Beranda / Romansa / Turun Ranjang / Perdebatan Pertama

Share

Perdebatan Pertama

Penulis: Pratiwi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 13:39:25

Malam turun dengan perlahan membawa keheningan yang menusuk hingga ke tulang. Rumah itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Delina menyuapi Alea di ruang makan sedangkan Vano duduk di ujung meja dengan laptop terbuka namun tak satu pun tombol diketiknya.

Sesekali Vano melirik ke arah Delina, sejak kejadian sore tadi suasana di antara mereka menegang. Delina lebih banyak diam tidak menyapa, tidak menyodorkan teh hangat seperti biasanya. Bahkan tatapannya pun hanya sebatas ke arah Alea.

Alea menguap pelan tangannya menggenggam jari Delina sambil menyusu dari botol kecil. Setelah selesai Delina berdiri, menggendong Alea dan bersiap menuju kamar.

“Delina,” panggil Vano, suaranya berat dan ragu.

Delina berhenti, “Iya?”

“Kita perlu bicara.”

Delina tidak langsung menoleh, ia hanya memiringkan kepala sedikit lalu berkata, “Kalau ini soal Reza, aku rasa aku sudah menjelaskan.”

“Aku tahu kamu tidak salah tapi aku tidak nyaman.”

“Kamu tidak nyaman melihat aku tertawa? Atau tidak nyaman karena buka
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Turun Ranjang   Sejenak Menoleh ke Belakang

    Seminggu telah berlalu sejak insiden pesan Nita dan pertemuan tak sengaja di minimarket. Sejak itu suasana rumah mereka mulai lebih tenang. Vano benar-benar menjaga jarak dari masa lalunya dan Delina mulai membuka sedikit demi sedikit hatinya tapi tenang bukan berarti tanpa riak.Sabtu sore itu Delina duduk di ruang tamu sambil memeriksa rencana dekorasi untuk ulang tahun pertama Alea bulan depan. Vano datang menghampiri sambil membawa beberapa dokumen dari laci kerjanya.“Aku nemu ini waktu bersih-bersih tadi,” katanya sambil menyodorkan sebuah album foto lama.Delina mengambilnya membuka lembaran pertama. Foto Maya dan Vano saat baru menikah. Wajah Maya yang tersenyum lebar mengenakan gaun putih sederhana membuat hati Delina terasa bergetar.“Kalau kamu merasa tidak nyaman, kita bisa simpan lagi,” ujar Vano cepat, menangkap perubahan di wajah Delina.Delina menggeleng, “Tidak, justru aku perlu melihat ini. Aku perlu tahu apa yang kamu perjuangkan selama ini dan apa yang sudah kamu r

  • Turun Ranjang   Luka Kecil Yang Terbuka

    Sabtu pagi yang biasanya menjadi waktu tenang untuk keluarga itu berubah menjadi awal dari ketegangan yang tak disangka-sangka. Delina sedang menyiapkan sarapan, menata roti panggang dan telur rebus di atas piring saat terdengar suara ponsel Vano berbunyi dari ruang kerja. Biasanya, ia tak akan peduli. Tapi pagi itu, suara notifikasinya terus berbunyi berkali-kali, membuat Delina gelisah.Ia melirik ke arah ruang kerja, ragu. Ponsel itu dibiarkan terbuka di atas meja seolah tak sengaja ditinggalkan. Ia tak punya niat mencampuri urusan pribadi suaminya, tapi pikirannya mulai berputar.“Delina?”Suara Vano mengejutkannya. Ia berbalik, mendapati pria itu berdiri di ambang pintu dengan wajah biasa saja.“Kamu cari sesuatu?”Delina menggeleng, “Enggak. Aku cuma mau bilang sarapan sudah siap.”Vano mengangguk, “Aku nyusul.”Namun saat Delina berjalan pergi ekor matanya sempat menangkap layar ponsel yang menyala: sebuah pesan dari Nita.“Kamu pasti masih mengingat pelukan itu, kan?”Sarapan

