk membangunkan Suaminya. “Selamat pagi,” ucap Clarissa yang tersenyum mencium bibir suaminya. Fathir membuka matanya yang terasa masih berat saat istrinya mencium bibirnya. Fathir melingkarkan tangannya di t
Baca selengkapnya
57. Keputusan Fathir
 Farah memandang wajahnya dari pantulan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Air matanya sudah tidak mampu lagi di bendungnya. Farah begitu sangat takut akan apa yang terjadi. Namun dia juga tidak tahu lagi bagaimana cara mempertahankan hubungan mereka setelah apa yang dilakukannya. “Bila seandainya aku tidak terpengaruh dengan kata-kata manis yang diucapkan oleh Jonata, semua ini tidak akan terjadi,” ucapnya yang penuh dengan rasa penyesalan. Farah merapikan rambutnya dan merias kembali wajahnya alakadarnya, setelah make up yang tadi dipakainya luntur oleh air matanya. Farah berjalan meninggalkan kamarnya. Rumah mewah yang berukuran sangat besar ini tidak ada lagi penghuninya selain dirinya. Setelah peristiwa itu tersebar luas, semua pelayannya meninggalkan rumah tersebut, dan mungkin akan kembali lagi ke rumah itu setelah ia pergi dari rumah yang  ditempatinya saat ini. 
Baca selengkapnya
58. Keluar dari Rumah
 Farah menangis ketika memasuki rumahnya. Farah memandang ke sekeliling rumahnya. “Dulu aku sangat tidak nyaman berada di dalam rumah ini, namun sekarang Aku begitu sangat berharap bisa berada di rumah ini.” ucapnya. Farah mengingat bagaimana dulu dia selalu berusaha untuk pergi meninggalkan rumahnya, dengan berbagai macam alasan yang dibuatnya kepada suaminya. Bagi Farah teman-temannya yang terpenting di atas segala-galanya. Namun sekarang Farah baru menyadari bahwa keluarganya, suaminya, adalah hal yang terpenting dalam hidupnya. Farah sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa menangis meratapi kesalahan yang telah diperbuatnya. Rasanya mungkin pantas suaminya marah kepadanya. Suaminya pantas tidak menyukainya. Selama ini suaminya selalu memaafkan kesalahan yang dilakukannya. Suaminya begitu sangat sabar menghadapi sikapnya. Namun saat ini suaminya memang sudah begitu sangat marah dan tidak mahu lagi dengannya. Farah bisa melihat semua itu dari
Baca selengkapnya
59. Ikan Asin
  Fathir tersenyum saat memandang Istrinya yang sedang sibuk di dapur. Dua orang pelayan berdiri tidak jauh dari Istrinya. Dari aroma masakan yang tercium di Indra penciumannya, Fathir tidak bisa menebak apa yang sedang dimasak Istrinya. Pria itu berjalan menggendong kedua buah hatinya. Fathir tersenyum berjalan mendekati istrinya yang sedang sibuk dengan sendok penggorengan di tangannya. “Lagi masak apa sayang," ucap Fathir yang memandang ke depan untuk melihat isi wajan Istrinya. “Abang sudah pulang?" ucap Clarissa yang terlihat panik saat melihat suaminya yang sudah berdiri di belakangnya. “Iya, baru saja," jawab Fathir. Clarissa mengecilkan api kompornya dan mengambil Sheren dari tangan Suaminya. “Kenapa Sheren diambil,” ucap Fathir ketika Istrinya mengambil putrinya. “Risa belum salami Abang," ucap Clarissa yang m
Baca selengkapnya
60. Makan Menu Sederhana
  “Nanti aja setelah mandi kita cerita,” ucap Fathir yang melonggarkan dasi di lehernya. Clarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Clarissa membuka dasi yang masih melingkar di leher suaminya. “Ini rambut bisa ya diikat seperti ini,” ucap Fathir memegang bulatan kecil di atas kepala istrinya. Sejak tadi Fathir tidak ada henti-hentinya memperhatikan rambut pendek istrinya yang diikatnya bulat ke atas. Clarissa tersenyum ketika mendengar ucapan suaminya, “panas banget tadi waktu Risa masak, jadi Risa ikat seperti ini,”  ucapnya yang sedikit tersenyum. “Kenapa repot-repot masak?” tanya Fathir. “Besok nggak usah repot-repot masak, kalau ada yang adek pengen makan minta aja pelayan yang buat,” ucap Fathir yang mengusap kepala istrinya. “Tapi Risa pengen masak sendiri. Risa pengen Aba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status