  • Turun Ranjang   Suara-suara Dari Masa Lalu

    Tiga hari berlalu sejak kedatangan Nita di depan rumah mereka dan suasana hati Delina belum sepenuhnya tenang. Vano memang telah berkata bahwa Nita tidak akan kembali namun bayang-bayang masa lalu seakan masih berdiri di antara mereka, mengintip dari sela pintu yang belum sepenuhnya tertutup.Delina duduk di ruang tamu sepulang mengajar, menatap dinding dengan pikiran yang sibuk. Alea tertidur di pangkuannya setelah menghabiskan susu siang. Rumah itu sunyi hanya suara detik jam yang terdengar perlahan. Pintu depan berderit terbuka. Vano pulang lebih awal.“Kamu belum makan?” tanyanya saat melihat Delina hanya duduk diam.“Belum, tadi enggak sempat.”Vano meletakkan map di atas meja, “Mau makan bareng?”Delina mengangguk pelan, mereka duduk berdua di meja makan. Tak banyak bicara tapi suasananya berbeda. Tidak sebeku biasanya.“Aku enggak enak hati soal kejadian kemarin,” ucap Vano tiba-tiba, “Kehadiran Nita bikin kamu terganggu.”Delina menatapnya, “Aku hanya kaget. Bukan takut kehila

  • Turun Ranjang   Retak dan Hangatnya hati

    Pagi itu matahari menembus jendela ruang makan, menyinari meja kayu yang sudah disusun rapi oleh Delina. Sepiring nasi goreng, telur mata sapi dan irisan tomat ditata dengan hati-hati di atas piring putih. Di sampingnya, segelas teh hangat mengepul pelan. Tapi kursi di seberangnya kosong.Vano belum turun dari kamar sejak ia mengurung diri tadi malam. Usai percakapan emosional mereka, Vano tampak gelisah dan menjauh. Bukan marah, bukan menghindar tapi lebih kepada seseorang yang sedang menghadapi dirinya sendiri.Delina menatap makanan yang mulai dingin. Ia menarik napas dalam dan mengangkat piring itu, bersiap membereskan semuanya saat suara langkah pelan terdengar. Vano muncul, rambutnya sedikit berantakan, dasi belum terikat, matanya sembab seperti orang kurang tidur.“Maaf, aku terlambat,” katanya sambil duduk.Delina tidak langsung menjawab. Ia menyajikan kembali piring tadi, memanaskannya sebentar di microwave, lalu kembali duduk di seberangnya.“Kamu enggak makan malam tadi,” u

  • Turun Ranjang   Perdebatan Pertama

    Malam turun dengan perlahan membawa keheningan yang menusuk hingga ke tulang. Rumah itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Delina menyuapi Alea di ruang makan sedangkan Vano duduk di ujung meja dengan laptop terbuka namun tak satu pun tombol diketiknya.Sesekali Vano melirik ke arah Delina, sejak kejadian sore tadi suasana di antara mereka menegang. Delina lebih banyak diam tidak menyapa, tidak menyodorkan teh hangat seperti biasanya. Bahkan tatapannya pun hanya sebatas ke arah Alea.Alea menguap pelan tangannya menggenggam jari Delina sambil menyusu dari botol kecil. Setelah selesai Delina berdiri, menggendong Alea dan bersiap menuju kamar.“Delina,” panggil Vano, suaranya berat dan ragu.Delina berhenti, “Iya?”“Kita perlu bicara.”Delina tidak langsung menoleh, ia hanya memiringkan kepala sedikit lalu berkata, “Kalau ini soal Reza, aku rasa aku sudah menjelaskan.”“Aku tahu kamu tidak salah tapi aku tidak nyaman.”“Kamu tidak nyaman melihat aku tertawa? Atau tidak nyaman karena buka

  • Turun Ranjang   Cemburu Yang Tersembunyi

    Delina sedang mengganti popok Alea ketika bel rumah berbunyi. Suaranya tidak nyaring hanya satu dentingan tapi cukup membuatnya melirik jam dinding. Pukul tiga sore, siapa yang datang di jam-jam begini? Ia membuka pintu sambil tetap menggendong Alea dan seketika senyuman lebar merekah di wajahnya."Reza? Astaga, kamu berubah banget!" serunya.Laki-laki dengan kemeja biru tua itu tertawa ringan. "Sudah lima tahun, Lin. Kamu juga, tapi kamu sekarang. Wah, jadi ibu ya."Delina mengangguk, menepuk pelan punggung Alea yang mulai rewel.“Masuk, yuk. Kita bisa ngobrol di dalam. Kamu tahu rumahku yang ini dari mana?”“Dari Viona,” balas Reza.Reza masuk dan duduk di sofa ruang tamu yang bersih dan wangi. Rumah itu tenang, terlalu tenang untuk ukuran rumah dengan bayi. Delina memang selalu perfeksionis soal kebersihan. Ia menaruh Alea di bouncer kecil yang biasa ia gunakan."Aku habis urusan kantor di Jakarta. Dengar-dengar kamu sekarang tinggal di sini. Jadi ya, sekalian mampir," kata Reza sa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status